Aku tepat duduk dibelakang bangku
yang menghadap lurus kedepan. Masih sama, dia begitu sederhana dan mempesona. Ada
jiwa kepemimpinan dalam dirinya, yang memang benar-benar tidak bisa aku
jelaskan. Ada satu kekaguman dari dirinya yang memang aku simpan dan hanya aku
yang tahu kenapa aku tiba-tiba mengaguminya. Andai dia tahu bahwa aku ingin
sekali bisa dekat dengannya seperti teman-teman yang lain, yang bisa dekat
dengannya. Tapi, sayang aku tidak punya keberanian dalam diriku. Tanganku seakan
tahu jika ada getar yang berbeda dalam hatiku. Mulutku pun seraya ikut
terkatup, aku sama sekali tidak bisa menegurnya, tidak bisa menyapanya, padahal
hatiku ingin sekali saja aku menyebutkan namanya atau sekedar memanggilnya. Sekedar
menyapanya, “selamat pagi..” tapi semua itu tidak bisa aku lakukan.
Lelaki berwajah sendu, yang
selalu mengalihkan setiap pandanganku. Seperi saat ini. Saat dimana seharusnya
ada bahagia, ada tawa. Namun, dia senantiasa memberikan luka.
#
Lelaki itu tertunduk lunglai. Di antar
semuanya dial ah yang menjadi perhatianku untuk pertama kali. Disaat semuanya
sibuk berdebat untuk memutuskan dimana kita akan tinggal, dia hanya terdiam
sambil memegang dagunya, sesekali mengangguk tanda dia mengerti, atau sesekali
menepuk pundak teman di sebelahnya yang sedang berkomentar. Ntahlah.. satu kata
didalam benakku menggambarkan dia adalah “aneh”.
“perkenalan aja dulu” ucap
seorang pria disampingku
Semuanya sibuk dengan memperkenalkan
dirinya. Tiba giliran lelaki aneh itu, dan saat dia memperkenalkan namanya, “aku
bayu..” semua pada tertawa. Iya, mereka tertawa dikarenakan suaranya yang
sedikit cempreng seperti suara Donald duck. Haha.. aku hanya tersenyum, padahal
yang lain sudah jelas sekali tertawa terbahak-bahak. Disaat semua
menertawakannya, dia hanya menegakkan badannya dan membenarkan kerah beju
kemeja putihnya. Gagah. Jelas, dia berkuliah di jurusan olahraga.
Hampir 2 jam kami bercengkrama,
aku dan semua teman-teman baruku, sibuk membicarakan kapan dan apa yang harus
dilakukan untuk kelompok kami. Aku pulang dengan keadaan taas yang berat
dikaraenakan aku membawa laptop kesayanganku, sibuk dengan almamaterku, aku
ribet. Saat aku menuruni anak tangga dengan segala keribetanku , lelaki aneh
itu menepuk pundakku “eh, aku duluan ya” aku hanya bengong, sambil melihat
tatapan dan senyumnya. Ahh, ini hari yang luar biasa. Aku memang bukan
menyukainya, hanya masih penasaran.
#
Pagi itu, aku datang dengan
tergesa-gesa, itu hari kedua setelah hari pertama perkenalanku di sekolah itu. Aku
takut terlambat, rok hitam kebesaran, almamater kebesaran, sepatu higheels 5cm,
aku merasa itu adalah saat menyebalkan karena aku harus menjadi bukan diriku. Aku
memasuki sebuah rumah yang kami sebut posko, ada suara aneh itu sedang sibuk
bernyanyi. Aku hanya tertawa dalam hati, dia lucu. Tapi aku masih belum berani
untuk menegurnya. Salah satu teman perempuanku berteriak dari dalam kamar..
“bayu.. ini ada telpon. Dari umi”
“jangan diangkat, dibiarin aja. Ntar
dikira kalian pacar aku.” Teriaknya dengan suara anehnya dari dalam kamar
mandi.
“umi… masih pagi. Udah di telpon.
Anak mami.. hahaha” celetukku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri. Lelaki
itu, aahh.. dia pasti lelaki baik, lelaki yang penuh perhatian. Tapi, apa ini..
kenapa dengan perasaanku, kenapa tia-tiba aku tersenyum ketika menggerutu
tentang dia. Sudahlah, mungkin karena dia terlalu sweet untuk ukuran mahasiswa
jurusan olahraga yang pagi-pagi sudah ditelpon leh ibunya.
