Total Pageviews

Tuesday, October 15, 2013

Lelaki Pelukis Senja Itu Pergi


Dua bulan lalu, dia sempat menitipkan suatu barang kepadaku. Dah berkata, bahwa barang itu jangan dibuka sebelum aku dan dia bertemu lagi suatu saat nanti. Bahagia, pasti. Tidak semudah itu untuk melebarkan senyum dihadapannya, dikarenakan meman dia adalah sesosok pria yang paling kutakuti, bukan apa-apa karena sifatnya yang pendiam dan selalu berkata apa adanya.
Matahari siang itu selalu memercikkan terik yang terasa pekat dikulit. Dia datang dengan berapi-api. Diam. Hanya diam. Dia sama sekali tidak berbicara apapun. Sesekali menatapku. Ntah, apa yang ada di pikirannya saat itu. aku pun seketika mulai takut untuk menyapanya.
“jangan sentuh aku dulu”
Matanya berair. Dia sakit, tidak. Bahkan sebelum dia datang menghampiriku, dia masih sempat bercanda, masih sempat tertawa. Lantas, apa yang membuatnya terluka, apa yang membuatnya menangis. Aku pun tidak kuasa melihat kejadian itu. namun aku tidak boleh menyentuhnya. Lalu, apa yang harus aku lakukan. Ingin ku bantah perintahnya, sesekali saja. Biarpun dia selalu berkata bahwa jadilah seorang wanita yang menuruti apa yang lelaki mau, biarpun kau tidak perlu melakukannya. Hanya sedikit tersenyum untuk menolak.
Aku bangkit dari tempat dudukku. Kemudian, dengan seketika, dia menarik tanganku sehingga aku terjatuh tepat di atas tubuhnya. Dia memelukku erat. Dia menangis. Dia membelai wajahku. Dia menciumi bibirku dengan basah. Asin, pasti. Dia menangis sambil menciumi bibirku. Sesekali dia mengambil nafas panjang dan mulai tidur di pundakku. Tangan lembutnya hanya sekedar mengelus-elus kepalaku.
“sakit..” katamu
Aku tidak tahu bagian mana yang sakit. Aku sama sekali tidak tahu, kenapa kau bisa merasakan sakit. Dengan hati-hati aku yang tadinya hanya diam merasakan semua sentuhanmu, mencoba melawan. Aku mulai menaikkan tanganku ke atas ppunggungmu, ku elus-elus dengan lembut punggungmu. Kau diam. Bagus, pikirku.
Seorang lelaki yang selama ini kuat dihadapanku, kini menangis. Selama ini dia yang menjadi penghapus dari segala tangisku. Sekarang, wanitamu yang lemah ini tidak sengaja melihatmu menangis.
#
“tolong rega.. hentkan kebiasannmu untuk melukis. Ikuti saran dokter, lakukan kemoterapi.” Bentak seorang lelaki yang sudah berumur dan berkumis tebal itu
“aku tidak akan pernah menghentikan ini semua yah, tolong beritahu dokter itu, diagnosa dia salah. Buktinya aku masih hidup sampai saat ini” katanya ketakutan sambil melindungi sebuah kanvas dan kuas-kuas
“tolong sekali lagi rega, pahami apa yang kami mau. Kami Cuma ingin kamu hidup lebih lama lagi”
“tidak akan kubiarkan siapapun untuk mengambil kesenanganku” rega terduduk di bawah jendela kamar, dia berlutut memohon kepada ayahnya untuk tidak sama sekali mengahcurkan lagi semua peralatan melukisnya
“kau benar-benar tidak tahu di sayang rega, untuk apa semua ini. Untuk apa semua cat-cat warna ini, dan ini, untuk apa ini” ayah rega kalap, menghancurkan sekali lagi alat-alat melukis rega.
“ayah jangan, jangan lakukan itu. ku mohon ayah, jangan lakukan itu” rega terus menarik kaki ayahnya sambil tersungkur.
“rega kasuari.. sejak kapan kau menjadi anak pembangkang seperti ini hah !!” bentak ayahnya sekali lagi
Rega hanya terdiam. Dia menangis sambil meratapi cat-cat warna yang sudah berserakan dilantai. Bajunya pun seakan penuh dengan warna-warna cat tersebut. dia menagis sejadi-jadinya. Tubuh lemahnya, seakan tidak bisa menampung semua beban yang sudah dia rasakan.
Rega hanya mau menikmati hidupnya yang di vonis dokter sudah tidak akan bertahan lama lagi. Semenjak mengidap leukemia, stadium 3, dia menjadi seorang lelaki yang tidak mau mengenal dunia luar lagi. Hanya kepada alea dia mau berbagi. Kekasih hatinya yang sudah 8 tahun menjalin kasih dengannya.
#
8 tahun yang lalu,.
“maaf ya, aku gak punya alas an untuk gak nerima kamu rega” alea tersenyum
“serius, jadi kamu nerima aku jadi pacar kamu”
“serius.. “
“makasih ale..”
