Total Pageviews

Sunday, December 29, 2013

Wanita Penunggu Kereta

Malam itu seperti biasanya, aku baru saja pulang dari tempat ku bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.25 wib. Aku melirik jam tangan kesayanganku. Dengan berjalan kaki, aku menyusuri setiap sudut kota. Lampu hias jalanan kota yang berada diatas kepalaku seakan sedang bersiap-siap untuk menyerangku dengan cahayanya yang jatuh, juga lampu-lampu kota yang berada di pinggir jalan seakan memberikan tanda bawa sudah waktunya dia dibersihkan, dikarenakan cahaya temaramnya tidak secerah dulu. Saat aku sedang menikmati suasana kota malam itu, ada air yang jatuh tepat di wajahku.
“sial..hujan !!” kataku setengah berlari. Aku berlari menuju salah satu  stasiun kereta bawah tanah yang biasanya selalu menghubungkan tempat kerjaku dengan rumahku. Saat kereta terakhir  tiba, aku bergegas untuk masuk dan begitu aku sudah berada didalamnya, aku sedikit merapikan pakaianku yang berantakan terkena air hujan. Aku menapaki setiap kursi demi kursi yang berada di gerbong 7 kereta tersebut. Kemudian aku duduk di kursi paling belakang. Bukan karena memang tinggal kursi itu yang tersisa melainkan karena ada wanita cantik berwajah teduh sedang duduk disana. Wanita itu cantik, terlihat sederhana, menggunakan dress berwarna orange lembut, bermotif polkadot lalu mengenakan bando berwarna putih di atas kepalanya,. Wanita itu menatap ke arah jendela, sambil mendengarkan lagu.
“permisi, boleh aku duduk disini” pintaku
Dia hanya diam, sambil sedikit menggeser tempat duduknya. Aku menaikkan alis kananku sebelah. Bingung. Tidak ada senyum disana. Melainkan wajah yang berekspresikan biasa saja yang ditunjukkannya. Gaya dan cara berpakaiannya persis seperti wanita-wanita jepang. Mata itu, juga seperti menunjukkan bahwa dia memiliki garis keturunan dari jepang.
Aku memperhatikannya tanpa dia tahu. Aku sedikit menahan tawa saat aku mendapati wanita itu menggunakan sepatu cats. Padahal gaya dan busananya sangat feminim. Namun, sepertinya dia megetahui apa yang aku lakukan lewat pantulan bayangan dari jendela kaca yang dipandanginya.

Wanita itu melepas salah satu headsetnya dan memasangkannya ketelingaku. Aku kaget. Kenapa dia memasangkan headset itu. Dia memalingkan wajahnya lagi kearah jendela, tidak tahu apa yang dia nikmati dari hanya sekedar tembok-tembok pembatas itu.
Saat aku menikmati lagunya, betapa kagetnya aku. Dia mendengarkan lagu jepang. Persis seperti yang aku bayangkan. Aku menatap kearahnya lekat-lekat. Tiba-tiba dia memalingkan wajahnya ke arahku
“aku naomy.. “ dia memperkenalkan diri.
#
Mulai sejak kejadian malam itu, aku mulai dekat dengannya. Walau tidak ada sapa, tidak ada pembicaraan khusus, tidak ada Tanya jawab. Dia selalu berada di kereta api bawah tanah itu, tepat disaat aku pulang kerja. Dan tetap sama, dia selalu duduk tepat di kursi paling belakang, dan turun tepat di stasiun selanjutnya.
Kebiasaan-kebiasaan unik, seperti dia yang selalu memasangkan salah satu headsetnya ke telingaku, disaat aku sudah berada disampingnya, dan kebiasannya menatap ke arah jendela. Namun kali ini, sungguh tidak biasa, dia menyenderkan kepalanya ke bahuku. Sambil memejamkan matanya.
“tetap seperti ini, aku mohon. Aku lelah”
Perkataan itu seakan membuat aku terkejut. Aku mulai memberanikan diri memegang tangannya. Seakan aku tahu bahwa malam itu dia sedang sangat  bersedih. Walau aku tidak pernah tahu apa yang membuatnya lelah, tidak pernah tahu darimana asalnya, tidak pernah tahu dia tinggal dimana, tidak pernah tahu kenapa setiap malam dia selalu naik kereta ini.
“aku Arga.. “
Dia menaikkan kepalanya. Dia menatapku lekat, kemudian dalam sekejap dia mencium bibirku. Aku hanya bisa terdiam. Aku bingung, kenapa dia tiba-tiba menciumku. Pada saat itu, tidak seperti biasanya kami melewati stasiun dimana tempat biasa kami berhenti. Penumpang yang ada di dalamnya pun sudah tersisa beberapa orang dan mereka duduk di depan. Naomy  menikmati setiap lumatan-lumatan bibir kenyalku. Dia mengambil tanganku, dan meletakkan tanganku ke pinggulnya. Aku yang tadinya hanya bisa terdiam menikmati, kini mulai benar-benar menikmati, setiap permainannya.
Hampir 10 menit, hingga akhirnya dia melepaskan ciumannya dan mulai memelukku. Dia menangis. Aku bingung, ntah kenapa ada perasaan berbeda. aku jatuh cinta. Ya, sepertinya. Tapi, aku tidak pernah tahu kenapa perasaan ini bisa tiba-tiba muncul.
#
“Naomy, ada kecelakaan pekerja di tempat ayahmu bekerja”
Naomy mulai memandang serius seorang pria yang datang menemuinya dan member kabar itu. Naomy bergegas berlari ke tempat ayahnya bekerja. Dan benar saja, tanah yang sedang di geruk untuk membuat kereta api bawah tanah itu amblas dan longsor. Naomy mulai mengerang, dia memanggil-manggil ayahnya. Sementara mobil polisi terdengar bising dengan suara sirinenya. Macet dimana-mana. Penjagaan sangat ketat. Mobil ambulans terdengar sudah siap untuk membawa para korban.
“ayahku, dimana ayahku. Aku mau lihat ayahku”
Usia 15 tahun. Ya, naom saat itu sudah berusia 15 tahun. Dia menatap lekat wajah polisi yang sedang memeluknya. Dia kenal betul bahwa itu adalah salah satu adik ayahnya yang tidak lain adalah om naomy.
“ayah om, tolong selamatkan ayah. Naomy Cuma punya ayah di dunia ini. Ibu sudah meninggal. Tolong selamatin ayah om. Naomy gak mau kehilangan ayah”
Tubuh naomy mulai melemah. Tangisannya yang tadi pecah sudah mulai tidak terdengar. Naomy terjatuh dan pingsan. Segera dia dibawa ke salah satu rumah sakit terdekat. Hampir 2 jam dia pingsan sampai akhirnya dia terbangun dan langsung memanggil ayahnya. Om naomy pun langsung memegangi tubuhnya agar naomy tidak berontak.
“naomy, om sayang sama naomy. Tolong apapun yang naomy dengar, naomy harus kuat. Naomy masih punya om. Ingat.”
“apa maksudnya om. Mana ayah?” naomy menangis histeris
“ayah terjepit disalah satu pipa, dan tadi jasadnya sudah ditemukan. Tapi ayah sudah tidak bernyawa lagi”
“apa… mana ayah om. Tolong selamatin ayah. Naomy gak mau kehilangan ayah”
“maafin om, tapi ayah sudah tidak ada naomy. Tapi, naomy masih punya om. Ingat”
Naomy langsung berlari ke kamar mayat. Tempat dimana puluhan Korban amblasnya tanah untuk pembangunan kereta bawah tanah itu berada. Dia menemukan ayahnya sudah tidak bernyawa. Sangat kotor. Dia saja hampir tidak mengenali bahwa tubuh kaku yang ada dihadapannya adalah ayahnya.
“ayah,,,,”
#
“jadi, ayah meninggal karena kecelakaan itu. Andai ayah tahu bahwa aku tidak pernah suka dia bekerja disana” naomy menggenggam erat tanganku dan menyenderkan bahunya di bahuku.
“itu sudah takdirnya bukan. Sekarang, lihat. Tanpa ayah naomy, naomy bisa tumbuh besar. Jadi wanita cantik seperti ini?”
“apa kamu sedang merayuku. Atau sekedar menghiburku?”