#
2 bulan, kejadian itu masih sama.
Masih dengan ketidak beranianku untuk menyapanya. Terkadang, aku bingung, harus
dengan apa aku menyapanya disaat pagi, apalagi sekarang aku tahu dia sedang
menyukai salah seorang perempuan. Perempuan itu cantik, bahkan jauh lebih
cantik dari aku. Aku minder pasti, dan kabarnya mereka sudah sering jalan
bareng.
Semua berlalu tanpa
kenangan-kenangan yang tersaji. Ada duka setiap aku hadir di sekolah namun aku
tidak menemukan sosoknya, khawatir pun selalu menggantung bebas di pikiran. Sudah,
semuanya sudah berakhir. Perasaan apa ini, ini Cuma rasa penasaranku kepadanya
kenapa aku tidak bisa dan berani mennyapanya. Ahh,, baiklah. Aku harus bisa
menyapanya, pikirku.
“bayu… tolong ambilkan pena itu
donk. Itu punya aku.” Kataku kepadamu
“oh, bentar ya. Ini,” bayu
menjulurkan sebuah pena sambil tersenyum kepadaku
Ya Allah, dia tersenyum. Apa ini,
kenapa ini. Aku sudah berani menyapanya dan dia, dia tersenyum kepadaku.
“absen yuk..”ajakmu
Dia mengajakku absen, ini lebih
gila dari yang aku bayangkan. Namun, dia tetap cuek. Cuek dan sama sekali tidak
pernah bercandaan denganku seperti yang dia lakukan dengan teman-temanku yang
lain. Kenapa, apa salahku, kenapa dia tidak bisa melakukan hal yang sama dengan
teman-teman wanitaku yang lain. Ada bulir kesedihan dari raut wajahku ketika
dia dengan santainya bermesraan atau bercanda riang dengan teman-teman
wanitaku.
Kenapa dia gak pernah sadar, ada
aku yang memperhatikannya. Kenapa dia tidak tahu, ada aku yang selalu sakit
kalau tahu dia menjahili atau menggoda-goda teman wanitaku yang lain. Dia jahat.
Tidak, tentu tidak. Dia tidak pernah tahu. Jadi dimana salahnya..
#
Ada cinta yang tersirat dalam
diamku selama ini. Ada mendung yang tergambar dengan jelas dimataku saat tahu
bahwa kau dengan dia. Sudah lama, bahkan selama ini aku rajin datang kesekolah,
atau sekedar bahagia karena aku bisa mendapatkan jadwal piket yang harinya
bersamaan denganmu, aku bahagia. Tentu. Karena aku yakin, kita bisa berada
berdekatan tanpa jarak, di meja piket. Namuan, semua yang aku inginkan dan aku
bayangkan seakan menjadi pecah. Karena semua kekhawatiranku menjadi nyata. Saat
sore itu, kau dengan gagahnya maju ke depan, mengambil sebuah mic.
“jadi, teman kita ini ingin
mengutarakan perasaannya terhadap salah satu teman kita juga”
Hah,. Sudah bisa aku pastikan kau
ingin mengatakan dan mengutarakan perasaanmu terhadapnya. Aku mulai muncur
teratur. Dari kursi itu. Aku sembunyi di balik panggung. Sambil seraya
memainkan handphoneku. Aku masih mendegar temanku berucap. Tiba-tiba, duara
aneh itu berbicara. Aku mulai panik. Jantungku berdegup kencang, ada tangis
yang pecah. Dan tidak ada yang tahu. Aku merasa sendiri, padahal teman-temanku
yang lain sudah sibuk berteriak “cie..cie..bayu..”
“aku suka sama dia, dari awal
kita ketemu. Dari awal aku tahu dia anaknya gimana. Dari awal aku tahu, dia
manja, dia cengeng, dia panikan, dia lucu. Tai itu semua gak penting. Aku suka
sama dia karena dia ramah. Aku gak pernah tegur-teguran sama dia, gak pernah
berbicara, aku gak pernah menyapa dia karena aku takut, yang aku tahu, dia udah
punya pacar. Tapi, udah 3 minggu ini, dia putus sama pacarnya. Dan aku merasa,
ada kesempatan untuk aku. Meskipun aku sama dia gak pernah berbicara,
bercandaan bareng, tapi aku tahu tentang dia lewat sahabat-sahabatnya, tanpa
dia tahu aku selalu nanya tentang dia.”
