Total Pageviews

Tuesday, October 29, 2013

Seribu Kisah Untukmu Senja



Seribu Kisah Untukmu Senja
Karya Nanda Risanti

Hidup itu gelap saat aku benar-benar kehilanganmu. Aku merasa senja yang paling aku kagumi tidak bersahabat semenjak awan gelap selalu mengunjungi langit sore. Jika aku benar-benar kehilanganmu aku berharap masih ada pelangi yang masih mau menemaniku, namun kenyataannya pelangi juga enggan memberikan warnanya untuk sekedar menghiburku yang baru saja kehilanganmu. Sungguh pun memang aku tidak akan pernah bertemu denganmu, aku selalu berharap langit masih memberikan awannya untuk kupinjam hanya untuk sekedar bercerita tentang hal yang pernah aku jalani denganmu. Kisah ini kupersembahkan untuk orang yang paling aku sayang hingga saat ini, untuk orang yang selalu mau meminjamkan bahunya disaat aku benar-benar kehilangan arah.
Cinta memberikan aku aroma madu saat aku benar-benar merasa bahagia, namun cinta memberikan aku rasa pahit saat aku benar-benar kehilanganmu. Sungguh ini bukan irisan hati yang terluka, hanya irisan hati yang mencoba menumpah ruahkan perasaanya untuk sekedar dibagi kepada langit luas.
Bisa mengenalmu adalah suatu hal terindah yang patut aku syukuri. Aku pernah mengenal banyak pria dalam hidupku, tak terkecuali dirimu. Namun, memilihmu untuk yang aku sayang hingga saat ini adalah hal paling terindah yang sangat tak terbayangkan. Mungkin kedengarannya berlebihan jika aku mengatakan hal itu, jika mengingat masa perkenalan dan dilanjutkan hingga pada masa pacaran kita yang relatif singkat. Pertemuan kita di awali karena ketidak sengajaan, dirimu memiliki kesamaan dengan salah seorang yang pernah ada di hatiku. Sahabatku mengenalkanmu denganku lewat foto di jejaring sosial facebook. Awalnya hanya iseng, kau sudah pernah melihat wajahku meski hanya dari foto, tapi aku, sama sekali belum pernah mengenalmu, bahkan dari foto sekalipun. Sahabatku selalu memuji dirimu di depanku, meski setelah aku kehilangan orang yang dia anggap mirip denganmu. Tapi, ada hati lain yang sempat mendekatiku sebelum aku mengambil keputusan untuk mau mengenalmu. Satu bulan lebih kita tidak pernah berkomunikasi, hanya dari sahabatku aku bisa mendapatkan kabar darimu. Setelah aku tahu, hati yang hanya sepintas lewat itu tidak benar-benar memberikan hatinya untukku, aku mencoba untuk mau mencoba mengenalmu. Aneh memang, aku seperti memanfaatkanmu untuk bisa menghibur diriku dari kekecewaanku, karena orang yang dekat denganku tidak sesuai keinginanku. Tapi, kau masih ada niat baik untuk masih mau menanggapi sms atau miscall dariku. Aku sempat tidak percaya bahwa kau sedang tidak sendiri. Namun, kau berulang-ulang kali meyakinkan aku dengan semua perkataanmu.
“Kenapa sih Nda gak pernah mau ketemu sama Imam?” tulis dia di pesan.
“Nda takut Imam bakalan lari kalo ketemu sama Nda.” Balasku
Sejak saat itu, akhirnya kita mulai berkomunikasi lewat sms atau sekedar nelpon. Aku tidak pernah mau sms dirimu pertama kali, sebelum kau yang pertama kali sms aku. Aku pura-pura cuek atau jaim jika kau sms atau menelponku. Aku sadar sebenarnya kau tahu gelagat kesengajaanku. Namun, kau masih mau mengalah untuk memulai sms atau telpon. Itu hal unik yang membuat aku mulai luluh. Apalagi ketika kau membalas sms dengan kalimat seperti ini :
“udahh ahh, gag usah pura² jaim gitu. Mam tw lg, Nda tuh sebnarna lagi senyum² sndri skrg. J
Aku tertawa melihat balasan sms dari dirimu. Sebenarnya apa yang kau katakan benar. Satu bulan sudah kita menjajaki hati, istilah kerennya adalah PeDeKaTe. Aku tahu sebenarnya kau sudah mulai ada rasa ketertarikan denganku. Bukannya aku GR, tapi aku juga sebenarnya merasakan hal yang sama. Aku menyimpan soal kedekatan kita dari sahabat-sahabatku di kampus. Sampai pertemuan kita pertama kali pun hanya aku, sahabatku dirumah yang tahu. Aku ingat saat pertama kali kau datang ke rumahku. Hari itu malam minggu, kau baru pulang kuliah dan kelihatan lelah.
“Nda dimana, Imam udah ada di depan gang Nda” katamu di telpon
Aku bersama sahabatku Yuli, datang menemuimu di depan gang rumahku aku hanya mengenakan celana pendek dan baju panjang warna pink.
Begitu melihatmu pertama kali kau tahu apa yang terlintas dibenakku, “yakin dia udah kuliah, kok wajahnya seperti anak-anak usia 16 tahun yang belum tamat SMA ya” kataku dalam hati. Kau megenakan kaos bermotif garis-garis hitam putih bertangan panjang. Tas ransel berbentuk kotak berwarna ungu. Dan sepatu cats berwarna putih. Keren, tampan, nampak memang kau sepertinya masih kuliah.
Aku mengajakmu untuk masuk ke dalam rumahku, tapi kau bersikeras tidak mau. Malu, kau katakan padaku. Tapi, aku mencoba meyakinkanmu bahwa tidak akan ada yang melihat, karena hanya kita berdua dan adikku di dalam rumah. Lagipula saat itu, ayah dan ibuku juga tidak ada di rumah.
Sejak pertemuan itu, kita jauh lebih akrab, apalagi saat kau berada didalam rumahku, aku mendapatimu sering melirikku atau sekedar melempar senyum.