“haha.. tidak. Tidak sama sekali. Aku hanya meyakinkan bahwa kamu bukan hantu kereta api yang sering dibicarakan itu.”
“hah.. jadi selama ini kamu piker aku hantu dan tidak nyata” naomy bangkit dan menatapku lekat. Dia sedikit memajukan wajahnya dan hanya tersisa 5cm dari wajahku.
“bukan.. maksudnya..”
“sudah hentikan, memang sebenarnya alas an kenapa aku setiap malam selalu menaiki kereta api ini. Selalu berharap bahwa ayah akan muncul. Bahwa ayah aka nada disampingku saat aku duduk sendiri di kursi ini. Karena, ayah biasanya pulang dari sini itu jam 10 malam gini”
Bulu kudukku mulai berdiri. Ntah kenapa, aku merasa memang ada seseorang yang sedang memperhatikan aku dan naomy. Awalnya, aku selalu berpikir bahwa naomy adalah hantu. Itu benar. Ketika naomy bercerita seperti itu, justru membuat aku seakan ingin tahu bahwa apakah benar dia nyata.
“rumah kamu dimana? Aku antar ya?” pintaku
“hmm… serius. Kamu mau nganter aku. Wahhh.. senang sekali. Baru kali ini ada seorang pria yang mau mengantarkan aku”
#
“naomy … lepaskan. Sudah berapa kali saya bilang. Jangan buat kekacauan di sekolah ini”
“kekacauan, ibu menyalahkan saya sementara ibu tahu bahwa yang salah itu dia”
“memangnya apa yang dia lakukan , hah !!”
Naomy sedang bertengakar dengan teman sekelasnya, dikarenakan temannya tersebut senang sekali mengejek dirinya yang tidak memiliki keluarga lagi. Ibunya yang mati bunuh diri karena takut terhadap ayahnya, yang akan tahu bahwa ibunya sedang hamil dengan pria lain. ayahnya yang mati karena kecelakaan pekerja. Semua itu membuat naomy brontak denan teman-temannya. Tapi, soal hal itu tidak pernah ada yang mengerti naomy. Termasuk gurunya sendiri.
“lupakan bu, permisi” naomy pergi meninggalkan ruangan kelas yang tadinya ricuh karena perkelahian naomy dengan teman sekelasnya yang mengejeknya itu.
Sudah hampir 2 kali naomy pindah sekolah hanya karena kesalahan yang sama. Tapi untuk kali ini, dia harus benar-benar menahan rasa sakit. 2 bulan lagi dia akan mengikuti ujian nasional dan keluar dari sekolah itu.
“bertahanlah naomy, kau pasti isa melewatinya. Tidak aka nada bahagia di awal. Bahagia aka nada di akhir setelah cerita selesai” naomy dalam hati sambil menangis terisak di bawah pohon tempat biasa dia berada disana saat jam isitirahat.
#
“silahkan.. sebentar. Aku akan memasak seuatu untukmu”
“mau aku bantu.”
“serius.. dengan senang hati pangeran..” naomy menekuk kaki kirinya dan membuka tangannya.
Naomy memasak seuatu untukku. Sementara aku hanya melakukan intruksi darinya. Saat dia sedang menggoreng kentang. Hasratku untuk memluknya setelah mendengar cerita darinya pun tidak bisa ku bending lagi. Aku memeluknya dari belakang, sementara dia diam.
“aku sayang kamu” kataku membisikkan di telinganya
Naomy membalikkan badannya. Matanya berkaca-kaca. Ada mendung disana. Tidak tahu hal apa yang membuatnya menangis. Dia memelukku. Erat sekali. Dia seakan tahu bahwa aku akan meninggalkannya.
“jangan pergi.. jangan jauh dari aku”
“aku tidak akan meninggalkanmu. Percaya sama aku ya”
#
Hampir 30 menit kami memasak bersama. Hingga akhirnya makanan pun selesai. Sayur asam, dan samabl kentang. Naomy menyuapiku. Aku menikmati setiap suapannya dan juga rasa dari msakan yang dia masak. Aku benar-benar mencintainya Tuhan. Jangan biarkan ini mimpi. Atau jangan biarkan semua pemikiranku bahwa dia tidak nyata itu benar.
#
Setiap pagi, ada seorang gadis yang setia menungguiku tepat diseberang jalan tokoku. Wanita itu tidak pernah ketinggalan dengan headshetnya. Ada satu hal lagi, dia selalu membawakan aku bekal. Ya, mulai sejak malam itu. Aku dan naomy memutuskan untuk bersama. Aku akan menjaga naomy. Ya, gadis yang aku cintai. Gadis yang selama ini sangat kaku. Hanya diam ketika duduk di kereta api. Dia melambaikan tangannya dari jauh. Dan mulai berjalan mendekat denganku.
“selamat pagi.. hari ini pulang jam berapa pangeran?”
“dasar.. hari ini pulang sore. Memangnya kenapa putrid?” sambil mengecak-ngacak rambutnya
“baiklah, sangat tepat. Aku ingin mengajak kamu ke sesuatu tempat.” Sambil bermain mata denganku
“okeh, jam 3 datang temui aku lagi disini. Nanti kita akan sama-sama pergi. Kebetulan aku hari ini bawa motor.”
“jadi kamu punya motor. Kenapa selama ini naik kereta?”
“ya, karena motor aku lagi rusak dan lagi di operasi di bengkel”
Naomy tertawa. Dia memberikan bekal yang dia pegang sedari tadi. Lalu pergi meninggalkan aku. Sambil menitipkan senyum dan lambaian tangannya. Gadis secantik dia, berwajah teduh. Selalu tersakiti. Kenapa harus menerima alur kehidupan yang pahit seperti ini. Tidak ada yang sempurnya dari setiap alur cerita di hidup.
#
Naomy menggunakan gaun putih. Dia terlihat cantik sore hari itu. Tidak lagi menggunakan headshet seperti biasanya. Ada bunga mawar putih yang dia pegang.
“selamat sore ayah, naomy datang. Maaf sudah lama tidak mengunjungi ayah. Ayah, naomy datang dengan seorang pria yang naomy sayang. Umur 19 tahun sudah bisa menikah kan. Naomy boleh menikah dengannya tidak”
Naomy begitu bersemangat memperkenalkan diriku. Aku hanya berdiri di sisi kanannya. Saat naomy meletakkan bunga. Aku begitu kaget. Melihat ada sesosok pria paruh baya di hadapanku. Menggunakan kemeja putih, celana putih, dan berkaca mata. Matanya sedikit sipit seperti naomy. Dia tersenyum. Mungkinkah itu ayah naomy. Kenapa dia menampakkan wajahnya dihadapanku. Padahal yang ingin sekali bertemu dengannya adalah naomy. Aku membalas senyumnya. Dan sejurus kemudian dia menghilang. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Seakan ingin menyadarkan diriku sendiri bahwa yang aku lihat adalah ayahnya naomy. Naomy memperhatikanku dengan seksama.
“hey.. ada apa sih. Kok kamu sepertinya….”
“sudahlah, lupakan. Sudah selesai?”
“sudah.. kita bisa pulang?”
Naomy mengangguk. Aku langsung memegang tangannya. “aku akan membahagiakan naomy om.” Kataku dalam hati. Aku ingin memperkenalkannya dengan ibu dan ayahku. Mereka pasti senang bertemu dengan naomy.
#
“arga sering cerita tentang kamu. Salam kenal ya naomy. Semoga hubungan kalian bisa sampai ke jenjang pernikahan. Ibu sudah tidak sabar ingin memiliki cucu”
“hmm.. makasih tante.” Naomy memeluk ibuku. Dia menangis. Aku tahu, dia pasti sangat merindukan sosok ibu dihidupnya.
Aku membawanya ke taman belakang rumahku. Ada satu kolam renang disana. Kelaurga termasuk keluarga orang berada, tapi aku tidak pernah mau membanggakan apa yang ayahku punya. Naomy kaget saat pertama aku membawanya kerumahku. Namun,begitu aku menjelaskan. Dia memelukku kuat-kuat.
“aku sayang kamu arga”
“aku udah tahu”
“hah.. jangan tinggalin aku. Mengerti”
Aku mencium keningnya. Mencium kedua matanya. Aku mencium kedua pipinya. Naomy hanya terpejam. Dan hasrat untuk mulai mencium bibirnya pun tidak bisa ku elakkan. Naomy.. gadis aneh yang aku temui di kereta. Akan jadi milikku selamanya. Denganku.
#




