Total Pageviews

Sunday, November 3, 2013

Memory Kotak musik


Ada banyak cara untuk aku mengagumimu lebih dari sekedar sahabat, saat aku mulai tahu, perhatian-perhatian yang selama ini aku berikan itu bukan sekedar perhatian yang diberikan sahabat, melainkan perasaan seseorang yang sudah menganggapmu lebih dari sahabat. Aku marah saat tahu ada seseorang yang berusaha menyakitimu, aku sedih jika kau menangis memelukku bukan karena aku, ya aku menangis bukan karena apa-apa, tapi aku sedih karena tahu kau menangis untuk orang yang seharusnya tidak perlu kau tangisi. Sudah bertahan seberapa lama pun aku tetap menunggu kau menjawab rasa penasaranku untuk mau dibawa kemana hubungan kita. Malam semakin menunjukkan gelapnya yang pekat, saat aku berusaha untuk menelponmu. Tidak di angkat, aku khawatir. Itu pasti. Aku perempuan, dan aku lebih peka. Aku lebih sakit menahan perasaan ini. Aku tidak mengerti bagaimana caranya aku melupakanmu, bahkan setelah aku berpacaran dengan orang lain pun aku sama sekali tidak pernah mencintai orang tersebut, aku jahat. Ntahlah. Tapi itu yang benar-benar aku rasakan.
“mikha.. kamu dimana? Aku kangen, butuh kamu”
Pesan terkirim. Lama aku menunggu balasanmu, bahkan kau tidak membalas pesanku, aku tetap merasa bersalah soal malam itu, aku bingung. Apa yang harus aku lakukan, sementara aku benar-benar tidak suka mikha melakukan hal itu. Waktu itu memang sudah menunjukkan pukul 01.45 wib. Tapi aku belum bisa tidur dikarenakan aku memikirkan mikha.
#
“kotak musik ini disimpan ya?” mikha memberikan kotak musik itu di waktu ulang tahunku yang ke 9 tahun, aku senang sekali. Dia sangat tahu aku begitu menyukai sesuatu yang berbau dengan musik, aku memang tidak bisa bermain alat musik seperti dia, tapi dia selalu menjadi orang yang paling berusaha untuk mengajariku bermain alat musik. Walaupun hanya sekedar pianika.
Dari kecil aku dan mikha memang sudah bermain bersama, tertawa bersama, mikha marah sekali jika tahu kalau aku menangis dan ada yang mengganggu. Dia akan sangat khawatir jika aku sakit. Tiap pagi, dia selalu menjemputku dengan sepedanya, dia bersedia memboncengku di belakang.
Pernah suatu ketika, hujan turun dengan derasnya. Di jalan, mikha sibuk dan khawatir aku sakit. Akhirnya kita berhenti di salah satu pohon besar. Mikha memberikan jaketnya yang sebenarnya juga sudah hampir basah semua ke tubuhku, mikha memegang tanganku, dia bilang jika tanganku di usap-usap seperti itu, dinginnya tidak akan terlalu terasa, mikha berkilah dia di ajarkan oleh mamanya. Lucu, itu lucu. Seorang bocah umur 9 tahun. Mentary seakan enggan untuk muncul dan digantikan oleh awan hitam yang dipayungi hujan, dia sekan memberi restu pada kami untuk menikmati aroma hujan yang turun diantara beberapa pohon cemara.
“nanti kalo udah besar, kita bakalan ketemu lagi disini. Eh, kamu harus satu sekolahan terus sama aku” mendengar kata-kata mikha aku terdiam. Ya jelas sekali, aku tidak akan bisa bersekolah terus bersama-sama dengannya, dikarenakan selesai sekoah dasar, aku harus bersekolah di jerman. Aku hanya tersenyum, tanpa mengiyakan perkataannya.
#
“kamu kenapa harus bohong, kenapa harus pegi diem-diem gitu. Kenapa harus nitipin kotak musik itu lagi ke aku. Kenapa kamu gak mau bawa kotak musik itu, kenapa kamu selalu mengambi keputusan sendiri tanpa biang dulu sama aku. Dan sekarang, kamu mau tunagnan, kenapa gak bilang, kamu itu kayak hantu tahu gak, kamu pergi dengan diam, kamu datang dengan diam, kamu pergi lagi sekarang dengan diam.”
“pergi kemana?” tanyaku
“pergi ke hati orang lain, sementara kamu gak tahu kalau selama ini aku bener-bener setia nunggu kamu. Ntahah, aku bingung. Sepertinya perasaan ini yang udah lama aku pendem Cuma aku aja yang ngerasa, kamu gak tahu. Dan gak akan pernah tahu. Kamu lemah, untuk semua kepekaan ini. Kamu menjadi mawar merah yang indah tetapi sebenarnya kamu nyakitin dengan segala duri yang ada disekelilingmu”
Plakk… sebuah tamparan keras mendarat di pipi mikha. Dengan sigap tanganku seakan tahu jika semua perkataan mikha itu terlalu sakit untuk didengar. Mendung menjadi teman terbaik sore hari itu. Aku masih dengan kekakuanku. Melibatkan sekelumit janji yang pernah terurai. Airmata membuncah hadir dengan sangat derasnya di lekukan pipiku. Mikha hanya diam, memegangi pipinya yang memerah. Ada mendung yang juga sangat terasa di wajahnya, lembayung yang menjadi saksi juga marah dengan stuasi itu. Senja yang memancar juga marah dan tidak ingin memperihatkan warnanya.