“Apa sih ngelihatinnya gitu banget” kataku
“Hmm, gag boleh ya. Memang ada yang marah kalo imam ngelihatin Nanda kayak gini” rayumu
“Gag, kalo mau ngelihatin mesti bayar dulu” kataku manja.   
Kau terseyum. Lebih dari dua jam kau berada di rumahku, namun tidak suatu interaksi menarik yang terjadi. Kita berdua sama-sama diam, tidak tahu berbuat apa. Aku sibuk dengan hp ku, sehingga kau marah dan ngambek.
“Kalo Imam datang hanya untuk merhatiin Nda maen Hp, untuk apa Imam ke sini” katamu mengambil tas dan bersiap-siap untuk pulang.
“Iya, gag maen hp lagi”
Aku suka sekali kau marah saat aku memainkan hp didepanmu. Padahal saat itu, kita belum ada hubungan apa-apa. Namun, sebenarnya aku tahu kau sudah menganggapku lebih dari sekedar teman atau orang yang sedang menjajaki hubungan.
Besoknya kau menelponku. Kau menanyakan padaku apakah aku tidur dengan nyenyak. Aku menjawab lebih daripada nyenyak, malah mimpi indah. Kau tertawa. Beberapa saat kemudian sahabatku dari kampus menelponku bahwa salah satu hasil karyaku dimuat di salah satu media cetak di kota Medan. Aku memberitahukannya padamu. Kau mengatakan bangga terhadapku. Tapi, aku malah terdiam dan termenung. Kejadian itu sama dengan kejadian saat aku baru pertama kali mengenal salah seorang pria yang pernah mengisi hatiku setahun lalu. Aku takut trauma itu datang lagi, aku takut kejadian yang sama akan kau perbuat kepadaku sama dengan mantanku.
Namun kau meyakinkau bahwa tidak akan ada persamaan antara kau dengan dia. Kau mengatakan bahwa kau berbeda dengannya, kau adalah kau, dan dia adalah dia.
Aku pernah berikrar bahwa aku tidak akan bisa jauh darimu, barang sedetikpun. Sejak aku mengatakan hal itu, kau tidak pernah absen untuk menelpon walau untuk menanyakan kabarku. Atau jika kau benar-benar merasa aku benar-benar takut kehilanganmu, kau datang menemuiku.
Sesungguuhnya aku tidak pernah mengharap kau untuk ada di setiap waktu dan kegiatanku. Namun, kau berusaha untuk selalu ada kapanpun aku mau. Sebuah kejadian kecil dan unik ini misalnya, semua sahabatku tidak ada yang tahu kalau kita sudah resmi jadian. Jumat pagi itu, aku bergegas untuk datang ke rumah salah satu sahabatku, Yani. Rumahnya didaerah Marelan. Cukup jauh dari rumahku. Awalnya kau mengizinkan aku pergi. Tapi, ketidakpercayaanmu membuat aku sedikit kesal. Setiap waktu dan menit kau menelponku. Hingga akhirnya kau benar-benar marah dan berniat menjemputku.
“Sebenarnya mimi dimana sih? Kok banyak suara ribut-ribut gitu. Mimi lagi sama cowok pasti kan?” tanyamu melalui telpon
“Gak loh pi, mimi lagi di rumah yani” jelasku
“Dimana? Biar pipi jemput aja. Pipi gag tenang kayak gini. Sekarang pipi pergi, ntar kalo udah sampe Marelan, pipi telpon mi lagi. Kasih tahu alamat jelasnya” ungkapmu panjang lebar
            Belum sempat aku menyuruhmu untuk jangan datang menjemputku, kau sudah menutup telponnya. Ketika aku mencoba menelponmu kembali, telponmu malah susah dihubungi. Aneh memang, kau sekhawatir itu denganku. Padahal jika boleh jujur, justru aku yang takut kau melirik perempuan lain. Karena kau tahu betul aku tidak sebanding denganmu.
            Satu jam kemudian kau datang, tepat waktu pikirku. Kau menelponku menanyakan dimana alamat rumah sahabatku yang jelas. Aku memberitahumu tanpa mematikan telpon. Hingga kau benar-benar sudah sampai di depan gang rumah sahabatku.
“cepet ya mi. Pipi udah chape. Mimi dimana sih? Kita langsung pulang ya.”
“iya, ni lagi di jalan mau keluar. Sabar ya pi”
            Setelah aku tepat didepan gang dan melihatmu, kau tahu aku benar-benar merasa kagum. Semakin sayang denganmu. Padahal kau tahu, sewaktu kau di dalam perjalanan, hujan sempat mengiringi kebahagiaan yang sedang kita bina. Sedang kita burai satu per satu bahagia ini untuk mampu dijaga setiap langkah demi langkah. Kau tersenyum ketika melihatku. Kau mengikutiku dari belakang ketika hendak masuk ke dalam rumah sahabatku. Namun, di  tengah perjalanan sekumpulan pemuda di daerah rumah sahabatku menggodaku.
“haii, yang pke switer abu-abu” goda salah satu dari pemuda itu
Aku diam, namun mereka mencoba terus menggangguku
“sombonk ya. Anak mana sih?”
Aku tersenyum dalam hati dan berkata “aneh, apa mereka gak tahu ya kalo yang dibelakang aku ini pacar aku”. Aku melirik ke belakang, kau tersenyum. Mungkin kau juga merasa aneh. Hmm, sekelumit kisah ini menjadi pengalaman unik pertama yang aku lewati denganmu. Masih banyak hal-hal lain memang yang akan aku ceritakan hanya untuk sekedar berbagi kebahagiaan.
Satu bulan kemudian, kau memberikan kejutan terindah. Kau menjemputku di kampus. Padahal aku belum pulang sebenarnya. Namun kau mengancam jika aku tidak ikut dirimu pulang, kau tidak akan pernah mau lagi menjemputku. Akhirnya aku izin tidak masuk satu mata kuliah terakhir karena mau menemuimu. Aku bingung kenapa kau tiba-tiba secepat itu ingin bertemu denganku. Kau masih menggunakan pakaian dinas atau pakaian resmi kantormu. Ganteng dan keren sih. Tapi, risih. Kesannya aku pacaran sama om-om tukang kredit.