Monday, December 23, 2013

Tulisan Diandra ...

"ADa jatuh ketika kita sudah berjalan dengan hati-hati... termasuk hubungan yang kita kira selama ini baik, dan jatuh akan menjadikan kita tahu bahwa tidak selamanya CINTA bertuliskan CINTA..."

Mencintaimu lewat senyum yang aku sendiri tidak tahu apa maksud dan artinya. Hanya mencintaimu dalam setiap doa yang mengalir di saat 5 waktuku. Jarak seakan menjadi rindu yang akan membuncah tatkala pertemuan itu terjadi.
#
“die, dia nembak aku!” cerita alya
“lah, terus, bagus donk. Bukannya itu yang kamu mau?”
“iya sih, tapi aku udah punya pacar die. Biarpun kita backstreet dan LDR gitu”
“hah.. “
Kebingungan-kebingungan itu mulai menjalar dipikiranku, ada apa dengan alya? Siapa yang dimaksud dengan alya? Aku bingung. Dia sahabatku , dia tidak pernah menceritakan hal itu. Lalu, siapa yang dia maksud.
Sore itu, alya memang terlihat bahagia. Dia sesekali memainkan handphonenya hanya untuk sekedar member kabar lelaki yang dia akui sebagai pacarnya. Tetapi, jika aku menanyakan siapa pria yang dia maksud, alya selalu mengelak. Ntahlah.. aku selalu bersyukur alya bisa bahagia sekarang.
#
“sayang, aku pergi dulu ya.. kamu jangan nakal-nakal disini. 3 tahun.. gak lama kan?”
“gak kok, semoga sih.. haha “ kataku manja dengan terus berada di dalam pelukannya. Aku tidak ingin melepaskan pelukan itu, aku nyaman dengan semua bau tubuhnya, aku nyaman terus berada diantara dada burung yang sedikit menonjol itu. Apalagi jika dia mulai mengelus-ngelus  kepalaku.
Suatu hari nanti, kami akan sama-sama mengerti jika jarak tidak akan pernah menjadi penghalang. Bahwa jarak tidak akan menjadi seraut sendu yang tiba-tiba menghinggapi.
Menjadi seorang mahasiswa psikolog yang hobby menulis sepertiku sebenarnya membuat aku selalu berpikir bahwa, dunia kepenulisan dan psikologi itu sangat dekat. Kadang adakalanya aku terlalu jahat. Ya, aku mennginginkan semua orang punya masalah, lantas cerita ke aku lalu aku buat sebuah tulisan mengenai mereka. Setidaknya itu adalah hal yang selalu di kerjakan seorang psikolog dan penulis.
Dan menjadi seorang penulis itu juga butuh teman. Sahabat saat aku merasa aku benar-benar lelah. Namun, alya. Dia bukan sosok yang tepat untuk dijadikan sahabat dikarenakan dia memiliki sifat cuek. Seorang psikolog juga terkadang sok kuat. Merasa tegar di hadapan banyak orang, tetapi sebenarnya aku sendiri merasa benar-benar butuh orang lain.
Tapi terkadang aku juga berpikir, apagunanya semua yang aku pelajari selama di perkuliahan . bukannya itu untuk dipelajari dan ditanamkan di dalam kehidupan nyata. Menjalani kehidupan nyata berbeda dengan semua rumus bahkan semua teori di dalam sebuah diktat atau buku-buku yang aku baca dan di pelajari. Semua pengalaman dari orang yang aku teliti atau bahkan dengan sukarela bercerita denganku adalah satu point plus untuk aku agar aku bisa menjalani hidup. Maka dari itu, aku suka dunia perkuliahanku dan dunia menulisku.
Bagas, menjadi sosok pria yang selalu ada untukku. Dia menjadi sosok yang paling mengerti aku. Tidak untuk merasakan bagaimana mengkhianati ataupun di khianati. Tapi aku tidak sebaik peri didalam dongeng Cinderella yang bisa menyihir labu menjadi kereta kuda. Aku hanya bisa menjadi sosok malaikat yang selalu mengingatkan untuk sama sekali tidak bergelut didalam keegoisan diri. Biarpun rasa lelah dan bosan sedang rajin menghinggapi.
“sayang… kamu lelah kan. Lelah dengan hubungan ini. Aku tahu kok?”
Perkataan bagas malam itu menjadi suatu tamparan besar untukku. Kenapa dia bisa tahu. Kenapa dia bisa benar-benar merasakan apa yang sedang aku rasakan. Secinta itukah dia denganku. Atau memang kami berjodoh.
“mungkin aku gak bisa jadi lelaki yang terbaik buat kamu. Tapi aku yakin aku jauh sudah lebih baik dari lelaki yang ada di hidup kamu sebelumnya. Mungkin cincin ini bisa menjadi penjabaran di antara soal-soal matematika hingga menemukan hasilnya. Dan hasilnya ada di kamu?”
Dia melamarku. Tidak, itu hanya sebuah cincin yang dia berikan karena dia tidak mau kehilanganku. Aku belum siap menjalani hidup sebagai seorang istri karena aku masih benar-benar menikmati duniaku. Aku belum siap untuk menjadi penyaji tawa dan nafsu untuknya ketika malam tiba dan dia lelah. Aku belum siap untuk merasakan tangis jika suatu saat masalah itu datang. Aku belum siap untuk merasakan semua yang dirasakan seorang istri dan ibu.
Aku hanya diam. Sesekali membenarkan kacamataku. Tapi tatapan itu seperti menggoreskan keyakinan di antara bulir airmata yang berpadu di bola mata hitamnya. Dengan perlahan aku menghantarkan tangan kiriku, ku jatuhkan perlahan satu persatu jariku. Hingga tersisa jari manis dan jari kelingking. Aku tersenyum dan mulai menjatuhkan jari kelingkingku dengan tangan kananku. Tersisa satu jari manis, dan itu hasilnya. Dia tersenyum sambil memakaikan cincin itu.
#
“selamat pagi buat kamu yang masih belum bisa melupakan masa lalu, selamat pagi dengan kamu yang wallpaper nya sudah berubah menjadi foto berdua dengan selingkuhan” tulisku di akun twitterku.
Kejadian 2 tahun masih merambat bebas di pikiranku. Seharusnya, hal ini bisa ku antisipasi terlebih dahulu. Sebelum akhirnya aku tahu bahwa hal ini terjadi dan membuat aku kecewa.
#
“di.. ini pacar aku. “ kata Alya
Aku membalikkan badan ke arah alya dan betapa kagetnya aku, ada sosok lelaki yang selama 2 tahun ini aku tunggu kedatangannya. Aku tunggu kata-kata manisnya sebagai penawar rindu. Sudah tidak berujung rasa sakit ini sepertinya. Tidakkah bisa seorang mahasiswi psikolog merasa sakit dan ingin menangis.
“oh, hay.. aku diandra. Panggil aja die”
Ada muka penuh rasa bersalah dihdapanku. Dia sama sekali hanya diam dibalik tangan seorang wanita yang menggandeng mesra tangannya. Ada senyum pahit di bibirnya sambil menjulurkan tangan ke arahku.
Aku melihat ada bahagia dimata alya. Terakhir aku melihat keadaan seperti ini saat alya memerkenalkan aku dengan lelaki yang sebenarnya tidak pernah mengakui keberadaannya.
#
Aku berjalan gontai keluar dari café. Ada sosok yang baru saja aku temui di café tadi. Dengan wajah memelas penuh rasa bersalah, dengan wajah setengah menangis. Ada gemuruh di hatiku melihat seorang pria yang aku sayang mengeluarkan airmatanya. Tidakkah sama aku seperti alya. Aku dan alya sama-sama menjalin hubungan jarak jauh selama dia berada di Inggris.
“aku bisa jelasin semuanya die.”
“gak ada yang bisa kamu jelasin lagi ga. Semuanya sudah selesai. Aku, kamu kenangan kita. Semuanya sudah selesai. Tinta yang aku punya udah habis untuk menulis nama kamu lagi.”
“tapi kamu masih bisa pake laptop untuk melanjutkan namaku masih terlihat jelas di tulisan kamu kan? Ayolah die, aku dan alya Cuma hubungan biasa. Bercanda. Ini pertama kalinya kita ketemu.
Pikiranku melayang jauh saat alya menceritakan dan mengutarakan keinginannya untuk menjenguk pacarnya yang sedang sakit di inggris. Dan sosok itu adalah Arga..


#Bersambung…

Tuesday, November 26, 2013

Tulisan Diandra..

Pagi itu, mendung untuk sekian kalinya mengerti bahwa aku tidak ingin beranjak dari tempat tidur ini. Aku baru menyelesaikan tulisanku hingga pagi menyapa pukul 05.00 pagi tadi. Dan sekarang, suara kokoan ayam dari jam beker kesayanganku telah menggemakan suaranya tepat diatas kepalaku. Bising… aku langsung mematikannya dan mulai mengucek-ngucek mataku.
#
“jadi gitu die.. aku sayang dia. Tapi dia bahkan gak pernah perduli. Aku bingung. Dia bilang sayang sama aku, tapi dia gak pernah bilang kita pacaran. Bingung kan?” cerita seorang gadis berusia 20 tahun itu.
Sosoknya yang manja seakan memancarkan kekhawatiran berlebih terhadap hubungannya dengan seorang lelaki yang sudah 5 tahun dikenalnya. Ada tangis di pelupuk matanya, saat dia benar-benar menceritakan tentang kisahnya bersama lelaki itu.
“kamu udah bilang sayang sama dia? Atau sitilahnya gini deh, kamu udah pernah nanya gak, perasaan dia ke kamu , atau dia sengaja mungkin ngegantung hubungan kalian supaya kamu lebih penasaran dan dia bisa tahu perasaan kamu yang sebenarnya. Al,, kamu sama dia udah sama-sama dewasa. Udah gak cocok lagi untuk ambek-ambekkan kayak gini.”
“ya masalahnya die.. dia selalu jadiin aku tempat pelampiasan nafsunya aja. Dia gak pernah mikirin atau nanya perasaan aku gimana dia perlakuin kayak gitu”
Aku mulai bingung, nafsu.. benarkah. Tetapi, kenapa dia tidak memperlihatkan malunya kepadaku disaat dia menceritakan hal itu. Aku mengerti perasaan Alya. Sore itu, hujan menjadi penghantar tangisan yang meleleh lurus tepat di lekukan pipinya. Sementara dia masih terus memainkan selembar tisu yang sudah tidak beraturan lagi bentuknya. Aku memainkan sendok kecil dari cangkir coffe yang aku pesan. Setelah, lama aku berpikir. Aku menggenggam tangan Alya dan tersenyum. Kamu tidak sendiri Al, ada aku disini yang ngertiin kamu.
#
4 tahun lalu..
“kamu suka gak sama aku? “ Tanya seorang cowok berkacamata di hadapanku
Suasana kelas sedang sepi. Jam istirahat dimanfaatkan para siswa untuk sekedar membeli makanan, nongkrong, dan baca buku. Tapi aku, aku hanya berdiam diri di kelas, sambil terus menuliskan ceritaku. Tapi, aku menemukan sesosok pria yang tiba-tiba hadir lalu menyanyakan kepadaku apa aku suka dengannya atau tidak. Aku hanya terdiam. Sambil mengangkat daguku, dia menatap mataku jauh, “aku ngomong sama kamu, kamu denger gak sih? Kamu suka gak sama aku?” tanyanya lagi.
“okeh.. kalau kamu diam berarti kamu suka sama aku.  Kita pacaran. Jam 7 malam minggu. Sms aku ke no ini.” Dia mengambil buku harianku dan menuliskan no handphonenya. Tapi aku masih diam terpaku mendengar semua perkataannya. Ada gelak tawa, ada keanehan yang terpancar saat aku benar-benar masih melongo di hadapannya.
#
“selamat ulang tahun sayang, Jakarta – inggris jauh. Tapi aku gak pernah jauh kok. 24 juli. Semoga kamu semakin sayang, dan semakin setia sama aku. Love.. Diandra rahmat. Dari pacar kamu yang selalu sayang sama kamu. “ Bagas
Dia tidak pernah lupa..


#Bersambung..


