Total Pageviews

Monday, November 25, 2013

Wanita Penikmat Sapa

Aku tepat duduk dibelakang bangku yang menghadap lurus kedepan. Masih sama, dia begitu sederhana dan mempesona. Ada jiwa kepemimpinan dalam dirinya, yang memang benar-benar tidak bisa aku jelaskan. Ada satu kekaguman dari dirinya yang memang aku simpan dan hanya aku yang tahu kenapa aku tiba-tiba mengaguminya. Andai dia tahu bahwa aku ingin sekali bisa dekat dengannya seperti teman-teman yang lain, yang bisa dekat dengannya. Tapi, sayang aku tidak punya keberanian dalam diriku. Tanganku seakan tahu jika ada getar yang berbeda dalam hatiku. Mulutku pun seraya ikut terkatup, aku sama sekali tidak bisa menegurnya, tidak bisa menyapanya, padahal hatiku ingin sekali saja aku menyebutkan namanya atau sekedar memanggilnya. Sekedar menyapanya, “selamat pagi..” tapi semua itu tidak bisa aku lakukan.
Lelaki berwajah sendu, yang selalu mengalihkan setiap pandanganku. Seperi saat ini. Saat dimana seharusnya ada bahagia, ada tawa. Namun, dia senantiasa memberikan luka.
#
Lelaki itu tertunduk lunglai. Di antar semuanya dial ah yang menjadi perhatianku untuk pertama kali. Disaat semuanya sibuk berdebat untuk memutuskan dimana kita akan tinggal, dia hanya terdiam sambil memegang dagunya, sesekali mengangguk tanda dia mengerti, atau sesekali menepuk pundak teman di sebelahnya yang sedang berkomentar. Ntahlah.. satu kata didalam benakku menggambarkan dia adalah “aneh”.
“perkenalan aja dulu” ucap seorang pria disampingku
Semuanya sibuk dengan memperkenalkan dirinya. Tiba giliran lelaki aneh itu, dan saat dia memperkenalkan namanya, “aku bayu..” semua pada tertawa. Iya, mereka tertawa dikarenakan suaranya yang sedikit cempreng seperti suara Donald duck. Haha.. aku hanya tersenyum, padahal yang lain sudah jelas sekali tertawa terbahak-bahak. Disaat semua menertawakannya, dia hanya menegakkan badannya dan membenarkan kerah beju kemeja putihnya. Gagah. Jelas, dia berkuliah di jurusan olahraga.
Hampir 2 jam kami bercengkrama, aku dan semua teman-teman baruku, sibuk membicarakan kapan dan apa yang harus dilakukan untuk kelompok kami. Aku pulang dengan keadaan taas yang berat dikaraenakan aku membawa laptop kesayanganku, sibuk dengan almamaterku, aku ribet. Saat aku menuruni anak tangga dengan segala keribetanku , lelaki aneh itu menepuk pundakku “eh, aku duluan ya” aku hanya bengong, sambil melihat tatapan dan senyumnya. Ahh, ini hari yang luar biasa. Aku memang bukan menyukainya, hanya masih penasaran.
#
Pagi itu, aku datang dengan tergesa-gesa, itu hari kedua setelah hari pertama perkenalanku di sekolah itu. Aku takut terlambat, rok hitam kebesaran, almamater kebesaran, sepatu higheels 5cm, aku merasa itu adalah saat menyebalkan karena aku harus menjadi bukan diriku. Aku memasuki sebuah rumah yang kami sebut posko, ada suara aneh itu sedang sibuk bernyanyi. Aku hanya tertawa dalam hati, dia lucu. Tapi aku masih belum berani untuk menegurnya. Salah satu teman perempuanku berteriak dari dalam kamar..
“bayu.. ini ada telpon. Dari umi”
“jangan diangkat, dibiarin aja. Ntar dikira kalian pacar aku.” Teriaknya dengan suara anehnya dari dalam kamar mandi.