Aku marah dengan mikha, tidakkah dia tahu seberapa besar aku menahan rasa ini selama hampir 11 tahun kami berpisah, tidakkah dia tahu aku menunggu ucapannya kali ini. Aku menunggu dia mengutarakan dan mengucapkan perasaannya terhadapku. Kenapa disaat Aga saudah dengan hatinya yang tulus muncul dihadapanku dia baru mengutarakan perasaannya dan seakan menjadi maaikat yang selama ini menungguku.
#
Mikha menangis di depan rumahku, dia membawa gitar kecil yang tidak lain adalah ukulele kesayanganya dan sebuah pianika kecil. Aku keluar, aku merasa aneh melihat tingkah mikha pagi itu.
“main ini bareng aku ya, kita nyanyi lagi. “
“kamu kenapa? Nangis kenapa? Nyanyi.. somewhere over the rainbow lagi”
“iya, terus kita nyanyi lagu sheila, sahabat sejati”
“hapal?”
Mikha tersenyum, aku menyuruhnya duduk di depan beranda rumahku. Aku mulai memainkan pianika mengeluarkan nada-nada lagu somewhere over the rainbow, mikha menangis. Ntah apa yang membuatnya menangis. Aku masih bingung, tapi aku terus memainkan lagu itu, setelah itu mikha juga memainkan ukulelenya menyanyikan lagu sahabat sejati.
#
“makasih buat selama ini udah jadi temen terbaikku. Ini kotak musiknya aku titipin ke kamu. Kamu jaga ya, suatu saat kita ketemu, kamu harus tetap simpan ini dan bakalan aku minta lagi. Gonne miss you mikh.. .. –Fatin “ 
Mulai sejak aku menuliskan surat itu, aku dan mikha tidak pernah berkomunikasi lagi. Sampai 4 bulan lalu aku kembali, ke rumah itu. Rumah dimana pernah aku tempati. Untuk beberapa minggu aku tinggal disitu, aku belum berani menemui mikha. Hanya mengintipnya dari balik jendela. Setiap mikha pulang kuliah, setiap mikha keluar dengan membawa gitarnya.
Hal itu terus aku lakukan, sampai suatu ketika, aku sedang asyik mengintipnya dari balik jendela dan tiba-tiba, ada sosok mikha tepat di hadapanku, tepat di depan kaca itu. Dia tersenyum. Aku menangis dan langsung keluar memeluknya. Dia membelai mesra rambutku, sesekali dia menarik nafas panjang, mengatur suaranya yang mulai tersendat dikarekan menahan tangis. Saat aku melepas pelukannya betapa kagetnya aku, dia membawa kotak musik yang selama ini aku minta dia untuk menjaganya.
Mikha…..
#
Aga seorang pria yang dengan segala ketulusannya selalu membuat hari-hariku bahagia selama kami berkuliah di jerman. Dia menjadi satu-satunya pria yang sama sekali mengerti keadaanku. Tapi untuk kali ini, aku marah karena dia sudah ketahuan berselingkuh dengan wanita lain. Mikha mengetahui hal itu dan mulai menjadi seorang superhero di depanku.
“brengsek, kau apakan fatin. Ini untuk semua yang sudah kau lakukan dengannya. Untuk sebuah pengkhianatan” satu buah tinju melayang keras ke wajah aga. Aku yang melihat kejadian itu hanya menangis, aku jelas membela mikha. Dia sahabatku. Tapi aku marah dengannya dikarenakan dia selalu menjadi orang yang sok benar dan sok paling tahu dengan keadaanku.
Sesampainya dirumah emosi itu tidak tertahankan lagi, kotak musik itu aku banting di hadapannya. Dan mikha langsung terdiam, dia menangis dan keluar dari rumahku.
“mikha..” aku menjerit memanggil namanya. Tetapi, mikha tidak menggubris semua teriakanku. Mikha pergi dengan segala amarahnya. Dan aku hanya bisa menangis sambi terus mengutip bagian dari kotak musik kesayangan kami menjadi satu. Kotak musik itu hancur. Dan mikha, hati mikha juga pasti hancur melihatnya.
#
“tadi malam aku udah tidur, aku mau ketemuan sama kamu”
Mikha membalas pesanku. Sesuai kemauannya aku dan mikha bertemu. Dia membawakan sebuah kotak musik baru, dia memberikannya lagi kepadaku. Kali ini ada seuah surat didalamnya, dan beberapa not lagu. Hasil ciptaannya.
“kamu tahu aku marah, kamu tau selama ini aku udah berusah untuk jaga perasaannku, aku tahu selama ini aku sama sekali tidak berarti apa-apa di hati kamu. Tapi itu tidak berlaku dihatiku. Kamu tetap menjadi fatin resya yang selalu ada di hati aku. Will you marry me?”
Aku memeluknya, aku menangis sekuat-kuatnya, ternyata perasaan kagum yang berubah menjadi butir-butir cinta yang manis itu memang tidak sia-sia dan dia memberikan hatinya juga untukku. Terima kasih oleh waktu yang tetap menjaga alurnya untuk tetap indah. Awal yang dimulai dari ketidak tahuan oleh mega, menjadi warna dalam gelap. Akan ada satu lukisan indah yang kami beri nama ketulusan dan akan ada satu kata yang tidak akan pernah terpisah oleh apapun bernama kesetiaan.
#

No comments:

Post a Comment