Monday, November 25, 2013

Wanita Penikmat Sapa

Aku tepat duduk dibelakang bangku yang menghadap lurus kedepan. Masih sama, dia begitu sederhana dan mempesona. Ada jiwa kepemimpinan dalam dirinya, yang memang benar-benar tidak bisa aku jelaskan. Ada satu kekaguman dari dirinya yang memang aku simpan dan hanya aku yang tahu kenapa aku tiba-tiba mengaguminya. Andai dia tahu bahwa aku ingin sekali bisa dekat dengannya seperti teman-teman yang lain, yang bisa dekat dengannya. Tapi, sayang aku tidak punya keberanian dalam diriku. Tanganku seakan tahu jika ada getar yang berbeda dalam hatiku. Mulutku pun seraya ikut terkatup, aku sama sekali tidak bisa menegurnya, tidak bisa menyapanya, padahal hatiku ingin sekali saja aku menyebutkan namanya atau sekedar memanggilnya. Sekedar menyapanya, “selamat pagi..” tapi semua itu tidak bisa aku lakukan.
Lelaki berwajah sendu, yang selalu mengalihkan setiap pandanganku. Seperi saat ini. Saat dimana seharusnya ada bahagia, ada tawa. Namun, dia senantiasa memberikan luka.
#
Lelaki itu tertunduk lunglai. Di antar semuanya dial ah yang menjadi perhatianku untuk pertama kali. Disaat semuanya sibuk berdebat untuk memutuskan dimana kita akan tinggal, dia hanya terdiam sambil memegang dagunya, sesekali mengangguk tanda dia mengerti, atau sesekali menepuk pundak teman di sebelahnya yang sedang berkomentar. Ntahlah.. satu kata didalam benakku menggambarkan dia adalah “aneh”.
“perkenalan aja dulu” ucap seorang pria disampingku
Semuanya sibuk dengan memperkenalkan dirinya. Tiba giliran lelaki aneh itu, dan saat dia memperkenalkan namanya, “aku bayu..” semua pada tertawa. Iya, mereka tertawa dikarenakan suaranya yang sedikit cempreng seperti suara Donald duck. Haha.. aku hanya tersenyum, padahal yang lain sudah jelas sekali tertawa terbahak-bahak. Disaat semua menertawakannya, dia hanya menegakkan badannya dan membenarkan kerah beju kemeja putihnya. Gagah. Jelas, dia berkuliah di jurusan olahraga.
Hampir 2 jam kami bercengkrama, aku dan semua teman-teman baruku, sibuk membicarakan kapan dan apa yang harus dilakukan untuk kelompok kami. Aku pulang dengan keadaan taas yang berat dikaraenakan aku membawa laptop kesayanganku, sibuk dengan almamaterku, aku ribet. Saat aku menuruni anak tangga dengan segala keribetanku , lelaki aneh itu menepuk pundakku “eh, aku duluan ya” aku hanya bengong, sambil melihat tatapan dan senyumnya. Ahh, ini hari yang luar biasa. Aku memang bukan menyukainya, hanya masih penasaran.
#
Pagi itu, aku datang dengan tergesa-gesa, itu hari kedua setelah hari pertama perkenalanku di sekolah itu. Aku takut terlambat, rok hitam kebesaran, almamater kebesaran, sepatu higheels 5cm, aku merasa itu adalah saat menyebalkan karena aku harus menjadi bukan diriku. Aku memasuki sebuah rumah yang kami sebut posko, ada suara aneh itu sedang sibuk bernyanyi. Aku hanya tertawa dalam hati, dia lucu. Tapi aku masih belum berani untuk menegurnya. Salah satu teman perempuanku berteriak dari dalam kamar..
“bayu.. ini ada telpon. Dari umi”
“jangan diangkat, dibiarin aja. Ntar dikira kalian pacar aku.” Teriaknya dengan suara anehnya dari dalam kamar mandi.
“umi… masih pagi. Udah di telpon. Anak mami.. hahaha” celetukku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri. Lelaki itu, aahh.. dia pasti lelaki baik, lelaki yang penuh perhatian. Tapi, apa ini.. kenapa dengan perasaanku, kenapa tia-tiba aku tersenyum ketika menggerutu tentang dia. Sudahlah, mungkin karena dia terlalu sweet untuk ukuran mahasiswa jurusan olahraga yang pagi-pagi sudah ditelpon leh ibunya.
#
2 bulan, kejadian itu masih sama. Masih dengan ketidak beranianku untuk menyapanya. Terkadang, aku bingung, harus dengan apa aku menyapanya disaat pagi, apalagi sekarang aku tahu dia sedang menyukai salah seorang perempuan. Perempuan itu cantik, bahkan jauh lebih cantik dari aku. Aku minder pasti, dan kabarnya mereka sudah sering jalan bareng.
Semua berlalu tanpa kenangan-kenangan yang tersaji. Ada duka setiap aku hadir di sekolah namun aku tidak menemukan sosoknya, khawatir pun selalu menggantung bebas di pikiran. Sudah, semuanya sudah berakhir. Perasaan apa ini, ini Cuma rasa penasaranku kepadanya kenapa aku tidak bisa dan berani mennyapanya. Ahh,, baiklah. Aku harus bisa menyapanya, pikirku.
“bayu… tolong ambilkan pena itu donk. Itu punya aku.” Kataku kepadamu
“oh, bentar ya. Ini,” bayu menjulurkan sebuah pena sambil tersenyum kepadaku
Ya Allah, dia tersenyum. Apa ini, kenapa ini. Aku sudah berani menyapanya dan dia, dia tersenyum kepadaku.
“absen yuk..”ajakmu
Dia mengajakku absen, ini lebih gila dari yang aku bayangkan. Namun, dia tetap cuek. Cuek dan sama sekali tidak pernah bercandaan denganku seperti yang dia lakukan dengan teman-temanku yang lain. Kenapa, apa salahku, kenapa dia tidak bisa melakukan hal yang sama dengan teman-teman wanitaku yang lain. Ada bulir kesedihan dari raut wajahku ketika dia dengan santainya bermesraan atau bercanda riang dengan teman-teman wanitaku.
Kenapa dia gak pernah sadar, ada aku yang memperhatikannya. Kenapa dia tidak tahu, ada aku yang selalu sakit kalau tahu dia menjahili atau menggoda-goda teman wanitaku yang lain. Dia jahat. Tidak, tentu tidak. Dia tidak pernah tahu. Jadi dimana salahnya..
#
Ada cinta yang tersirat dalam diamku selama ini. Ada mendung yang tergambar dengan jelas dimataku saat tahu bahwa kau dengan dia. Sudah lama, bahkan selama ini aku rajin datang kesekolah, atau sekedar bahagia karena aku bisa mendapatkan jadwal piket yang harinya bersamaan denganmu, aku bahagia. Tentu. Karena aku yakin, kita bisa berada berdekatan tanpa jarak, di meja piket. Namuan, semua yang aku inginkan dan aku bayangkan seakan menjadi pecah. Karena semua kekhawatiranku menjadi nyata. Saat sore itu, kau dengan gagahnya maju ke depan, mengambil sebuah mic.
“jadi, teman kita ini ingin mengutarakan perasaannya terhadap salah satu teman kita juga”
Hah,. Sudah bisa aku pastikan kau ingin mengatakan dan mengutarakan perasaanmu terhadapnya. Aku mulai muncur teratur. Dari kursi itu. Aku sembunyi di balik panggung. Sambil seraya memainkan handphoneku. Aku masih mendegar temanku berucap. Tiba-tiba, duara aneh itu berbicara. Aku mulai panik. Jantungku berdegup kencang, ada tangis yang pecah. Dan tidak ada yang tahu. Aku merasa sendiri, padahal teman-temanku yang lain sudah sibuk berteriak “cie..cie..bayu..”
“aku suka sama dia, dari awal kita ketemu. Dari awal aku tahu dia anaknya gimana. Dari awal aku tahu, dia manja, dia cengeng, dia panikan, dia lucu. Tai itu semua gak penting. Aku suka sama dia karena dia ramah. Aku gak pernah tegur-teguran sama dia, gak pernah berbicara, aku gak pernah menyapa dia karena aku takut, yang aku tahu, dia udah punya pacar. Tapi, udah 3 minggu ini, dia putus sama pacarnya. Dan aku merasa, ada kesempatan untuk aku. Meskipun aku sama dia gak pernah berbicara, bercandaan bareng, tapi aku tahu tentang dia lewat sahabat-sahabatnya, tanpa dia tahu aku selalu nanya tentang dia.”
Aku bingung, mulai bingung, dan dengan kebingunganku itu, tanpa sadar, sudah ada banyak mata yang memperhatikanku. Mereka tersenyum kepadaku, aku semakin bingung. Dengan berlinangan airmata, aku menutup mulutku. Seakan aku tidak ingin mereka tahu, bahwa aku sedang takut. Aku sedang sedih karena akan tahu cowok yang selama ini aku kagumi mau mengutarakan perasaannya ke perempuan yang sedang dia dekati.
“Cewek itu bernama Andara ralinesyahputri. Atau biasa dipanggil dara. Dara, aku tahu kamu dibelakang panggung, kalau kamu gak mau nemuin aku di depan, aku yakin kamu denger aku. Dan aku akan tetap bilang”
Salah satu teman terdekatku, wina, dia memelukku. Dia tahu perasaanku, dia bingung. Tapi aku jauh lebih bingung, dan akhirnya semua teman-temanku menyruhku ke depan panggung. Dengan mata yang sudah memerah di karenakan tangisanku yang pecah, dia .. ada apa dengan dia. Kenapa dia. Semua itu berkecamuk di pikiranku.
“kamu, maaf. Di depan semua orang yang masih ada di sini. Sore ini, aku mau bilang. Kamu mau gak jadi pacar bayu?”
Aku hanya terdiam, sementara teman-temanku sudah sibuk dengan berteriak-teriak “terima” sedang aku masih berdiri kaku. Wina, seraya memegang tanganku. Tanpa pernah meninggalkanku.
“aku, kenapa aku. Bukannya kamu sama ..”
Belum sempat aku meneruskan kata-kataku, dia mengahmpiriku, dengan semakin dekat kearahku.
“aku sama dia gak ada apa-apa. Aku Cuma minta tolong dia soal tugasku. Sekarang kamu jawab aja. Kamu mau atau gak jadi pacar aku?”
Sekali lagi, tangisanku pecah. Aku hanya bisa menunduk. Menunduk malu. Menunduk karena kenapa aku bodoh sekali. Tidak pernah menyadari perasaannya. Saat aku tengah menangis, dia maju selangkah dan memelukku.
“kok kamu nangis sih, kan kamu Cuma tinggal jawab. Cengengnya kelewatan deh..” sambil mengelus kepalaku
Saat dia melakukan hal itu, teman-temanku yang lain yang masih berada di pekarangan sekolah, karena acara sebenarnya sudah selesai dan tinggal ada beberapa puluh orang, semakin menyorakin ku. Saat dia tengah memelukku, aku hanya bisa memukul-mukul pundaknya dengan manja.
“kamu kenapa gitu, selama ini cuek sama aku.. selalu goda-godain temen-temen cewek kita, aku cemburu sebenarnya. Tapi, kamu gak peka. Jahat banget tahu gak”
“aku takut, kan kamu masih punya pacar kemaren-kemaren. Tapi dari wina aku tahu, kamu punya perasaan sebenarnya dengan aku. Di hari ini, hari terakhir ini, aku Cuma mau bilang, aku mau kamu jadi pacar aku. Dan jawab sekarang”
“kayaknya gak perlu aku jawab juga kamu udah tahu.. iya aku mau..”
Dia melepaskan pelukannya. Sambil memegang tangan kananku, dan menyodorkan mic ke arahku.
“coba ulangi, kamu jawab apa. Kamu mau gak jadi pacar aku”
Aku hanya mengangguk. Aku tahu, tidak akan ada kesalahan terbesar pun yang tidak bisa kita rubah. Termasuk hati, ketika aku salah dalam menafsirkan artinya, dia begitu mengerti bahwa tidak aka nada yang salah dengan pilihan dan kata hati. Hanya kita bingung memaklumi isinya. Cuma Allah yang tahu bagaimana aku bahagia memiliki dia dan tahu bahwa perasaan kami sama.