21 juni 2005, menjadi hari bersejarah untuk aku dan rega. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 2, sementara rega adalah kakak kelasku yang merupakan tim basket putra di sekolahku. Dia keren, baik. Semua siswa cewek banyak yang naksir dia, tidak terkecuali seorang anak guru sepertiku. Diantara banyaknya wanita yang jatuh cinta kepadanya, dia memilih aku. Bahagia, pasti. Mungkin tidak bisa terlukiskan lagi. Rega menjadi satu-satunya pria dalam hidupku, untuk aku mengenal cinta.
Cinta itu tidak akan pernah dipertanyakan, kenapa kita bisa jatuh cinta kepadanya. Rega selalu berkata hal itu, setiap kali aku ngambek gak jelas karena banyaknya wanita-wanita yang selalu menggodanya. Bahkan tidak sedikit dari mereka tahu, aku dan rega adalah sepasang kekasih.
“tuhan itu adil ale,, dia menitipkan gadis kuat, manja, cengeng, suka ngambek, bawel sama aku sekarang”
“tuh kan, dimana letak adilnya kalo gitu, ga?” tanyaku manja
“ya adil, soalnya disamping perempuan itu, ada cowok tangguh, perhatian, setia kayak aku” rega mengedipkan matanya, kebiasaannya jika dia ingin iseng terhadapku
Rega memang selalu tahu, bagaimana caranya membaut aku tidak marah lagi. Selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hatiku. Membuat aku selalu berpikir bahwa Tuhan sama sekali tidak akan pernah tidur untuk suatu bahagia yang sudah dia ciptakan ini. Aku masih ingat, rega pernah hampir berantem dengan salah seoran teman kampusku. Saat itu, aku dan rega sudah berpacaran 3 tahun. Aku mahasiswa baru, saat itu hujan deras, aku menunggu hujan itu reda di salah satu halte bus di dekat kampusku. Lalu, setelah itu, ada seorang pria yang merupakan  kakak kelasku datang dihadapanku untuk menawarkan tumpangan kepadaku. Tanpa banyak berpikir panjang, aku langsung menerima tawarannya.
Tanpa disadari, rega melihat kejadian itu. dia marah, dia menyelip mobil kakak kelasku, dan memaksa kakak kelasku untuk membuka mobilnya. Padahal saat itu hujan pun masih setia turun dengan derasnya. Ketika kakak kelasku keluar dari mobil, rega memukulinya, tanpa sadar. Aku pun keluar untuk melerai dia dan kakak kelasku. Aku menarik tangan rega dan menamparnya sekeras mungkin. Aku tidak suka dengan apa yang sudah dilakukan rega. Aku marah. Tapi, sekaligus itu tamparan pertama yang aku layangkan kepadanya.
Setelah mendapatkan tamparan keras itu, rega langsung masuk ke mobil, sambil terus mengklakson mobilnya, yang menandakan aku harus masuk ke mobilnya. Aku meminta maaf kepada kakak kaelasku terlebih dahulu sebelum aku masuk ke mobilnya.
Setelah berada di dalam mobil, tiba kami diujung jalan. Sepi. Hanya ada beberapa mobil terparkir. Aku menangis. Rega pun mengerem mobilnya dengan sekeras mungkin. Dan aku tetap menangis sambil menutup wajahku.
“maaf” katanya
Aku masih menangis. Rega mulai mengambil kedua tanganku. Aku menunduk. Masih tertunduk sambil menangis terisak. Aku bukan marah pada rega, hanya kecewa kenapa dia bisa bertindak sebodoh itu. tanpa memikirkan penjelasku terlebih dahulu. Tiba-tiba, tanpa kusadari, ada sesuatu yang dingin yang melumat bibirku. Aku diam. aku masih menutup mata. Aku menikmati sesuatu yang lembut itu. seketika, rega berkata..
“aku cinta kamu lebih dari yang kamu tahu, aku takut kehilangan kamu, itu pasti. Aku marah wajar bukan. Aku tahu kamu kecewa ale, tapi jujur, aku hanya ingin bersanding denganmu”
Aku gemetar mendengar kata-kata itu. masih terdiam. Sulit untuk tersenyum. Itu ciuman pertamaku. Rega kasuari, mungkinkah. Aku memelukmu erat, aku juga takut kehilanganmu pikirku dalam hati.
#
“sakit.. apa yang sakit?”  tanyaku
“semuanya..”
“rega.. ada apa? Apa yang kamu sembunyikan dari aku?”
“pokoknya, aku mau kamu jangan beranjak dari sini”
“tapi, itu tidak mungkin. Kalau ayah sama ibu pulang, dan melihat kita seperti ini.” Jelasku sambil terus mengelus-elus kepalanya
“tidak akan lama. Kupastikan tidak akan lama.”