Aku bingung, mulai bingung, dan
dengan kebingunganku itu, tanpa sadar, sudah ada banyak mata yang
memperhatikanku. Mereka tersenyum kepadaku, aku semakin bingung. Dengan berlinangan
airmata, aku menutup mulutku. Seakan aku tidak ingin mereka tahu, bahwa aku
sedang takut. Aku sedang sedih karena akan tahu cowok yang selama ini aku
kagumi mau mengutarakan perasaannya ke perempuan yang sedang dia dekati.
“Cewek itu bernama Andara ralinesyahputri.
Atau biasa dipanggil dara. Dara, aku tahu kamu dibelakang panggung, kalau kamu
gak mau nemuin aku di depan, aku yakin kamu denger aku. Dan aku akan tetap
bilang”
Salah satu teman terdekatku, wina,
dia memelukku. Dia tahu perasaanku, dia bingung. Tapi aku jauh lebih bingung,
dan akhirnya semua teman-temanku menyruhku ke depan panggung. Dengan mata yang
sudah memerah di karenakan tangisanku yang pecah, dia .. ada apa dengan dia. Kenapa
dia. Semua itu berkecamuk di pikiranku.
“kamu, maaf. Di depan semua orang
yang masih ada di sini. Sore ini, aku mau bilang. Kamu mau gak jadi pacar bayu?”
Aku hanya terdiam, sementara
teman-temanku sudah sibuk dengan berteriak-teriak “terima” sedang aku masih
berdiri kaku. Wina, seraya memegang tanganku. Tanpa pernah meninggalkanku.
“aku, kenapa aku. Bukannya kamu
sama ..”
Belum sempat aku meneruskan
kata-kataku, dia mengahmpiriku, dengan semakin dekat kearahku.
“aku sama dia gak ada apa-apa. Aku
Cuma minta tolong dia soal tugasku. Sekarang kamu jawab aja. Kamu mau atau gak
jadi pacar aku?”
Sekali lagi, tangisanku pecah. Aku
hanya bisa menunduk. Menunduk malu. Menunduk karena kenapa aku bodoh sekali. Tidak
pernah menyadari perasaannya. Saat aku tengah menangis, dia maju selangkah dan
memelukku.
“kok kamu nangis sih, kan kamu Cuma
tinggal jawab. Cengengnya kelewatan deh..” sambil mengelus kepalaku
Saat dia melakukan hal itu,
teman-temanku yang lain yang masih berada di pekarangan sekolah, karena acara
sebenarnya sudah selesai dan tinggal ada beberapa puluh orang, semakin
menyorakin ku. Saat dia tengah memelukku, aku hanya bisa memukul-mukul
pundaknya dengan manja.
“kamu kenapa gitu, selama ini
cuek sama aku.. selalu goda-godain temen-temen cewek kita, aku cemburu
sebenarnya. Tapi, kamu gak peka. Jahat banget tahu gak”
“aku takut, kan kamu masih punya
pacar kemaren-kemaren. Tapi dari wina aku tahu, kamu punya perasaan sebenarnya
dengan aku. Di hari ini, hari terakhir ini, aku Cuma mau bilang, aku mau kamu
jadi pacar aku. Dan jawab sekarang”
“kayaknya gak perlu aku jawab
juga kamu udah tahu.. iya aku mau..”
Dia melepaskan pelukannya. Sambil
memegang tangan kananku, dan menyodorkan mic ke arahku.
“coba ulangi, kamu jawab apa. Kamu
mau gak jadi pacar aku”
Aku hanya mengangguk. Aku tahu,
tidak akan ada kesalahan terbesar pun yang tidak bisa kita rubah. Termasuk hati,
ketika aku salah dalam menafsirkan artinya, dia begitu mengerti bahwa tidak aka
nada yang salah dengan pilihan dan kata hati. Hanya kita bingung memaklumi
isinya. Cuma Allah yang tahu bagaimana aku bahagia memiliki dia dan tahu bahwa
perasaan kami sama.
No comments:
Post a Comment