Kau mengajakku untuk jalan-jalan. Tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Tepat disalah satu jalan kau berhenti di bawah pohon besar dan rindang.
“sayang pake jaket ini ya. Biar gak kena hujan mimi” sambil membuka jaketnya untuk dipakaikan ke tubuhku.
Sumpah meleleh hatiku. Begitu istimewanya diriku di matamu. Aku tahu itu memang salah satu bentuk tanggung jawabmu karena telah mengajak aku pulang. Karena sebelumnya aku pernah ngomong kalo aku belum sholat, kau mengajakku berhenti di salah satu mesjid di jalan karya. Subhanallah, kau begitu tanggung jawab. Kau menungguiku saat aku sedang mengambil air wudhu. Ketika aku selesai, kau mengajakku untuk sholat berjamaah, karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Kau tahu, baru dirimu yang pernah mengajakku sholat secara berjamaah. Ketika hendak keluar mesjid, aku terjatuh. Tepat dihadapanmu. Aku tahu kau juga malu melihatku yang ceroboh ini, namun kau menarikku dan memegang tanganku. Sambil berbalik badan aku mengatakan sesuatu padamu.
“sayang malu mimi”kataku sambil memelukmu
“udah gak apa-apa, kenapa bisa jatuh tadi?”
Aku terdiam manja. Kau menyuruhku duduk karena hujan belum berhenti. Begitu hujan berhenti, kita langsung pulang. Namun, malam harinya, kau menyuruhku untuk mandi dan dandan yang rapi. Aku tidak tahu kita mau kemana. Ketika aku sudah siap dan bergegas pergi, kau membisikkan sesuatu ke telingaku “pipi sayang mimi”. Ternyata kau mengajakku ke tempat pertama kali kita makan bareng dan resmi jadian. Aku menyebut tempat itu siomay kakek, karena memang yang berjualan adalah seorang kakek-kakek. Aku tersenyum, dan kau mulai memegang tanganku.
“sayang, happy aniversary yang ke satu bulan ya”
Apa,, aniversary ke satu bulan. Aku saja hampir lupa. Tapi, kau mengingatnya. Aku bahagia, sangat bahagia.
Waktu menjadi teman terbaik bagiku saat aku menghitung mundur pertemuan kita. Saat aku menghitung berapa lama kau berada didekatku, jika aku merindukanmu. Kau seperti khayal yang selalu memberikan imajinya untuk sekedar singgah di dalam pikiranku. 

Perihal Gincu dan Dua Kartu Mati Part 2

By Nanda Risanti @Nandarisanti

Cerpen ini lanjutan dari cerpen Mentary yang bisa dilihat disini => http://pendongengkenangan.blogspot.com/


Malam sudah merobek-robek harga diri wanita malang itu, laksmi. Dia seakan menutup pintu malunya malam itu hanya untuk mendapatkan uang, menjadi wanita yang sangat suci hanya untuk mendapatkan uang, yang digunakan untuk membayar uang sekolah anaknya, membelikan kado untuk rini, memberikan mainan baru untuk kunto. Sekedar menjadi wanita penghibur nafsu lelaki hidung belang, biarpun penyakit kanker rahim itu sudah banyak yang mengetahui. Laksmi sengaja berpindah-pindah tempat, pakaian seksi, sesekali bersiul untuk memanggil pelanggan, sesekali memainkan tangannya, memeletkan lidahnya, memainkan bibirnya yang merah dengan gincu. Namun tetap tidak ada lelaki yang bersedia memakai jasa tubuhnya. Ntahlah, dunia begitu kejam malam itu. Tuhan seakan menjadi saksi betapa dia benar-benar merindukan pungguk kesejahteraan, hanya untuk membahagiakan keluarganya tanpa menjadi seorang wanita penghibur.
“sudahlah kak laksmi, jangan terlalu memaksakan kehendak. Kak laksimi sudah terlalu tua untuk hal ini. Apalagi penyakit yang sudah menggerogoti sebagian tubuh kakak. Carilah pekerjaan yang lebih baik” ucap seorang wanita yang datang menemuinya dengan rokok ditangannya.
Sarah, ya namanya sarah. Dia menjadi satu-satunya wanita penghibur yang mau berteman dengan laksmi. Sarah juga tahu bahwa laksmi memiliki anak-anak yang –anak yang harus dibiayai. Namun laksmi tidak mengindahkan kata-kata dari Sarah. Suara jangkirk-jangkrik menjadi teman dan musik terbaik untuk sebuah malam jahat yang selalu mengurung kebahagiaan laksmi. Dia pun pulang dengan sejumput sedih dan rasa bersalah karena tidak bisa menepati janjinnya kepada kedua buah hatinya.
#
“kemarilah rini, kunto, apa kalian tidak rindu dengan ayah kalian ini hah !!” pria mabuk itu masih menggoda-goda  kedua buah hati laksmi yang juga kedua buah hatinya untuk membukakan pintu rumah.
Sementara itu, dari kejauhan dengan tergontai laksmi berjalan menuju rumahnya. Sambil menenteng sepatunya higheels nya. Melihat sesosok pria yang ada di depan pintu rumahnya sedang menggoda-goda anaknya, laksmi kalap. Dengan higheelsnya dia memukulkan kepala pria itu.
“dasar laki-laki brengsek, mau apa kau kesini. Sudah ku bilang jangan ganggu kami lagi”
Pria itu langsung menaikkan emosinya, dia memukuli wanita itu. Dengan suara tangisan yang terisak, lelaki itu pun masih belum menghentikan kekejiannya. Sampai akhirnya, dari kejauhan terdengar adzan subuh. Pria jalang itupun meninggalkan wanita malang itu dalam keadaan berantakan.
#
Seorang wanita menghadap ke kaca. Memoles wajah manisnya dengan bedak, membubuhi bibirnya dengan gincu merah, tebal. Dia lalu masuk kekamar mandi, melepas seluruh pakaiannya yang sedang dia pakai, menggantinya dengan rok mini dan juga kaos ketat. Menguraikan rambut panjangnya yang hitam dan tebal. Jemari-jemari lentiknya dengan lihai memoles bagian alis matanya. “aku siap” katanya dalam hati.
