Dua bulan lalu, dia sempat menitipkan suatu
barang kepadaku. Dah berkata, bahwa barang itu jangan dibuka sebelum aku dan
dia bertemu lagi suatu saat nanti. Bahagia, pasti. Tidak semudah itu untuk
melebarkan senyum dihadapannya, dikarenakan meman dia adalah sesosok pria yang
paling kutakuti, bukan apa-apa karena sifatnya yang pendiam dan selalu berkata
apa adanya.
Matahari siang itu selalu memercikkan terik
yang terasa pekat dikulit. Dia datang dengan berapi-api. Diam. Hanya diam. Dia
sama sekali tidak berbicara apapun. Sesekali menatapku. Ntah, apa yang ada di
pikirannya saat itu. aku pun seketika mulai takut untuk menyapanya.
“jangan sentuh aku dulu”
Matanya berair. Dia sakit, tidak. Bahkan
sebelum dia datang menghampiriku, dia masih sempat bercanda, masih sempat
tertawa. Lantas, apa yang membuatnya terluka, apa yang membuatnya menangis. Aku
pun tidak kuasa melihat kejadian itu. namun aku tidak boleh menyentuhnya. Lalu,
apa yang harus aku lakukan. Ingin ku bantah perintahnya, sesekali saja. Biarpun
dia selalu berkata bahwa jadilah seorang wanita yang menuruti apa yang lelaki
mau, biarpun kau tidak perlu melakukannya. Hanya sedikit tersenyum untuk
menolak.
Aku bangkit dari tempat dudukku. Kemudian,
dengan seketika, dia menarik tanganku sehingga aku terjatuh tepat di atas
tubuhnya. Dia memelukku erat. Dia menangis. Dia membelai wajahku. Dia menciumi
bibirku dengan basah. Asin, pasti. Dia menangis sambil menciumi bibirku.
Sesekali dia mengambil nafas panjang dan mulai tidur di pundakku. Tangan
lembutnya hanya sekedar mengelus-elus kepalaku.
“sakit..” katamu
Aku tidak tahu bagian mana yang sakit. Aku
sama sekali tidak tahu, kenapa kau bisa merasakan sakit. Dengan hati-hati aku
yang tadinya hanya diam merasakan semua sentuhanmu, mencoba melawan. Aku mulai
menaikkan tanganku ke atas ppunggungmu, ku elus-elus dengan lembut punggungmu.
Kau diam. Bagus, pikirku.
Seorang lelaki yang selama ini kuat
dihadapanku, kini menangis. Selama ini dia yang menjadi penghapus dari segala
tangisku. Sekarang, wanitamu yang lemah ini tidak sengaja melihatmu menangis.
#
“tolong rega.. hentkan kebiasannmu untuk
melukis. Ikuti saran dokter, lakukan kemoterapi.” Bentak seorang lelaki yang
sudah berumur dan berkumis tebal itu
“aku tidak akan pernah menghentikan ini
semua yah, tolong beritahu dokter itu, diagnosa dia salah. Buktinya aku masih
hidup sampai saat ini” katanya ketakutan sambil melindungi sebuah kanvas dan
kuas-kuas
“tolong sekali lagi rega, pahami apa yang
kami mau. Kami Cuma ingin kamu hidup lebih lama lagi”
“tidak akan kubiarkan siapapun untuk
mengambil kesenanganku” rega terduduk di bawah jendela kamar, dia berlutut
memohon kepada ayahnya untuk tidak sama sekali mengahcurkan lagi semua
peralatan melukisnya
“kau benar-benar tidak tahu di sayang rega,
untuk apa semua ini. Untuk apa semua cat-cat warna ini, dan ini, untuk apa ini”
ayah rega kalap, menghancurkan sekali lagi alat-alat melukis rega.
“ayah jangan, jangan lakukan itu. ku mohon
ayah, jangan lakukan itu” rega terus menarik kaki ayahnya sambil tersungkur.
“rega kasuari.. sejak kapan kau menjadi
anak pembangkang seperti ini hah !!” bentak ayahnya sekali lagi
Rega hanya terdiam. Dia menangis sambil
meratapi cat-cat warna yang sudah berserakan dilantai. Bajunya pun seakan penuh
dengan warna-warna cat tersebut. dia menagis sejadi-jadinya. Tubuh lemahnya,
seakan tidak bisa menampung semua beban yang sudah dia rasakan.
Rega hanya mau menikmati hidupnya yang di
vonis dokter sudah tidak akan bertahan lama lagi. Semenjak mengidap leukemia,
stadium 3, dia menjadi seorang lelaki yang tidak mau mengenal dunia luar lagi.
Hanya kepada alea dia mau berbagi. Kekasih hatinya yang sudah 8 tahun menjalin
kasih dengannya.
#
8 tahun yang lalu,.
“maaf ya, aku gak punya alas an untuk gak
nerima kamu rega” alea tersenyum
“serius, jadi kamu nerima aku jadi pacar
kamu”
“serius.. “
“makasih ale..”