Sunday, November 3, 2013

Memory Kotak musik


Ada banyak cara untuk aku mengagumimu lebih dari sekedar sahabat, saat aku mulai tahu, perhatian-perhatian yang selama ini aku berikan itu bukan sekedar perhatian yang diberikan sahabat, melainkan perasaan seseorang yang sudah menganggapmu lebih dari sahabat. Aku marah saat tahu ada seseorang yang berusaha menyakitimu, aku sedih jika kau menangis memelukku bukan karena aku, ya aku menangis bukan karena apa-apa, tapi aku sedih karena tahu kau menangis untuk orang yang seharusnya tidak perlu kau tangisi. Sudah bertahan seberapa lama pun aku tetap menunggu kau menjawab rasa penasaranku untuk mau dibawa kemana hubungan kita. Malam semakin menunjukkan gelapnya yang pekat, saat aku berusaha untuk menelponmu. Tidak di angkat, aku khawatir. Itu pasti. Aku perempuan, dan aku lebih peka. Aku lebih sakit menahan perasaan ini. Aku tidak mengerti bagaimana caranya aku melupakanmu, bahkan setelah aku berpacaran dengan orang lain pun aku sama sekali tidak pernah mencintai orang tersebut, aku jahat. Ntahlah. Tapi itu yang benar-benar aku rasakan.
“mikha.. kamu dimana? Aku kangen, butuh kamu”
Pesan terkirim. Lama aku menunggu balasanmu, bahkan kau tidak membalas pesanku, aku tetap merasa bersalah soal malam itu, aku bingung. Apa yang harus aku lakukan, sementara aku benar-benar tidak suka mikha melakukan hal itu. Waktu itu memang sudah menunjukkan pukul 01.45 wib. Tapi aku belum bisa tidur dikarenakan aku memikirkan mikha.
#
“kotak musik ini disimpan ya?” mikha memberikan kotak musik itu di waktu ulang tahunku yang ke 9 tahun, aku senang sekali. Dia sangat tahu aku begitu menyukai sesuatu yang berbau dengan musik, aku memang tidak bisa bermain alat musik seperti dia, tapi dia selalu menjadi orang yang paling berusaha untuk mengajariku bermain alat musik. Walaupun hanya sekedar pianika.
Dari kecil aku dan mikha memang sudah bermain bersama, tertawa bersama, mikha marah sekali jika tahu kalau aku menangis dan ada yang mengganggu. Dia akan sangat khawatir jika aku sakit. Tiap pagi, dia selalu menjemputku dengan sepedanya, dia bersedia memboncengku di belakang.
Pernah suatu ketika, hujan turun dengan derasnya. Di jalan, mikha sibuk dan khawatir aku sakit. Akhirnya kita berhenti di salah satu pohon besar. Mikha memberikan jaketnya yang sebenarnya juga sudah hampir basah semua ke tubuhku, mikha memegang tanganku, dia bilang jika tanganku di usap-usap seperti itu, dinginnya tidak akan terlalu terasa, mikha berkilah dia di ajarkan oleh mamanya. Lucu, itu lucu. Seorang bocah umur 9 tahun. Mentary seakan enggan untuk muncul dan digantikan oleh awan hitam yang dipayungi hujan, dia sekan memberi restu pada kami untuk menikmati aroma hujan yang turun diantara beberapa pohon cemara.
“nanti kalo udah besar, kita bakalan ketemu lagi disini. Eh, kamu harus satu sekolahan terus sama aku” mendengar kata-kata mikha aku terdiam. Ya jelas sekali, aku tidak akan bisa bersekolah terus bersama-sama dengannya, dikarenakan selesai sekoah dasar, aku harus bersekolah di jerman. Aku hanya tersenyum, tanpa mengiyakan perkataannya.
#
“kamu kenapa harus bohong, kenapa harus pegi diem-diem gitu. Kenapa harus nitipin kotak musik itu lagi ke aku. Kenapa kamu gak mau bawa kotak musik itu, kenapa kamu selalu mengambi keputusan sendiri tanpa biang dulu sama aku. Dan sekarang, kamu mau tunagnan, kenapa gak bilang, kamu itu kayak hantu tahu gak, kamu pergi dengan diam, kamu datang dengan diam, kamu pergi lagi sekarang dengan diam.”
“pergi kemana?” tanyaku
“pergi ke hati orang lain, sementara kamu gak tahu kalau selama ini aku bener-bener setia nunggu kamu. Ntahah, aku bingung. Sepertinya perasaan ini yang udah lama aku pendem Cuma aku aja yang ngerasa, kamu gak tahu. Dan gak akan pernah tahu. Kamu lemah, untuk semua kepekaan ini. Kamu menjadi mawar merah yang indah tetapi sebenarnya kamu nyakitin dengan segala duri yang ada disekelilingmu”
Plakk… sebuah tamparan keras mendarat di pipi mikha. Dengan sigap tanganku seakan tahu jika semua perkataan mikha itu terlalu sakit untuk didengar. Mendung menjadi teman terbaik sore hari itu. Aku masih dengan kekakuanku. Melibatkan sekelumit janji yang pernah terurai. Airmata membuncah hadir dengan sangat derasnya di lekukan pipiku. Mikha hanya diam, memegangi pipinya yang memerah. Ada mendung yang juga sangat terasa di wajahnya, lembayung yang menjadi saksi juga marah dengan stuasi itu. Senja yang memancar juga marah dan tidak ingin memperihatkan warnanya.
Aku marah dengan mikha, tidakkah dia tahu seberapa besar aku menahan rasa ini selama hampir 11 tahun kami berpisah, tidakkah dia tahu aku menunggu ucapannya kali ini. Aku menunggu dia mengutarakan dan mengucapkan perasaannya terhadapku. Kenapa disaat Aga saudah dengan hatinya yang tulus muncul dihadapanku dia baru mengutarakan perasaannya dan seakan menjadi maaikat yang selama ini menungguku.
#
Mikha menangis di depan rumahku, dia membawa gitar kecil yang tidak lain adalah ukulele kesayanganya dan sebuah pianika kecil. Aku keluar, aku merasa aneh melihat tingkah mikha pagi itu.
“main ini bareng aku ya, kita nyanyi lagi. “
“kamu kenapa? Nangis kenapa? Nyanyi.. somewhere over the rainbow lagi”
“iya, terus kita nyanyi lagu sheila, sahabat sejati”
“hapal?”
Mikha tersenyum, aku menyuruhnya duduk di depan beranda rumahku. Aku mulai memainkan pianika mengeluarkan nada-nada lagu somewhere over the rainbow, mikha menangis. Ntah apa yang membuatnya menangis. Aku masih bingung, tapi aku terus memainkan lagu itu, setelah itu mikha juga memainkan ukulelenya menyanyikan lagu sahabat sejati.
#
“makasih buat selama ini udah jadi temen terbaikku. Ini kotak musiknya aku titipin ke kamu. Kamu jaga ya, suatu saat kita ketemu, kamu harus tetap simpan ini dan bakalan aku minta lagi. Gonne miss you mikh.. .. –Fatin “ 
Mulai sejak aku menuliskan surat itu, aku dan mikha tidak pernah berkomunikasi lagi. Sampai 4 bulan lalu aku kembali, ke rumah itu. Rumah dimana pernah aku tempati. Untuk beberapa minggu aku tinggal disitu, aku belum berani menemui mikha. Hanya mengintipnya dari balik jendela. Setiap mikha pulang kuliah, setiap mikha keluar dengan membawa gitarnya.
Hal itu terus aku lakukan, sampai suatu ketika, aku sedang asyik mengintipnya dari balik jendela dan tiba-tiba, ada sosok mikha tepat di hadapanku, tepat di depan kaca itu. Dia tersenyum. Aku menangis dan langsung keluar memeluknya. Dia membelai mesra rambutku, sesekali dia menarik nafas panjang, mengatur suaranya yang mulai tersendat dikarekan menahan tangis. Saat aku melepas pelukannya betapa kagetnya aku, dia membawa kotak musik yang selama ini aku minta dia untuk menjaganya.
Mikha…..
#
Aga seorang pria yang dengan segala ketulusannya selalu membuat hari-hariku bahagia selama kami berkuliah di jerman. Dia menjadi satu-satunya pria yang sama sekali mengerti keadaanku. Tapi untuk kali ini, aku marah karena dia sudah ketahuan berselingkuh dengan wanita lain. Mikha mengetahui hal itu dan mulai menjadi seorang superhero di depanku.
“brengsek, kau apakan fatin. Ini untuk semua yang sudah kau lakukan dengannya. Untuk sebuah pengkhianatan” satu buah tinju melayang keras ke wajah aga. Aku yang melihat kejadian itu hanya menangis, aku jelas membela mikha. Dia sahabatku. Tapi aku marah dengannya dikarenakan dia selalu menjadi orang yang sok benar dan sok paling tahu dengan keadaanku.
Sesampainya dirumah emosi itu tidak tertahankan lagi, kotak musik itu aku banting di hadapannya. Dan mikha langsung terdiam, dia menangis dan keluar dari rumahku.
“mikha..” aku menjerit memanggil namanya. Tetapi, mikha tidak menggubris semua teriakanku. Mikha pergi dengan segala amarahnya. Dan aku hanya bisa menangis sambi terus mengutip bagian dari kotak musik kesayangan kami menjadi satu. Kotak musik itu hancur. Dan mikha, hati mikha juga pasti hancur melihatnya.
#
“tadi malam aku udah tidur, aku mau ketemuan sama kamu”
Mikha membalas pesanku. Sesuai kemauannya aku dan mikha bertemu. Dia membawakan sebuah kotak musik baru, dia memberikannya lagi kepadaku. Kali ini ada seuah surat didalamnya, dan beberapa not lagu. Hasil ciptaannya.
“kamu tahu aku marah, kamu tau selama ini aku udah berusah untuk jaga perasaannku, aku tahu selama ini aku sama sekali tidak berarti apa-apa di hati kamu. Tapi itu tidak berlaku dihatiku. Kamu tetap menjadi fatin resya yang selalu ada di hati aku. Will you marry me?”
Aku memeluknya, aku menangis sekuat-kuatnya, ternyata perasaan kagum yang berubah menjadi butir-butir cinta yang manis itu memang tidak sia-sia dan dia memberikan hatinya juga untukku. Terima kasih oleh waktu yang tetap menjaga alurnya untuk tetap indah. Awal yang dimulai dari ketidak tahuan oleh mega, menjadi warna dalam gelap. Akan ada satu lukisan indah yang kami beri nama ketulusan dan akan ada satu kata yang tidak akan pernah terpisah oleh apapun bernama kesetiaan.
#