Dia berjalan disebuah mall dengan anggunnya. Handphone nokia 1600 miliknya berdering dengan kencang. “pelanggan” katanya lagi. Dia menghampiri seorang pria berkumis, dengan menggunakan kemeja, hanphone blackberry ditangan kanannya dan rokok di tangan kirinya.
“hay om”
“hay sayang, udah siap?” pria itu mengajak seorang wanita itu ke sebuah tempat tertutup, gelap. Hanya ada sebuah tv dan dua buah mic. Ya, itu KTV. Tempat karaoke. Perempuan itu mulai melayani seorang pria tua itu.
“sebentar, sentuh silahkan. Tapi kalo untuk tidur, maaf” kata wanita itu sambil menyentuh pipi pria tersebut dengan lembut sehingga membuat pria tersebut semakin terdorong untuk melancarkan aksinya. Sementara wanita itu hanya diam, sambil sesekali mengambil minuman beralkohol untuknya.
Hampir 2 jam wanita malang itu seakan menikmat nafsu dari pria berumis itu. Jijik, pasti. Dia bahkan lebih tua dari wanita itu, namun kekejian itu tidak ada bandingnya dengan kekejian perlakuan ayahnya sendiri.
“1 juta.. itu cukupkan?” pria tersebut mengeluarkan uang tersebut.
Wanita itu keluar, sebelum keluar dia merapikan pakaian dan rambutnya yang sudah acak-acakan. Sesekali dia tersenyum pahit, meringis. Merasa ini cara paling adil untuk membantu prekonomian keluarganya.
#
“kunto,, kak rini belom pulang ya?” tanya laksmi sambil tidur terus berbaring di tempat tidur. Menggunakan sarung lusuh, cangkir kaleng disampingnya. Obat-obatan yang sudah hampir habis. Kunto hanya terdiam, sambil terus membaca sebuah buku yang kertasnya sudah berwarna coklat itu.
Rini, ya rini. Rini menjadi seorang perempuan panggilan. Padahal usianya baru menginjak 16 tahun. Untuk menghidupi keluarga dan juga membiayai sekolahnya. Tidak ada yang tahu soal ini, kecuali teman-teman dekatnya. Rini seakan jijik dengan profesinya, tapi dia sama sekali tidak tahu apa yang mesti dia lakukan, seakan dosa yang membayangi hanya sebagai penghias pikiran. Rona merah bahkan rasa perih jika pria yang menjadi pelanggannya sudah terlalu bernafsu untuk melumat bibirnya, untuk sekedar meremas apa yang ada di bagian tubuhnya, tapi itu tidak lebih sakit jika dia harus melihat ibunya meringis keaskitan atas kanker rahim itu. Selama pria hidung belang itu tidak meminta macam-macam, atau tidur dengannya dia akan menuruti semua kemauan pria tersebut. Dan sudah pasti, uang yang dia hasilkan juga akan lebih banyak.
Rini pulang dengan obat-obat ditangannya. Dan sebuah buku-buku baru untuk adiknya. Hidup sama sekali sudah memberikan petunjuk, apa yang harus orang lain lakukan. Deru angin yang senantiasa bisa saja dengan tiba-tiba menghancurkan rumah mereka. Itu yang menjadi bahan pertimbangan didalam pikiran rini untuk mau menjadi rini yang sekarang.
“darimana kau dapatkan uang untuk membeli semua ini rini?
“rini udah bilang jangan ditanya, rini kerja.”
“kerja apa, bisa beli obat semahal ini dan buku-buku itu”
“cukup bu, jangan tanya. Rini capek. Ibu cukup minum obat itu dan sembuh. Biar bisa kerja lagi untuk menghidupi rini dan kunto”
Wanita tua itu menangis, saat rini membalikkan badannya, sebuah gincu jatuh dari dalam tas rini. Laksmi langsung mengambil gincu tersebut, rini yang tidak menyadari bahwa gincu yang biasa dia pakai jatuh langsung pergi. Laksmi langsung memeriksa sisa-sisa gincu dan bedak yang selalu dia pakai untuk menjadi wanita penghibur dua tahun lalu. Tidak ada. Laksmi tidak menemukan gincu dan bedak tersebut. Laksmi marah. Marah dengan rini. Dia menjambak rambut rini, menampar rini, namun rini hanya diam. Ya, rini diam karena rini tahu itu suatu kesalahan. Tapi, kalau tidak seperti itu, bagaimana dia mendapatkan uang. Rini hanya menangis. Kenapa bahagia seperti menjauh dari keluarganya. Haruskah setan-setan itu berubah warna menjadi putih, atau malaikat-malaikat yang ada ditangan menjadi dayang-dayang didalam pikiran. Haruskah rini menjadi sesosok gadis pendiam yang diam dengan keadaan. Laksmi terjatuh. Dia terdiam, dia menangis sejeadi-jadinya. Sementara kunto hanya memeluk sebuah buku baru yang baru saja dibelikan rini untuknya.
Laksmi bangkit dan menyeret tubuh rini ke dalam sebuah kamar mandi kecil, dinding coklat, sebuah sumur yang sudah berubah warna menjadi hijau dikarenakan lumut, lantai yang licin. Laksmi langsung menyirami tubuh anaknya tersebut. “kau kotor rini. Kau masih kecil, kenapa kau lakukan ini” laksmi berucap sambil menangis.
“hentikan bu, kalau aku kotor, lalu ibu apa? Tidakkan ibu tahu kenapa aku melakukan itu semua. Aku hanya melayani pria-pria hidung belang itu, sama sekali tidak memberika mereka kenikmatan seperti yang ibu lakukan. Aku selalu menjaga apa yang mesti dijaga oleh setiap wanita bu. Jadi ibu tidak seharusnya melakukan hal ini”rini berteriak-teriak
Laksmi terdiam, dia merasa apa yang dikatakan rini benar. Dia merasa tidak bisa menjadi  seorang ibu yang baik untuk kedua buah hatinya. Banyak jalan yang harus dia pilih untuk sekedar menyuarakan isi hatinya. Dia seakan menjadi pagar untuk kebaikan yang dibuat anaknya. Menjadi penghalang atau bahkan malaikat pencabut nyawa jika tindakannya tadi terus dilakukan ke rini.