“umi… masih pagi. Udah di telpon. Anak mami.. hahaha” celetukku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri. Lelaki itu, aahh.. dia pasti lelaki baik, lelaki yang penuh perhatian. Tapi, apa ini.. kenapa dengan perasaanku, kenapa tia-tiba aku tersenyum ketika menggerutu tentang dia. Sudahlah, mungkin karena dia terlalu sweet untuk ukuran mahasiswa jurusan olahraga yang pagi-pagi sudah ditelpon leh ibunya.
#
2 bulan, kejadian itu masih sama. Masih dengan ketidak beranianku untuk menyapanya. Terkadang, aku bingung, harus dengan apa aku menyapanya disaat pagi, apalagi sekarang aku tahu dia sedang menyukai salah seorang perempuan. Perempuan itu cantik, bahkan jauh lebih cantik dari aku. Aku minder pasti, dan kabarnya mereka sudah sering jalan bareng.
Semua berlalu tanpa kenangan-kenangan yang tersaji. Ada duka setiap aku hadir di sekolah namun aku tidak menemukan sosoknya, khawatir pun selalu menggantung bebas di pikiran. Sudah, semuanya sudah berakhir. Perasaan apa ini, ini Cuma rasa penasaranku kepadanya kenapa aku tidak bisa dan berani mennyapanya. Ahh,, baiklah. Aku harus bisa menyapanya, pikirku.
“bayu… tolong ambilkan pena itu donk. Itu punya aku.” Kataku kepadamu
“oh, bentar ya. Ini,” bayu menjulurkan sebuah pena sambil tersenyum kepadaku
Ya Allah, dia tersenyum. Apa ini, kenapa ini. Aku sudah berani menyapanya dan dia, dia tersenyum kepadaku.
“absen yuk..”ajakmu
Dia mengajakku absen, ini lebih gila dari yang aku bayangkan. Namun, dia tetap cuek. Cuek dan sama sekali tidak pernah bercandaan denganku seperti yang dia lakukan dengan teman-temanku yang lain. Kenapa, apa salahku, kenapa dia tidak bisa melakukan hal yang sama dengan teman-teman wanitaku yang lain. Ada bulir kesedihan dari raut wajahku ketika dia dengan santainya bermesraan atau bercanda riang dengan teman-teman wanitaku.
Kenapa dia gak pernah sadar, ada aku yang memperhatikannya. Kenapa dia tidak tahu, ada aku yang selalu sakit kalau tahu dia menjahili atau menggoda-goda teman wanitaku yang lain. Dia jahat. Tidak, tentu tidak. Dia tidak pernah tahu. Jadi dimana salahnya..
#
Ada cinta yang tersirat dalam diamku selama ini. Ada mendung yang tergambar dengan jelas dimataku saat tahu bahwa kau dengan dia. Sudah lama, bahkan selama ini aku rajin datang kesekolah, atau sekedar bahagia karena aku bisa mendapatkan jadwal piket yang harinya bersamaan denganmu, aku bahagia. Tentu. Karena aku yakin, kita bisa berada berdekatan tanpa jarak, di meja piket. Namuan, semua yang aku inginkan dan aku bayangkan seakan menjadi pecah. Karena semua kekhawatiranku menjadi nyata. Saat sore itu, kau dengan gagahnya maju ke depan, mengambil sebuah mic.
“jadi, teman kita ini ingin mengutarakan perasaannya terhadap salah satu teman kita juga”
Hah,. Sudah bisa aku pastikan kau ingin mengatakan dan mengutarakan perasaanmu terhadapnya. Aku mulai muncur teratur. Dari kursi itu. Aku sembunyi di balik panggung. Sambil seraya memainkan handphoneku. Aku masih mendegar temanku berucap. Tiba-tiba, duara aneh itu berbicara. Aku mulai panik. Jantungku berdegup kencang, ada tangis yang pecah. Dan tidak ada yang tahu. Aku merasa sendiri, padahal teman-temanku yang lain sudah sibuk berteriak “cie..cie..bayu..”
“aku suka sama dia, dari awal kita ketemu. Dari awal aku tahu dia anaknya gimana. Dari awal aku tahu, dia manja, dia cengeng, dia panikan, dia lucu. Tai itu semua gak penting. Aku suka sama dia karena dia ramah. Aku gak pernah tegur-teguran sama dia, gak pernah berbicara, aku gak pernah menyapa dia karena aku takut, yang aku tahu, dia udah punya pacar. Tapi, udah 3 minggu ini, dia putus sama pacarnya. Dan aku merasa, ada kesempatan untuk aku. Meskipun aku sama dia gak pernah berbicara, bercandaan bareng, tapi aku tahu tentang dia lewat sahabat-sahabatnya, tanpa dia tahu aku selalu nanya tentang dia.”