21 juni 2005, menjadi hari bersejarah untuk
aku dan rega. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 2, sementara rega
adalah kakak kelasku yang merupakan tim basket putra di sekolahku. Dia keren,
baik. Semua siswa cewek banyak yang naksir dia, tidak terkecuali seorang anak
guru sepertiku. Diantara banyaknya wanita yang jatuh cinta kepadanya, dia
memilih aku. Bahagia, pasti. Mungkin tidak bisa terlukiskan lagi. Rega menjadi
satu-satunya pria dalam hidupku, untuk aku mengenal cinta.
Cinta itu tidak akan pernah dipertanyakan,
kenapa kita bisa jatuh cinta kepadanya. Rega selalu berkata hal itu, setiap
kali aku ngambek gak jelas karena banyaknya wanita-wanita yang selalu
menggodanya. Bahkan tidak sedikit dari mereka tahu, aku dan rega adalah
sepasang kekasih.
“tuhan itu adil ale,, dia menitipkan gadis
kuat, manja, cengeng, suka ngambek, bawel sama aku sekarang”
“tuh kan, dimana letak adilnya kalo gitu,
ga?” tanyaku manja
“ya adil, soalnya disamping perempuan itu,
ada cowok tangguh, perhatian, setia kayak aku” rega mengedipkan matanya,
kebiasaannya jika dia ingin iseng terhadapku
Rega memang selalu tahu, bagaimana caranya
membaut aku tidak marah lagi. Selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hatiku.
Membuat aku selalu berpikir bahwa Tuhan sama sekali tidak akan pernah tidur
untuk suatu bahagia yang sudah dia ciptakan ini. Aku masih ingat, rega pernah
hampir berantem dengan salah seoran teman kampusku. Saat itu, aku dan rega
sudah berpacaran 3 tahun. Aku mahasiswa baru, saat itu hujan deras, aku
menunggu hujan itu reda di salah satu halte bus di dekat kampusku. Lalu,
setelah itu, ada seorang pria yang merupakan
kakak kelasku datang dihadapanku untuk menawarkan tumpangan kepadaku. Tanpa
banyak berpikir panjang, aku langsung menerima tawarannya.
Tanpa disadari, rega melihat kejadian itu.
dia marah, dia menyelip mobil kakak kelasku, dan memaksa kakak kelasku untuk
membuka mobilnya. Padahal saat itu hujan pun masih setia turun dengan derasnya.
Ketika kakak kelasku keluar dari mobil, rega memukulinya, tanpa sadar. Aku pun
keluar untuk melerai dia dan kakak kelasku. Aku menarik tangan rega dan
menamparnya sekeras mungkin. Aku tidak suka dengan apa yang sudah dilakukan
rega. Aku marah. Tapi, sekaligus itu tamparan pertama yang aku layangkan
kepadanya.
Setelah mendapatkan tamparan keras itu,
rega langsung masuk ke mobil, sambil terus mengklakson mobilnya, yang
menandakan aku harus masuk ke mobilnya. Aku meminta maaf kepada kakak kaelasku
terlebih dahulu sebelum aku masuk ke mobilnya.
Setelah berada di dalam mobil, tiba kami
diujung jalan. Sepi. Hanya ada beberapa mobil terparkir. Aku menangis. Rega pun
mengerem mobilnya dengan sekeras mungkin. Dan aku tetap menangis sambil menutup
wajahku.
“maaf” katanya
Aku masih menangis. Rega mulai mengambil
kedua tanganku. Aku menunduk. Masih tertunduk sambil menangis terisak. Aku
bukan marah pada rega, hanya kecewa kenapa dia bisa bertindak sebodoh itu.
tanpa memikirkan penjelasku terlebih dahulu. Tiba-tiba, tanpa kusadari, ada
sesuatu yang dingin yang melumat bibirku. Aku diam. aku masih menutup mata. Aku
menikmati sesuatu yang lembut itu. seketika, rega berkata..
“aku cinta kamu lebih dari yang kamu tahu,
aku takut kehilangan kamu, itu pasti. Aku marah wajar bukan. Aku tahu kamu
kecewa ale, tapi jujur, aku hanya ingin bersanding denganmu”
Aku gemetar mendengar kata-kata itu. masih
terdiam. Sulit untuk tersenyum. Itu ciuman pertamaku. Rega kasuari, mungkinkah.
Aku memelukmu erat, aku juga takut kehilanganmu pikirku dalam hati.
#
“sakit.. apa yang sakit?” tanyaku
“semuanya..”
“rega.. ada apa? Apa yang kamu sembunyikan
dari aku?”
“pokoknya, aku mau kamu jangan beranjak
dari sini”
“tapi, itu tidak mungkin. Kalau ayah sama
ibu pulang, dan melihat kita seperti ini.” Jelasku sambil terus mengelus-elus
kepalanya
“tidak akan lama. Kupastikan tidak akan
lama.”