#
Langit gelap, mendung, gerimis turun dengan setia. Belum hujan. Tanah basah itu menjadi saksi pertemuan rini, kunto dan ibunya untuk yang terakhir kali. Setelah teror yang mereka alami dari ayah mereka.
“rini pergi bu, rini sama kunto mau pindah. Ibu hati-hati disini ya. Kami akan tetap berkunjung kesini kok lain waktu. Rini sayang ibu. Rrini akan jaga kunto bu.” Airmata itu pecah, rini menangis terisak, rini tidak kuasa meninggalkan makam ibunya. Tetapi dia tahu pindah dari daerah itu adalah satu-satunya jalan. Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi kesakitan, tidak ada lagi tangis jika dia pergi dari daerah itu. Hidup itu menjadi sangat kejam selama hampir 17 tahun rini hidup bersama ibunya, dia harus lahir dari seorang wanita tunasusila, selalu meliaht kekejian ayahnya yang bertindak sesuka hati terhadap ibunya, melihat ibunya melayani pria berhidung belang untuk sekedar menghidupi dirinya dan adiknya. Dan sekarang, hal yang sama sedang dia lakoni untuk biaya sekolah adiknya dan biaya melanjutkan hidup dan sekolahnya. Ini perihal gincu dan dua kartu mati, ya dua kartu mati. Perihal, Pilihan yang sulit, menjadi rini yang belum mengenal dunia yang sangat kejam, atau menjadi rini yang menjadi malaikat untuk keluarganya dengan cara yang tidak disukai malaikat. Mendung pada tangis dan duka yang menjadi tawaran dalam sebuah kehidupan. Menjadi lentera penerang untuk sebuah kata “maaf” .  ini perihal gincu dan dua kartu mati, seorang ibu wanita penghibur dan kini seorang anaknya pun sedang bergelut dengan kehidupan yang sama. Ini bukan suatu kesalahan, hanya sebuah fenomena kehidupan. Dimana ada hitam dan putih. Dimana hidup menjadi sebuah teka teki. Sebuah kupu-kupu malam itu suci, tetap dia kupu-kupu yang terbang dan muncul dimalam hari. Menjadi kupu-kupu malam itu tidak keji, mereka hanya melayani, mendapatkan uang, dan menghidupi keluarga mereka. Bahkan mereka lebih suci dari para koruptor yang bermobil mewah. Semua lakon kehidupan sudah dilakoni laksmi dan kedua buah hatinya. Sang sutradara pun sudah menentukan akhir ceritanya. Tuhan lebih memilih dia pergi.
Rini dan juga laksmi menjadi dua kartu mati yang berharga. Dua perempuan sebagai penentu sebuah kebahagiaan. Menjadi tawa dalam setiap tawar yang selama ini mereka rasakan. Tenang itu seakan menjadi teman dalam kehidupan rini dan kunto sekarang. Biarpun malaikat mereka sudah pergi untuk selamanya, hilang menjadi buiran debu dalam setiap cangkir kehidupan. Jalan memang hanya ada dua arah, lurus atau belok. Lurus saja juga tidak menjamin bahwa jalan yang kita pilih itu benar, untuk sampai ke tujuan, tetapi adakalanya kita harus belok untuk sekedar menghapal jalan. Tuhan adil dengan segala takdirnya.

Thursday, October 24, 2013

senyuman mentary


mentary… sosok wanita yang selama 6 tahun terakhir selalu membahagiakan aku. Dia menjadi satu-satunya wanita yang paling aku sayangi. Dia yang mengerti kemauanku, dia yang mengerti selama ini aku tidak bisa sedikit saja tidak mendapat kabar darinya. Dia selalu menjadi penyeka setiap airmata yang jatuh karena lelahku. Aku bukan lelaki cengeng, tetapi adakalanya aku benar-benar terjatuh dan butuh seorang wanita yang mau bersedia menjadi penyandar.
Tetapi, untuk beberapa waktu belakangan ini, ada sesosok wanita lain dari dalam hidupku. Dia datang dengan segala perhatian dan kebaikannya juga. Ntah apa maksudnya.. tidak tahukah dia aku begitu mencintai mentary.. dia selalu menunjukkan tangisnya karena sikapku yang terlalu cuek dengannya. Jelas, saja. Aku masih memiliki mentary. Dia hanya wanita jalang yang ingin merebut aku dari mentary.. atau memang dia ….
#
“mentary.. gak gitu.. maksud aku seharusnya kamu tahu, aku ngelarang kamu untuk pergi karena aku tahu, itu bukan suatu yang penting-penting banget lah. Mau study tour emang mesti banget ya ke singapur” jelasku saat itu
“aku gak mau. Pokoknya ada atau tidak ada izin dari kamu, aku tetap mau pergi. Jody ikut kok. Kamu tenang aja.”
“aku tahu jody ikut. Tapi aku gak ikut”
“sayang.. Jakarta-singapur berapa lama sih, bentar doank kok. Dan aku disana Cuma 3 hari, setelah itu aku pulang. Masak iya kamu gak sabar. Hey.. kita pacaran udah dari SMP. Dari masih pikiran anak-anak sampe sekarang udah dewasa. Masak iya kamu masih gak percaya sama aku” jelasnya sambil menyentuh hidungku dengan bibirnya
“aku percaya sayang, ya udah kamu hati-hati ya.. disana kabarin aku terus.”
“oh, pasti donk. Mau dibawain oleh-oleh apa sama aku. Hati aku aja kali ya?” mentary tersenyum
Aku menggelitikkan perutnya sampai dia tidak berhenti tertawa. Semakin suka aku menjahilinya jika dia sudah berkata “jangan sayang, cukup.. itu geli.. “ . masih teringat jelas saat mentary mencoba merangkulku, memelukku, menciumi bibirku jika dia benar-benar merasa kangen dan takut kehilanganku.