Tuesday, October 29, 2013

Seribu Kisah Untukmu Senja



Seribu Kisah Untukmu Senja
Karya Nanda Risanti

Hidup itu gelap saat aku benar-benar kehilanganmu. Aku merasa senja yang paling aku kagumi tidak bersahabat semenjak awan gelap selalu mengunjungi langit sore. Jika aku benar-benar kehilanganmu aku berharap masih ada pelangi yang masih mau menemaniku, namun kenyataannya pelangi juga enggan memberikan warnanya untuk sekedar menghiburku yang baru saja kehilanganmu. Sungguh pun memang aku tidak akan pernah bertemu denganmu, aku selalu berharap langit masih memberikan awannya untuk kupinjam hanya untuk sekedar bercerita tentang hal yang pernah aku jalani denganmu. Kisah ini kupersembahkan untuk orang yang paling aku sayang hingga saat ini, untuk orang yang selalu mau meminjamkan bahunya disaat aku benar-benar kehilangan arah.
Cinta memberikan aku aroma madu saat aku benar-benar merasa bahagia, namun cinta memberikan aku rasa pahit saat aku benar-benar kehilanganmu. Sungguh ini bukan irisan hati yang terluka, hanya irisan hati yang mencoba menumpah ruahkan perasaanya untuk sekedar dibagi kepada langit luas.
Bisa mengenalmu adalah suatu hal terindah yang patut aku syukuri. Aku pernah mengenal banyak pria dalam hidupku, tak terkecuali dirimu. Namun, memilihmu untuk yang aku sayang hingga saat ini adalah hal paling terindah yang sangat tak terbayangkan. Mungkin kedengarannya berlebihan jika aku mengatakan hal itu, jika mengingat masa perkenalan dan dilanjutkan hingga pada masa pacaran kita yang relatif singkat. Pertemuan kita di awali karena ketidak sengajaan, dirimu memiliki kesamaan dengan salah seorang yang pernah ada di hatiku. Sahabatku mengenalkanmu denganku lewat foto di jejaring sosial facebook. Awalnya hanya iseng, kau sudah pernah melihat wajahku meski hanya dari foto, tapi aku, sama sekali belum pernah mengenalmu, bahkan dari foto sekalipun. Sahabatku selalu memuji dirimu di depanku, meski setelah aku kehilangan orang yang dia anggap mirip denganmu. Tapi, ada hati lain yang sempat mendekatiku sebelum aku mengambil keputusan untuk mau mengenalmu. Satu bulan lebih kita tidak pernah berkomunikasi, hanya dari sahabatku aku bisa mendapatkan kabar darimu. Setelah aku tahu, hati yang hanya sepintas lewat itu tidak benar-benar memberikan hatinya untukku, aku mencoba untuk mau mencoba mengenalmu. Aneh memang, aku seperti memanfaatkanmu untuk bisa menghibur diriku dari kekecewaanku, karena orang yang dekat denganku tidak sesuai keinginanku. Tapi, kau masih ada niat baik untuk masih mau menanggapi sms atau miscall dariku. Aku sempat tidak percaya bahwa kau sedang tidak sendiri. Namun, kau berulang-ulang kali meyakinkan aku dengan semua perkataanmu.
“Kenapa sih Nda gak pernah mau ketemu sama Imam?” tulis dia di pesan.
“Nda takut Imam bakalan lari kalo ketemu sama Nda.” Balasku
Sejak saat itu, akhirnya kita mulai berkomunikasi lewat sms atau sekedar nelpon. Aku tidak pernah mau sms dirimu pertama kali, sebelum kau yang pertama kali sms aku. Aku pura-pura cuek atau jaim jika kau sms atau menelponku. Aku sadar sebenarnya kau tahu gelagat kesengajaanku. Namun, kau masih mau mengalah untuk memulai sms atau telpon. Itu hal unik yang membuat aku mulai luluh. Apalagi ketika kau membalas sms dengan kalimat seperti ini :
“udahh ahh, gag usah pura² jaim gitu. Mam tw lg, Nda tuh sebnarna lagi senyum² sndri skrg. J
Aku tertawa melihat balasan sms dari dirimu. Sebenarnya apa yang kau katakan benar. Satu bulan sudah kita menjajaki hati, istilah kerennya adalah PeDeKaTe. Aku tahu sebenarnya kau sudah mulai ada rasa ketertarikan denganku. Bukannya aku GR, tapi aku juga sebenarnya merasakan hal yang sama. Aku menyimpan soal kedekatan kita dari sahabat-sahabatku di kampus. Sampai pertemuan kita pertama kali pun hanya aku, sahabatku dirumah yang tahu. Aku ingat saat pertama kali kau datang ke rumahku. Hari itu malam minggu, kau baru pulang kuliah dan kelihatan lelah.
“Nda dimana, Imam udah ada di depan gang Nda” katamu di telpon
Aku bersama sahabatku Yuli, datang menemuimu di depan gang rumahku aku hanya mengenakan celana pendek dan baju panjang warna pink.
Begitu melihatmu pertama kali kau tahu apa yang terlintas dibenakku, “yakin dia udah kuliah, kok wajahnya seperti anak-anak usia 16 tahun yang belum tamat SMA ya” kataku dalam hati. Kau megenakan kaos bermotif garis-garis hitam putih bertangan panjang. Tas ransel berbentuk kotak berwarna ungu. Dan sepatu cats berwarna putih. Keren, tampan, nampak memang kau sepertinya masih kuliah.
Aku mengajakmu untuk masuk ke dalam rumahku, tapi kau bersikeras tidak mau. Malu, kau katakan padaku. Tapi, aku mencoba meyakinkanmu bahwa tidak akan ada yang melihat, karena hanya kita berdua dan adikku di dalam rumah. Lagipula saat itu, ayah dan ibuku juga tidak ada di rumah.
Sejak pertemuan itu, kita jauh lebih akrab, apalagi saat kau berada didalam rumahku, aku mendapatimu sering melirikku atau sekedar melempar senyum.
“Apa sih ngelihatinnya gitu banget” kataku
“Hmm, gag boleh ya. Memang ada yang marah kalo imam ngelihatin Nanda kayak gini” rayumu
“Gag, kalo mau ngelihatin mesti bayar dulu” kataku manja.   
Kau terseyum. Lebih dari dua jam kau berada di rumahku, namun tidak suatu interaksi menarik yang terjadi. Kita berdua sama-sama diam, tidak tahu berbuat apa. Aku sibuk dengan hp ku, sehingga kau marah dan ngambek.
“Kalo Imam datang hanya untuk merhatiin Nda maen Hp, untuk apa Imam ke sini” katamu mengambil tas dan bersiap-siap untuk pulang.
“Iya, gag maen hp lagi”
Aku suka sekali kau marah saat aku memainkan hp didepanmu. Padahal saat itu, kita belum ada hubungan apa-apa. Namun, sebenarnya aku tahu kau sudah menganggapku lebih dari sekedar teman atau orang yang sedang menjajaki hubungan.