Kutarik tubuhnya agar semakin mendekat ketubuhku. Kuraih tangannya dan ku kecup mesra. Sesekali dia memalingkan wajahnya dan mencium keningku. Ada luka disana. Ya, biarpun tidak secara kasat mata aku menemui luka tersebut. aku tahu rega sedang terluka. Lelaki pelukis senja ku sedang berduka benarkah. Begitu banyak warna yang harus kau lukis lagi rega, jangan biarkan itu semua semu dan menjadi abstrak.
#
Aku berdiri tepat di sbuah pintu masuk pemakaman. Kupandangi semua orang yang sedang berkerumunan itu. bendera kuning, pakaian yang serba hitam. Wajahku pucat. Langit seakan mendung karenanya. Bukan hanya langit, tapi juga hatiku.
Aku berjalan gontai, pelan. Sangat pelan. Sementara mama dan papa rega masih terus terisak. Aku, dan aku hanya bersandar pada pegangan kedua orang tuaku. Menangis pun sudah tidak bisa lagi. Airmata seakan telah habis untuk menangisi kepergiannya tadi malam.
“rega meninggal” dokter itu berkata
Setelah hampir 1 bulan rega melawan sakit kerasnya dirumah sakit. Tapi, rega kuat. Dia menutupi tentang sakitnya hampir dua tahun terakhir kami berpacaran. Padahal ada secuil janji yang akan kami bangun di tahun depan. Menikah, punya anak, punya keluarga yang bahagia, 2 anak lebih baik kan sayang. Katamu tersenyum. Namun kemana semua itu. kau pergi rega. Kau tidak mau melukis semua senja itu lagi untukku. Rega kasuari, kenapa kau pergi. Kenapa kau tidak pernah sedikit saja menceritakan sakitmu.  Aku berontak, tidak tahu harus apa.
Setelah pemakaman, aku hanya terdiam sendiri di sudut kamar, marah, kesal, kecewa, sedih, semua berkumpul jadi satu. Jahat. Rega jahat. Kau sama sekali tidak pernah berpikir aku sakit dan emrasa bersalah. Kenapa kau harus jadi superhero disaat hatimu masih menjadi hello kity.
Aku duduk dilantai sambil menekuk kedua kakiku. Semua gelap. Kenangan itu masih terasa. Aku yang selalu menemani hobbymu melukis, disetiap sore di taman.
“kenapa selalu senja ga?” tanyaku
“kenapa, sini.. aku jelasin” rega menhentikan sebentar kegiatannya melukis, dan mengambil tanganku
“kenapa senja, coba perhatikan deh baik-baik sayang. Senja itu indah. Dia hanya muncul sekali dalam sehari. Dia muncul di antara siang dan malam. Sore kan. kamu tahu, yang lebih istimewa adalah, senja itu setia. Biarpun kadang hujan muncul di saat dore hari. Tapi, setelah hujan berhenti, senja tidak segen untuk muncul. Bukankah senja yang muncul setelah hujan akan jauh lebih indah bukan?” lanjutmu
Aku tersenyum. Menatap senja yang dia maksud. Aku kembali meneliti senja yang dimaksud rega.
“dan satu lagi, senja itu indah. Dia tterdiri dari dua warna, orange dan biru elap. Kalau kejadiannya sudah seperti itu, aku suka sekali memadukannya dalam sebuah lukisan.”
“iyaa, ya. aku baru ngeh sayang. Ohya, kenapa kamu selalu membuat inisial di bawah lukisan kamu?”
“ARK.. pasti tanpa aku kasih tahu kamu udah tahu lah, kepanjangannya”
“gak..” aku menggeleng-gelenggkan kepalaku
“Alea Rega Kasuari..” jelasmu sambil mencium keningku
Aku masih terisak. Masih tidak mau menatap ke depan. Aku masih menutup mataku. Belom bisa rasanya aku menerima semua ini. Lelaki pelukis senja itu telah pergi. Dia tidak akan pernah kembali. Regaa….
#
“Leaaa.. “ teriak seorang lelaki dari kejauhan
“hay sayang…”
Aku tersenyum.. Rifki… dia yang sudah berkenan menggantikan senjaku yang hilang dengan senjaku yang baru.. “bukankah senja yang muncul sehabis hujan jauh lebih indah bukan, Rega”
Kadang cinta menjadi sangat rumit bila kita masih diam ditempat untuk memahaminya, adakalanya kita harus berlari untuk maju. Adakalanya kita harus berlari untuk bisa benar-benar melupakan apa yang pernah membuat kita terluka. Namun, sakit rasanya bijak. Dia menjadi satu alas an kenapa aku harus bangkit.
“udah lama ya, nih bunganya.” Rifki sambil memberikan bunga tulip putih yang aku menjadi kesukaan rega
aku meletakkan bunga tulip putiih itu tepat diatas pusara rega yang tidak pernah sedikit saja tidak aku kunjungi. Selamat datang cinta, selamat tinggal rega. Aku bukan tidak mencintaimu lagi, aku masih mencintaimu, bahkan terlalu mencintaimu, tapi dia ada untukku. Lalu, jahatkah aku??

No comments:

Post a Comment