Masih banyak hal yang mengingatkanku dengannya. Aku dan dia sama-sama berkuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta. Sama-sama mengambil jurusan sastra Indonesia. Aku dan dia juga memiliki dua sahabat bernama jody dan vania. Jody dan vania berbeda jurusan denganku dan juga mentary. Kami berempat sudah bersahabat sejak kami sama-sama duduk di bangku menengah pertama.
Mentary adalah seorang wanita yang tidak pernah melarangku. Tidak pernah marah jika aku melakukan kesalahan, sosok wanita yang sempurna dimataku. Sosok wanita yang benar-benar ingin aku jadikan kekasih hatiku untuk selamanya.
#
Pagi itu, mendung menyelimuti langit-langit Jakarta, aku memang datang pagi untuk mengantarkan mentary ke bandara. Mengantarkan kekasih hatiku untuk pergi jauh, ke singapura. Selama 6 tahun kami berpacaran, baru kali ini kami benar-benar terpisah. Rasanya berat sekali melepaskan kepergiannya. Biarpun hanya 3 hari. Tetapi, mentary tidak pernah meminta apapun dariku, dan sekarang jika dia ingin pergi, mana mungkin bisa aku melarangnya, sementara dia tidak pernah melarangku.
“disana hati-hati ya sayang.. “
“siap. Jangan lirik cewek lain ya, tapi kalo ada cewek yang lebih baik dari aku, kamu boleh deh selingkuh atau jatuh cinta sama cewek itu.”
Kata-katanya yang terakhir membuat aku semakin berat untuk melepaskannya. Tidak tahu, aku punya firasat buruk tentang kepergiannya kali ini. Mungkin karena aku tidak ikut bersamanya. Aku dan dia memilih organisasi yang berbeda di kampus. Aku satu organisasi dengan vania, sementara mentary satu organisasi dengan jody.
Aku melambaikan tanganku saat mentary sudah ada dibalik pintu kaca itu. dia tersenyum. Senyumnya adalah senyum terindah yang paling aku suka dan aku nanti. Aku mencintainya tanpa syarat dan benar-benar ingin dia adalah kekasih hatiku seumur hidup.
Aku pulang dengan vania, den sesampainya dirumah. Vania mendapat telpon dari seseorang. Mukanya terlihat murung, dia menangis. Aku memeluknya erat, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan vania. Dia belum memiliki pacar, lalu. Apa yang membuatnya menangis..
“yongki.. mentary….”
#
“hy.. sayang.. selamat pagi..” sapaku pada sosok wanita yang duduk tepat di bangku paling belakang dikelasku.
“hay kamu. Gimana pagi ini, menyenangkan?”
“wih.. iya donk.. tidur tadi malam nyenyak kan ya?”
“sangat.. makasih ya kamu..” wanita itu tersenyum
“hay ki. Selamat pagi..” sapa vania
“selamat pagi.. aku nanti mau pulang bareng sama mentary ya” aku sambil melirik mentary dan memegang tangannya
“iyaa.. hay mentary, apa kabar.. hati-hati ya pulangnya nanti sama yongki. aku masuk ke kelas dulu” jelas vania
Ada mendung dimata vania. Kenapa dia. Apalagi yang membuatnya sedih kali ini,, sudah sering aku melihatnya menangis jika aku sedang bersama mentary. Aku tahu, sejak kami duduk di bangku SMA, vania memang pernah mengutarakan perasaannya terhadapku. Dia mencintaiku. Tapi, aku tidak bisa sedikit saja memalingkan hatiku kepadanya, dikarenakan mentary lebih berharga darinya. Dia berharga tetapi hanya sebatas sahabatku.
Saat aku sedang tertawa-tawa dengan mentary di belakang kelas, banyak tatapan-tatapan aneh memandangi kami. Tidak tahu kenapa. Aku merasa tidak ada yang salah denganku dan mentary. Mereka hanya iri, mungkin. Atau kami yang tidak tahu situasi, bermesraan di dalam kelas.
Disaat aku benar-benar sedang tertawa berdua dengan mentary, tiba-tiba ada suara dari depan, “woy, ki. Sadar loe. loe itu udah gilak” suasana ruang kelas riuh. Mereka tertawa,, menertawakanku. Apa yang terjadi, ada yang salah jika aku bermesraan dengan kekasih hatiku. Lalu, kenapa aku dikatakan gila. Kenapa mereka menertawakanku. Aku tersulut emosi, aku bangkit dari tempat duduk dan hendak memberi satu tinju kepadanya, mentary menarik tanganku. Dia tersenyum. Hatiku yang awalnya panas karena tersulut emosi, tiba-tiba mendadak hening dan sejuk melihat senyumnya.
#
“yongki…mentary… meninggal.. pesawat yang dia tumpangi bersama kawan-kawan kita jatuh. Ada 16 orang yang tewas, sementara yang lain luka-luka. Mentary salah satu dari yang tewas itu..”
Aku melapas pelukanku vania. Tidak.. itu tidak mungkin.. mentary baru saja tersenyum denganku tadi, dia memelukku erat. Dia memegangi tanganku. Kenapa.. itu tidak mungkin. Aku langsung berteriak histeris. Aku gila. Vania mencoba menenangkanku, tapi aku meronta. Aku memang sedang berada dirumah vania saat itu. aku tidak bisa menerima kenyataan. Vania menghantarkanku pulang. Dia sempat menanyakan padaku , untuk mengecek kejadin itu benar atau tidak, tetapi aku menolaknya. Aku tidak mau. Aku bukan takut menerima kenyataan, aku hanya tidak mau terluka. Terluka karena aku tahu, berita itu bohong.
#
“yongki.. sudah 3 minggu ini kamu tidak mau masuk kuliah. Mentary sudah tenang di sana. Tolong, jangan seperti ini. Kamu masih memiliki mimpi yongki. “
“maksud kamu. Mentary.. dia kenapa? Tolong bilang sama dia, aku Cuma ingin sama kamu” mataku menatap mentary dia tersenyum
“mana.. mentary dimana?”