Besoknya kau menelponku. Kau menanyakan padaku apakah aku tidur dengan nyenyak. Aku menjawab lebih daripada nyenyak, malah mimpi indah. Kau tertawa. Beberapa saat kemudian sahabatku dari kampus menelponku bahwa salah satu hasil karyaku dimuat di salah satu media cetak di kota Medan. Aku memberitahukannya padamu. Kau mengatakan bangga terhadapku. Tapi, aku malah terdiam dan termenung. Kejadian itu sama dengan kejadian saat aku baru pertama kali mengenal salah seorang pria yang pernah mengisi hatiku setahun lalu. Aku takut trauma itu datang lagi, aku takut kejadian yang sama akan kau perbuat kepadaku sama dengan mantanku.
Namun kau meyakinkau bahwa tidak akan ada persamaan antara kau dengan dia. Kau mengatakan bahwa kau berbeda dengannya, kau adalah kau, dan dia adalah dia.
Aku pernah berikrar bahwa aku tidak akan bisa jauh darimu, barang sedetikpun. Sejak aku mengatakan hal itu, kau tidak pernah absen untuk menelpon walau untuk menanyakan kabarku. Atau jika kau benar-benar merasa aku benar-benar takut kehilanganmu, kau datang menemuiku.
Sesungguuhnya aku tidak pernah mengharap kau untuk ada di setiap waktu dan kegiatanku. Namun, kau berusaha untuk selalu ada kapanpun aku mau. Sebuah kejadian kecil dan unik ini misalnya, semua sahabatku tidak ada yang tahu kalau kita sudah resmi jadian. Jumat pagi itu, aku bergegas untuk datang ke rumah salah satu sahabatku, Yani. Rumahnya didaerah Marelan. Cukup jauh dari rumahku. Awalnya kau mengizinkan aku pergi. Tapi, ketidakpercayaanmu membuat aku sedikit kesal. Setiap waktu dan menit kau menelponku. Hingga akhirnya kau benar-benar marah dan berniat menjemputku.
“Sebenarnya mimi dimana sih? Kok banyak suara ribut-ribut gitu. Mimi lagi sama cowok pasti kan?” tanyamu melalui telpon
“Gak loh pi, mimi lagi di rumah yani” jelasku
“Dimana? Biar pipi jemput aja. Pipi gag tenang kayak gini. Sekarang pipi pergi, ntar kalo udah sampe Marelan, pipi telpon mi lagi. Kasih tahu alamat jelasnya” ungkapmu panjang lebar
            Belum sempat aku menyuruhmu untuk jangan datang menjemputku, kau sudah menutup telponnya. Ketika aku mencoba menelponmu kembali, telponmu malah susah dihubungi. Aneh memang, kau sekhawatir itu denganku. Padahal jika boleh jujur, justru aku yang takut kau melirik perempuan lain. Karena kau tahu betul aku tidak sebanding denganmu.
            Satu jam kemudian kau datang, tepat waktu pikirku. Kau menelponku menanyakan dimana alamat rumah sahabatku yang jelas. Aku memberitahumu tanpa mematikan telpon. Hingga kau benar-benar sudah sampai di depan gang rumah sahabatku.
“cepet ya mi. Pipi udah chape. Mimi dimana sih? Kita langsung pulang ya.”
“iya, ni lagi di jalan mau keluar. Sabar ya pi”
            Setelah aku tepat didepan gang dan melihatmu, kau tahu aku benar-benar merasa kagum. Semakin sayang denganmu. Padahal kau tahu, sewaktu kau di dalam perjalanan, hujan sempat mengiringi kebahagiaan yang sedang kita bina. Sedang kita burai satu per satu bahagia ini untuk mampu dijaga setiap langkah demi langkah. Kau tersenyum ketika melihatku. Kau mengikutiku dari belakang ketika hendak masuk ke dalam rumah sahabatku. Namun, di  tengah perjalanan sekumpulan pemuda di daerah rumah sahabatku menggodaku.
“haii, yang pke switer abu-abu” goda salah satu dari pemuda itu
Aku diam, namun mereka mencoba terus menggangguku
“sombonk ya. Anak mana sih?”
Aku tersenyum dalam hati dan berkata “aneh, apa mereka gak tahu ya kalo yang dibelakang aku ini pacar aku”. Aku melirik ke belakang, kau tersenyum. Mungkin kau juga merasa aneh. Hmm, sekelumit kisah ini menjadi pengalaman unik pertama yang aku lewati denganmu. Masih banyak hal-hal lain memang yang akan aku ceritakan hanya untuk sekedar berbagi kebahagiaan.
Satu bulan kemudian, kau memberikan kejutan terindah. Kau menjemputku di kampus. Padahal aku belum pulang sebenarnya. Namun kau mengancam jika aku tidak ikut dirimu pulang, kau tidak akan pernah mau lagi menjemputku. Akhirnya aku izin tidak masuk satu mata kuliah terakhir karena mau menemuimu. Aku bingung kenapa kau tiba-tiba secepat itu ingin bertemu denganku. Kau masih menggunakan pakaian dinas atau pakaian resmi kantormu. Ganteng dan keren sih. Tapi, risih. Kesannya aku pacaran sama om-om tukang kredit.
Kau mengajakku untuk jalan-jalan. Tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Tepat disalah satu jalan kau berhenti di bawah pohon besar dan rindang.
“sayang pake jaket ini ya. Biar gak kena hujan mimi” sambil membuka jaketnya untuk dipakaikan ke tubuhku.
Sumpah meleleh hatiku. Begitu istimewanya diriku di matamu. Aku tahu itu memang salah satu bentuk tanggung jawabmu karena telah mengajak aku pulang. Karena sebelumnya aku pernah ngomong kalo aku belum sholat, kau mengajakku berhenti di salah satu mesjid di jalan karya. Subhanallah, kau begitu tanggung jawab. Kau menungguiku saat aku sedang mengambil air wudhu. Ketika aku selesai, kau mengajakku untuk sholat berjamaah, karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Kau tahu, baru dirimu yang pernah mengajakku sholat secara berjamaah. Ketika hendak keluar mesjid, aku terjatuh. Tepat dihadapanmu. Aku tahu kau juga malu melihatku yang ceroboh ini, namun kau menarikku dan memegang tanganku. Sambil berbalik badan aku mengatakan sesuatu padamu.
“sayang malu mimi”kataku sambil memelukmu
“udah gak apa-apa, kenapa bisa jatuh tadi?”
Aku terdiam manja. Kau menyuruhku duduk karena hujan belum berhenti. Begitu hujan berhenti, kita langsung pulang. Namun, malam harinya, kau menyuruhku untuk mandi dan dandan yang rapi. Aku tidak tahu kita mau kemana. Ketika aku sudah siap dan bergegas pergi, kau membisikkan sesuatu ke telingaku “pipi sayang mimi”. Ternyata kau mengajakku ke tempat pertama kali kita makan bareng dan resmi jadian. Aku menyebut tempat itu siomay kakek, karena memang yang berjualan adalah seorang kakek-kakek. Aku tersenyum, dan kau mulai memegang tanganku.
“sayang, happy aniversary yang ke satu bulan ya”
Apa,, aniversary ke satu bulan. Aku saja hampir lupa. Tapi, kau mengingatnya. Aku bahagia, sangat bahagia.
Waktu menjadi teman terbaik bagiku saat aku menghitung mundur pertemuan kita. Saat aku menghitung berapa lama kau berada didekatku, jika aku merindukanmu. Kau seperti khayal yang selalu memberikan imajinya untuk sekedar singgah di dalam pikiranku. 