Kutarik tubuhnya agar semakin mendekat
ketubuhku. Kuraih tangannya dan ku kecup mesra. Sesekali dia memalingkan
wajahnya dan mencium keningku. Ada luka disana. Ya, biarpun tidak secara kasat
mata aku menemui luka tersebut. aku tahu rega sedang terluka. Lelaki pelukis
senja ku sedang berduka benarkah. Begitu banyak warna yang harus kau lukis lagi
rega, jangan biarkan itu semua semu dan menjadi abstrak.
#
Aku berdiri tepat di sbuah pintu masuk
pemakaman. Kupandangi semua orang yang sedang berkerumunan itu. bendera kuning,
pakaian yang serba hitam. Wajahku pucat. Langit seakan mendung karenanya. Bukan
hanya langit, tapi juga hatiku.
Aku berjalan gontai, pelan. Sangat pelan.
Sementara mama dan papa rega masih terus terisak. Aku, dan aku hanya bersandar
pada pegangan kedua orang tuaku. Menangis pun sudah tidak bisa lagi. Airmata
seakan telah habis untuk menangisi kepergiannya tadi malam.
“rega meninggal” dokter itu berkata
Setelah hampir 1 bulan rega melawan sakit
kerasnya dirumah sakit. Tapi, rega kuat. Dia menutupi tentang sakitnya hampir
dua tahun terakhir kami berpacaran. Padahal ada secuil janji yang akan kami
bangun di tahun depan. Menikah, punya anak, punya keluarga yang bahagia, 2 anak
lebih baik kan sayang. Katamu tersenyum. Namun kemana semua itu. kau pergi
rega. Kau tidak mau melukis semua senja itu lagi untukku. Rega kasuari, kenapa
kau pergi. Kenapa kau tidak pernah sedikit saja menceritakan sakitmu. Aku berontak, tidak tahu harus apa.
Setelah pemakaman, aku hanya terdiam
sendiri di sudut kamar, marah, kesal, kecewa, sedih, semua berkumpul jadi satu.
Jahat. Rega jahat. Kau sama sekali tidak pernah berpikir aku sakit dan emrasa
bersalah. Kenapa kau harus jadi superhero disaat hatimu masih menjadi hello
kity.
Aku duduk dilantai sambil menekuk kedua
kakiku. Semua gelap. Kenangan itu masih terasa. Aku yang selalu menemani
hobbymu melukis, disetiap sore di taman.
“kenapa selalu senja ga?” tanyaku
“kenapa, sini.. aku jelasin” rega
menhentikan sebentar kegiatannya melukis, dan mengambil tanganku
“kenapa senja, coba perhatikan deh
baik-baik sayang. Senja itu indah. Dia hanya muncul sekali dalam sehari. Dia
muncul di antara siang dan malam. Sore kan. kamu tahu, yang lebih istimewa
adalah, senja itu setia. Biarpun kadang hujan muncul di saat dore hari. Tapi,
setelah hujan berhenti, senja tidak segen untuk muncul. Bukankah senja yang
muncul setelah hujan akan jauh lebih indah bukan?” lanjutmu
Aku tersenyum. Menatap senja yang dia
maksud. Aku kembali meneliti senja yang dimaksud rega.
“dan satu lagi, senja itu indah. Dia
tterdiri dari dua warna, orange dan biru elap. Kalau kejadiannya sudah seperti
itu, aku suka sekali memadukannya dalam sebuah lukisan.”
“iyaa, ya. aku baru ngeh sayang. Ohya,
kenapa kamu selalu membuat inisial di bawah lukisan kamu?”
“ARK.. pasti tanpa aku kasih tahu kamu udah
tahu lah, kepanjangannya”
“gak..” aku menggeleng-gelenggkan kepalaku
“Alea Rega Kasuari..” jelasmu sambil
mencium keningku
Aku masih terisak. Masih tidak mau menatap
ke depan. Aku masih menutup mataku. Belom bisa rasanya aku menerima semua ini.
Lelaki pelukis senja itu telah pergi. Dia tidak akan pernah kembali. Regaa….
#
“Leaaa.. “ teriak seorang lelaki dari
kejauhan
“hay sayang…”
Aku tersenyum.. Rifki… dia yang sudah
berkenan menggantikan senjaku yang hilang dengan senjaku yang baru.. “bukankah
senja yang muncul sehabis hujan jauh lebih indah bukan, Rega”
Kadang cinta menjadi sangat rumit bila kita
masih diam ditempat untuk memahaminya, adakalanya kita harus berlari untuk
maju. Adakalanya kita harus berlari untuk bisa benar-benar melupakan apa yang
pernah membuat kita terluka. Namun, sakit rasanya bijak. Dia menjadi satu alas
an kenapa aku harus bangkit.
“udah lama ya, nih bunganya.” Rifki sambil
memberikan bunga tulip putih yang aku menjadi kesukaan rega
aku meletakkan bunga tulip putiih itu tepat
diatas pusara rega yang tidak pernah sedikit saja tidak aku kunjungi. Selamat
datang cinta, selamat tinggal rega. Aku bukan tidak mencintaimu lagi, aku masih
mencintaimu, bahkan terlalu mencintaimu, tapi dia ada untukku. Lalu, jahatkah
aku??
No comments:
Post a Comment