“kamu tidak bisa melihatnya.. lihat dia tersenyum. Dia sedang memegang tanganku sekarang..”
“sayang.. besok kamu kuliah ya. aku juga kuliah kok” mentary tersenyum
“iya sayang, besok aku kuliah. Vania, besok aku kuliah kok. Sama mentary. Besok aku jemput ya sayang”
“iya donk.. “ jawab mentary
#
“yongki.. kamu sayang gak sama aku?” Tanya mentary tiba-tiba
“hah.. kenapa kamu nanya gitu sayang.. ya jelas donk aku sayang sama kamu”
“tahu gak, tentang cinta sejati, cinta yang sampai mati. Kamu bakalan kayak gitu gak?”
“sayang,, tentu aja lah.. memangnya kenapa sih?”
“lihat aku.. aku udah mati.. itu cinta sejati kan, tapi kamu belom mati, dan kamu  belum nikah. Kamu berhak mencari kebahagiaan kamu yang lain sayang”
“maksud kamu..?”
“kamu gak pernah mikir, kenapa setiap aku ajak kamu melihat senja di danau ini, aku selalu memakai baju putih ini. Yongki.. cinta tidak pernah di ukur dari jarak. Aku mencintai kamu sekarang dan selamanya. Bahkan sampai aku mati. Sayang,, lihatlah. Senja itu indah bukan, lihat pantulannya ke air danau yang tenang itu. indah kan, atau coba lihat sekali saja, ada orang yang benar-benar mencintai kamu. Sayang, kamu masih hidup di dunia nyata. Kamu masih bisa menyulam tawa, tolong jangan lagi bergulat dengan duka. Tolong, hiduplah kembali untukku. Simpulkan lagi tawamu. Ingatkan, aku pernah bilang. Jika ada seorang wanita yang lebih baik dari aku, kamu boleh jatuh cinta sama dia. Dan kamu, coba tutup mata kamu. Lihat, ada siapa di dalam pikiran kamu. Mungkin bukan aku lagi, tetapi sudah ada vania. Kembali ke dunia nyata sayang. Kamu harus hidup kembali. Ada banyak orang yang menunggumu. Maaf jika aku masih mengganggumu, hingga banyak orang yang bilang kamu gila, tapi itu dikarenakan aku ingin kamu sekali saja mengunjungi makamku. Beri sedikit bunga yang wangi itu diatas pusaraku. Ini bukan kesalahanmu sayang, jadi jangan mengutuk dirimu sendiri.”
Aku menangis, benarkah. Benarkah selama ini aku hanya berhalusinasi bersamanya. Mencintai sosok wanita yan sudah berbeda alamnya denganku. Benarkan aku gila. Pikiranku melayang beberapa waktu yang lalu, saat vania tiba-tiba menangis di depan kamarku dikarenakan aku mengurung diri dan berniat mengakhiri hidupku untuk menyusul kepergian mentary.
“tolong yongki.. sedikit saja dengarkan aku. Kamu harus terima kenyataan kalau mentary sudah meninggal. Tolong, kembali ke hidup kamu. Aku sayang kamu yongki. Aku juga kehilangan jody dan mentary.” Dia menangis terisak
Aku masih tidak memperdulikannya. Aku sibuk dengan semua foto-foto mentary yang aku tempel hampir didetiap sudut dinding kamarku.
“yongki.. kamu tidak gila. Mentary memang masih ada, tapi dia ada hanya untuk membuat kamu kembali ke dunia nyata. Dia menginginkan kamu membuang semua rasa bersalah kamu. Dia meninggal bukan karena kamu tidak berusaha melarangnya, tapi memang sudah takdir yongki. Kembalilah ke dunia nyata kamu. “
“aku gak gila van.. mentary masih hidup. Dia sedang tersenyum melihatku sekarang. “ aku melemparkan handphoneku ke pintu itu. semantara vania berteriak dari balik pintu kamarku.
Kini aku menangis sejadi-jadinya, mendengar semua penjalasan mentary, dan kejadian tadi pagi dikampus, sudah cukup membuktikan bahwa selama ini aku hanya berbicara dan bermesraan dengan sosok bayangannya atau makhluk lain yang menyerupai mentary. Kali ini melihatku tersenyum, mentary tersenyum.
#
“vania.. ajak aku ke makam mentary.. aku ingin kasih mawar putih ini ke atas pusara dia”
Vania kaget mendengar perkataanku. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Sesosok cowok yang selama ini selalu membuat mendung di wajahnya, kali ini sudah membuat cerah di wajahnya. Aku mengulurkan tanganku, dia tersenyum, sambil menyambut uluran tanganku.
Sesampainya di pemakaman itu, aku langsung meletakkan mawar putih itu di pusara mentary. Sambil berkata
“mentary, maafkan aku sudah jadi lelaki bodoh selama ini. Sudah menjadi kekasih yang tidak pernah bisa menerima kenyataan. Maafkan aku. Aku mencintaimu. Tapi, aku ingin menikah dengan vania. doakan aku dan dia bisa bahagia ya. “ kataku sambil menguatkan genggaman tanganku
Vania, menoleh. Dia mengeluarkan airmata. Sekali lagi lelaki bodoh ini membuatnya menangis. Membuatnya berduka. Membuatnya menjadi wanita bodoh yang mau menerima lelaki setengah gila sepertiku. Cinta memang sudah terlambat untuk hadir, tetapi jika kita masih ingin mencoa dan tidak takut untuk mengejar cinta itu, maka dia akan datang dengan sendirinya.

Monday, October 21, 2013

LELAKIKU


Malam itu menjadi saksi betapa aku bisu. Betapa aku tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sibuk dengan semua pengakuannya, sementara aku sibuk menyeka setiap airmata yang mengalis di sela-sela kepalaku yang tertunduk. Aku tidak tahu kenapa aku bisa begitu ceroboh menikmati setiap permainannya. Ntahlah, mungkin semua sudah terlambat sekarang. Dia menjadi satu-satunya orang yang aku cintai. Malam seakan semakin syahdu, sementara aku dan dia hanya bisa beradu detik jam yang setiap kali memperdengarkan suara detiknya yang berpindah.