Perihal Gincu dan Dua Kartu Mati Part 2

By Nanda Risanti @Nandarisanti

Cerpen ini lanjutan dari cerpen Mentary yang bisa dilihat disini => http://pendongengkenangan.blogspot.com/


Malam sudah merobek-robek harga diri wanita malang itu, laksmi. Dia seakan menutup pintu malunya malam itu hanya untuk mendapatkan uang, menjadi wanita yang sangat suci hanya untuk mendapatkan uang, yang digunakan untuk membayar uang sekolah anaknya, membelikan kado untuk rini, memberikan mainan baru untuk kunto. Sekedar menjadi wanita penghibur nafsu lelaki hidung belang, biarpun penyakit kanker rahim itu sudah banyak yang mengetahui. Laksmi sengaja berpindah-pindah tempat, pakaian seksi, sesekali bersiul untuk memanggil pelanggan, sesekali memainkan tangannya, memeletkan lidahnya, memainkan bibirnya yang merah dengan gincu. Namun tetap tidak ada lelaki yang bersedia memakai jasa tubuhnya. Ntahlah, dunia begitu kejam malam itu. Tuhan seakan menjadi saksi betapa dia benar-benar merindukan pungguk kesejahteraan, hanya untuk membahagiakan keluarganya tanpa menjadi seorang wanita penghibur.
“sudahlah kak laksmi, jangan terlalu memaksakan kehendak. Kak laksimi sudah terlalu tua untuk hal ini. Apalagi penyakit yang sudah menggerogoti sebagian tubuh kakak. Carilah pekerjaan yang lebih baik” ucap seorang wanita yang datang menemuinya dengan rokok ditangannya.
Sarah, ya namanya sarah. Dia menjadi satu-satunya wanita penghibur yang mau berteman dengan laksmi. Sarah juga tahu bahwa laksmi memiliki anak-anak yang –anak yang harus dibiayai. Namun laksmi tidak mengindahkan kata-kata dari Sarah. Suara jangkirk-jangkrik menjadi teman dan musik terbaik untuk sebuah malam jahat yang selalu mengurung kebahagiaan laksmi. Dia pun pulang dengan sejumput sedih dan rasa bersalah karena tidak bisa menepati janjinnya kepada kedua buah hatinya.
#
“kemarilah rini, kunto, apa kalian tidak rindu dengan ayah kalian ini hah !!” pria mabuk itu masih menggoda-goda  kedua buah hati laksmi yang juga kedua buah hatinya untuk membukakan pintu rumah.
Sementara itu, dari kejauhan dengan tergontai laksmi berjalan menuju rumahnya. Sambil menenteng sepatunya higheels nya. Melihat sesosok pria yang ada di depan pintu rumahnya sedang menggoda-goda anaknya, laksmi kalap. Dengan higheelsnya dia memukulkan kepala pria itu.
“dasar laki-laki brengsek, mau apa kau kesini. Sudah ku bilang jangan ganggu kami lagi”
Pria itu langsung menaikkan emosinya, dia memukuli wanita itu. Dengan suara tangisan yang terisak, lelaki itu pun masih belum menghentikan kekejiannya. Sampai akhirnya, dari kejauhan terdengar adzan subuh. Pria jalang itupun meninggalkan wanita malang itu dalam keadaan berantakan.
#
Seorang wanita menghadap ke kaca. Memoles wajah manisnya dengan bedak, membubuhi bibirnya dengan gincu merah, tebal. Dia lalu masuk kekamar mandi, melepas seluruh pakaiannya yang sedang dia pakai, menggantinya dengan rok mini dan juga kaos ketat. Menguraikan rambut panjangnya yang hitam dan tebal. Jemari-jemari lentiknya dengan lihai memoles bagian alis matanya. “aku siap” katanya dalam hati.
Dia berjalan disebuah mall dengan anggunnya. Handphone nokia 1600 miliknya berdering dengan kencang. “pelanggan” katanya lagi. Dia menghampiri seorang pria berkumis, dengan menggunakan kemeja, hanphone blackberry ditangan kanannya dan rokok di tangan kirinya.
“hay om”
“hay sayang, udah siap?” pria itu mengajak seorang wanita itu ke sebuah tempat tertutup, gelap. Hanya ada sebuah tv dan dua buah mic. Ya, itu KTV. Tempat karaoke. Perempuan itu mulai melayani seorang pria tua itu.
“sebentar, sentuh silahkan. Tapi kalo untuk tidur, maaf” kata wanita itu sambil menyentuh pipi pria tersebut dengan lembut sehingga membuat pria tersebut semakin terdorong untuk melancarkan aksinya. Sementara wanita itu hanya diam, sambil sesekali mengambil minuman beralkohol untuknya.
Hampir 2 jam wanita malang itu seakan menikmat nafsu dari pria berumis itu. Jijik, pasti. Dia bahkan lebih tua dari wanita itu, namun kekejian itu tidak ada bandingnya dengan kekejian perlakuan ayahnya sendiri.
“1 juta.. itu cukupkan?” pria tersebut mengeluarkan uang tersebut.
Wanita itu keluar, sebelum keluar dia merapikan pakaian dan rambutnya yang sudah acak-acakan. Sesekali dia tersenyum pahit, meringis. Merasa ini cara paling adil untuk membantu prekonomian keluarganya.
#
“kunto,, kak rini belom pulang ya?” tanya laksmi sambil tidur terus berbaring di tempat tidur. Menggunakan sarung lusuh, cangkir kaleng disampingnya. Obat-obatan yang sudah hampir habis. Kunto hanya terdiam, sambil terus membaca sebuah buku yang kertasnya sudah berwarna coklat itu.
Rini, ya rini. Rini menjadi seorang perempuan panggilan. Padahal usianya baru menginjak 16 tahun. Untuk menghidupi keluarga dan juga membiayai sekolahnya. Tidak ada yang tahu soal ini, kecuali teman-teman dekatnya. Rini seakan jijik dengan profesinya, tapi dia sama sekali tidak tahu apa yang mesti dia lakukan, seakan dosa yang membayangi hanya sebagai penghias pikiran. Rona merah bahkan rasa perih jika pria yang menjadi pelanggannya sudah terlalu bernafsu untuk melumat bibirnya, untuk sekedar meremas apa yang ada di bagian tubuhnya, tapi itu tidak lebih sakit jika dia harus melihat ibunya meringis keaskitan atas kanker rahim itu. Selama pria hidung belang itu tidak meminta macam-macam, atau tidur dengannya dia akan menuruti semua kemauan pria tersebut. Dan sudah pasti, uang yang dia hasilkan juga akan lebih banyak.
Rini pulang dengan obat-obat ditangannya. Dan sebuah buku-buku baru untuk adiknya. Hidup sama sekali sudah memberikan petunjuk, apa yang harus orang lain lakukan. Deru angin yang senantiasa bisa saja dengan tiba-tiba menghancurkan rumah mereka. Itu yang menjadi bahan pertimbangan didalam pikiran rini untuk mau menjadi rini yang sekarang.
“darimana kau dapatkan uang untuk membeli semua ini rini?
“rini udah bilang jangan ditanya, rini kerja.”
“kerja apa, bisa beli obat semahal ini dan buku-buku itu”
“cukup bu, jangan tanya. Rini capek. Ibu cukup minum obat itu dan sembuh. Biar bisa kerja lagi untuk menghidupi rini dan kunto”
Wanita tua itu menangis, saat rini membalikkan badannya, sebuah gincu jatuh dari dalam tas rini. Laksmi langsung mengambil gincu tersebut, rini yang tidak menyadari bahwa gincu yang biasa dia pakai jatuh langsung pergi. Laksmi langsung memeriksa sisa-sisa gincu dan bedak yang selalu dia pakai untuk menjadi wanita penghibur dua tahun lalu. Tidak ada. Laksmi tidak menemukan gincu dan bedak tersebut. Laksmi marah. Marah dengan rini. Dia menjambak rambut rini, menampar rini, namun rini hanya diam. Ya, rini diam karena rini tahu itu suatu kesalahan. Tapi, kalau tidak seperti itu, bagaimana dia mendapatkan uang. Rini hanya menangis. Kenapa bahagia seperti menjauh dari keluarganya. Haruskah setan-setan itu berubah warna menjadi putih, atau malaikat-malaikat yang ada ditangan menjadi dayang-dayang didalam pikiran. Haruskah rini menjadi sesosok gadis pendiam yang diam dengan keadaan. Laksmi terjatuh. Dia terdiam, dia menangis sejeadi-jadinya. Sementara kunto hanya memeluk sebuah buku baru yang baru saja dibelikan rini untuknya.
Laksmi bangkit dan menyeret tubuh rini ke dalam sebuah kamar mandi kecil, dinding coklat, sebuah sumur yang sudah berubah warna menjadi hijau dikarenakan lumut, lantai yang licin. Laksmi langsung menyirami tubuh anaknya tersebut. “kau kotor rini. Kau masih kecil, kenapa kau lakukan ini” laksmi berucap sambil menangis.
“hentikan bu, kalau aku kotor, lalu ibu apa? Tidakkan ibu tahu kenapa aku melakukan itu semua. Aku hanya melayani pria-pria hidung belang itu, sama sekali tidak memberika mereka kenikmatan seperti yang ibu lakukan. Aku selalu menjaga apa yang mesti dijaga oleh setiap wanita bu. Jadi ibu tidak seharusnya melakukan hal ini”rini berteriak-teriak
Laksmi terdiam, dia merasa apa yang dikatakan rini benar. Dia merasa tidak bisa menjadi  seorang ibu yang baik untuk kedua buah hatinya. Banyak jalan yang harus dia pilih untuk sekedar menyuarakan isi hatinya. Dia seakan menjadi pagar untuk kebaikan yang dibuat anaknya. Menjadi penghalang atau bahkan malaikat pencabut nyawa jika tindakannya tadi terus dilakukan ke rini.
#
Langit gelap, mendung, gerimis turun dengan setia. Belum hujan. Tanah basah itu menjadi saksi pertemuan rini, kunto dan ibunya untuk yang terakhir kali. Setelah teror yang mereka alami dari ayah mereka.
“rini pergi bu, rini sama kunto mau pindah. Ibu hati-hati disini ya. Kami akan tetap berkunjung kesini kok lain waktu. Rini sayang ibu. Rrini akan jaga kunto bu.” Airmata itu pecah, rini menangis terisak, rini tidak kuasa meninggalkan makam ibunya. Tetapi dia tahu pindah dari daerah itu adalah satu-satunya jalan. Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi kesakitan, tidak ada lagi tangis jika dia pergi dari daerah itu. Hidup itu menjadi sangat kejam selama hampir 17 tahun rini hidup bersama ibunya, dia harus lahir dari seorang wanita tunasusila, selalu meliaht kekejian ayahnya yang bertindak sesuka hati terhadap ibunya, melihat ibunya melayani pria berhidung belang untuk sekedar menghidupi dirinya dan adiknya. Dan sekarang, hal yang sama sedang dia lakoni untuk biaya sekolah adiknya dan biaya melanjutkan hidup dan sekolahnya. Ini perihal gincu dan dua kartu mati, ya dua kartu mati. Perihal, Pilihan yang sulit, menjadi rini yang belum mengenal dunia yang sangat kejam, atau menjadi rini yang menjadi malaikat untuk keluarganya dengan cara yang tidak disukai malaikat. Mendung pada tangis dan duka yang menjadi tawaran dalam sebuah kehidupan. Menjadi lentera penerang untuk sebuah kata “maaf” .  ini perihal gincu dan dua kartu mati, seorang ibu wanita penghibur dan kini seorang anaknya pun sedang bergelut dengan kehidupan yang sama. Ini bukan suatu kesalahan, hanya sebuah fenomena kehidupan. Dimana ada hitam dan putih. Dimana hidup menjadi sebuah teka teki. Sebuah kupu-kupu malam itu suci, tetap dia kupu-kupu yang terbang dan muncul dimalam hari. Menjadi kupu-kupu malam itu tidak keji, mereka hanya melayani, mendapatkan uang, dan menghidupi keluarga mereka. Bahkan mereka lebih suci dari para koruptor yang bermobil mewah. Semua lakon kehidupan sudah dilakoni laksmi dan kedua buah hatinya. Sang sutradara pun sudah menentukan akhir ceritanya. Tuhan lebih memilih dia pergi.
Rini dan juga laksmi menjadi dua kartu mati yang berharga. Dua perempuan sebagai penentu sebuah kebahagiaan. Menjadi tawa dalam setiap tawar yang selama ini mereka rasakan. Tenang itu seakan menjadi teman dalam kehidupan rini dan kunto sekarang. Biarpun malaikat mereka sudah pergi untuk selamanya, hilang menjadi buiran debu dalam setiap cangkir kehidupan. Jalan memang hanya ada dua arah, lurus atau belok. Lurus saja juga tidak menjamin bahwa jalan yang kita pilih itu benar, untuk sampai ke tujuan, tetapi adakalanya kita harus belok untuk sekedar menghapal jalan. Tuhan adil dengan segala takdirnya.