Aku bingung, mulai bingung, dan dengan kebingunganku itu, tanpa sadar, sudah ada banyak mata yang memperhatikanku. Mereka tersenyum kepadaku, aku semakin bingung. Dengan berlinangan airmata, aku menutup mulutku. Seakan aku tidak ingin mereka tahu, bahwa aku sedang takut. Aku sedang sedih karena akan tahu cowok yang selama ini aku kagumi mau mengutarakan perasaannya ke perempuan yang sedang dia dekati.
“Cewek itu bernama Andara ralinesyahputri. Atau biasa dipanggil dara. Dara, aku tahu kamu dibelakang panggung, kalau kamu gak mau nemuin aku di depan, aku yakin kamu denger aku. Dan aku akan tetap bilang”
Salah satu teman terdekatku, wina, dia memelukku. Dia tahu perasaanku, dia bingung. Tapi aku jauh lebih bingung, dan akhirnya semua teman-temanku menyruhku ke depan panggung. Dengan mata yang sudah memerah di karenakan tangisanku yang pecah, dia .. ada apa dengan dia. Kenapa dia. Semua itu berkecamuk di pikiranku.
“kamu, maaf. Di depan semua orang yang masih ada di sini. Sore ini, aku mau bilang. Kamu mau gak jadi pacar bayu?”
Aku hanya terdiam, sementara teman-temanku sudah sibuk dengan berteriak-teriak “terima” sedang aku masih berdiri kaku. Wina, seraya memegang tanganku. Tanpa pernah meninggalkanku.
“aku, kenapa aku. Bukannya kamu sama ..”
Belum sempat aku meneruskan kata-kataku, dia mengahmpiriku, dengan semakin dekat kearahku.
“aku sama dia gak ada apa-apa. Aku Cuma minta tolong dia soal tugasku. Sekarang kamu jawab aja. Kamu mau atau gak jadi pacar aku?”
Sekali lagi, tangisanku pecah. Aku hanya bisa menunduk. Menunduk malu. Menunduk karena kenapa aku bodoh sekali. Tidak pernah menyadari perasaannya. Saat aku tengah menangis, dia maju selangkah dan memelukku.
“kok kamu nangis sih, kan kamu Cuma tinggal jawab. Cengengnya kelewatan deh..” sambil mengelus kepalaku
Saat dia melakukan hal itu, teman-temanku yang lain yang masih berada di pekarangan sekolah, karena acara sebenarnya sudah selesai dan tinggal ada beberapa puluh orang, semakin menyorakin ku. Saat dia tengah memelukku, aku hanya bisa memukul-mukul pundaknya dengan manja.
“kamu kenapa gitu, selama ini cuek sama aku.. selalu goda-godain temen-temen cewek kita, aku cemburu sebenarnya. Tapi, kamu gak peka. Jahat banget tahu gak”
“aku takut, kan kamu masih punya pacar kemaren-kemaren. Tapi dari wina aku tahu, kamu punya perasaan sebenarnya dengan aku. Di hari ini, hari terakhir ini, aku Cuma mau bilang, aku mau kamu jadi pacar aku. Dan jawab sekarang”
“kayaknya gak perlu aku jawab juga kamu udah tahu.. iya aku mau..”
Dia melepaskan pelukannya. Sambil memegang tangan kananku, dan menyodorkan mic ke arahku.
“coba ulangi, kamu jawab apa. Kamu mau gak jadi pacar aku”
Aku hanya mengangguk. Aku tahu, tidak akan ada kesalahan terbesar pun yang tidak bisa kita rubah. Termasuk hati, ketika aku salah dalam menafsirkan artinya, dia begitu mengerti bahwa tidak aka nada yang salah dengan pilihan dan kata hati. Hanya kita bingung memaklumi isinya. Cuma Allah yang tahu bagaimana aku bahagia memiliki dia dan tahu bahwa perasaan kami sama.


No comments:

Post a Comment