“maafkan aku airin” kata pria itu tersedu
Kenapa dia menangis, kenapa bukan aku yang menangis. Kenapa justru dia yang menunjukkan kelemahannya. Tidak, itu airmata buaya bukan. Kau tidak akan mungkin menangis, sementara ini semua salahmu. Kau yang memulai hubungan ini dengan kebohongan.
#
“kenapa kau bisa jatuh cinta dengan andi, airin?” Tanya perempuan itu
“aku tidak tahu mbak, dia teman kerjaku. Aku juga baru mengenal dia semenjak begabung di perusahaan advertising yang sama” kataku
“tidakkah kau tahu aku dan dia pernah memiliki hubungan yang sangat special?”
“tidak mbak. Sama sekali aku tidak pernah tahu. Bahkan aku sama sekali tidak pernah menanyakan masa lalunya, padahal kami sudah berpacaran hampir 2 tahun ini mbak”
“kenapa kau tidak pernah menanyakannya?”
“aku rasa, aku tidak punya hak untuk menanyakan apa yang sudah menjadi masa lalunya. Tidak etis rasanya jika aku terlalu ingin tahu mengenai itu. jika dia memang benar-benar menganggapku ada, pasti dia akan menceritakannya sendiri.”
“lalu… sudahkah dia menceritakan masa lalunya. Kalau belum, berarti kau belum di anggap ada olehnya, bukan?”
Tangisanku semakin menjadi-jadi. Aku semakin tak terkendali. Hatiku rasanya sudah tidak bisa diatur untuk mencoba berpikir positif. Perempuan ini merupakan salah satu rekan kerjaku. Dan dia… aahh.. masih belum bisa aku mengingat semua perkataannya. Kenapa harus seorang Andi yang sangat aku cintai.
Bukankah cinta harus bermula dari kejujuran, atau bermula dari kita yang sama-sama tahu tentang kita. Mustahil jika selama ini seorang Andi, pacarku bisa membohongiku. Tidak, dia tidak pernah membohongiku, dia hanya belum menceritakannya. Sampai akhirnya, mbak ambar menceritakan hal itu. mungkin Andi takut. Mungkin dia tidak kuasa. Atau mungkin dia tidak tahu jika mbak ambar adalah salah satu rekan kerjaku. Dia kaya, dia memiliki beberapa perusahaan. Jangan-jangan mbak ambar hanya mencoba memperdaya pikiranku. Hingga aku bisa putus dari andi.
Semua pikiran-pikiran aneh bergelayut bebas di pikiranku. Aku mencoba untuk menepis semua pikiran negative. Tapi rasanya, itu saja tidak cukup. Disaat aku sedang bergulat dengan tangis dan isakan suaraku di depan mbak ambar, andi berusaha menelponku berkali-kali.
“angkatlah, siapa tahu itu penting.” Mbak ambar tersenyum
Apa maksudnya. Kenapa dia bisa tersenyum semanis itu dihadapan wanita yang terlihat bodoh ini Tuhan. Kenapa dia tidak bisa sedikit saja merasakan rasanya jadi aku. Dia jahat atau memang dia tipe wanita yang seperti itu. dan, kenapa dia menyuruhku mengangkat telpon andi, tidakkah dia takut, ketika aku mengangkatnya aku menyuruh andi untuk datang ditempat dimana kami bertemu.
Aku langsung mengirimi pesan ke andi. Aku menyuruhnya untuk menungguku dirumah, malam nanti. Aku harus bicara dengannya. Aku harus tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa semua ini harus terjadi, disaat pesta pertunangan akan segera dilaksanakan. Tuhan adil bukan. Disaat satu kelopak bunga mawar berguguran, seperti itulah yang sedang aku rasakan.
#
Langit sore itu sedang memunculkan senja yang sedang aku tunggu-tunggu. Warna orangenya seakan bisa mendamaikan hatiku yang masih kaku. Walaupun tersenyum getir, tapi aku mencoba untuk tersenyum menyapa senja. Padahal, nanti malam adalah dimana aku dan andi harus benar-benar mengalami keputusan sulit. Aku berharap senja tidak akan pernah kembali ke peraduannya, namun, malam lebih menginginkannya.
Andi datang dengan sepeda motornya. Dia masih rapi, mungkin dia baru pulang kerja. Ya, dia memang bekerja ditempat yang sama denganku, tapi beda posisi denganku. Hari ini andi mendapat lembur.
“kenapa sayang..? ada yang mau diomongin ya? kenapa tadi waktu istirahat makan siang kamu tidak ada dikantor?”
“aku makan siang diluar, sama temen. Ini tehnya. Maafin aku ya ngerepotin kamu. “
“santai aja, kenapa. Mau bahas soal pertunangan kita ya?”
Seluruh tubuhku seakan kaku, tidak bisa lagi untuk menatap wajahnya. Lelaki ini, kenapa dia seperti malaikat, sedang sebenarnya dia iblis. Kenapa harus dia yang aku cintai. Aku bingung Tuhan. Apa yang harus aku lakukan. Pikiranku melayang-layang. Tangisan tidak bisa terbendung lagi. Perempuan itu kenapa dia hadir disaat aku dan andi sedang menikmat secuil kebahagiaan yang akan kami bangun.
Perempuan macam apa dia yang tega melukai hati saudaranya hingga hancur berkeping-keping seperti ini. Apa yang dia mau dariku. Atau apa yang dia irikan dariku.
“siapa ambar? Kamu kenal dengan ambar, ndi? Diapa dia? Bisakah kau menceritakannya?”
Andi terdiam. Dia sedikit melonggarkan dasinya yang begitu ketat. Sedikit menelan ludah. Sedikit salah tingkah ketika aku menyebutkan nama ambar. Dia mengambil the yang sudah aku buat. Wajahnya pucat. Lelakiku keringat dingin. Lelakiku sedang berduka, benarkah. Atau dia benar-benar tidak paham dengan pertanyaanku.
#
Rekan kerjaku ntah kenapa tiba-tiba mengajakku makan siang diluar. Membahas masalah pekerjaan. Baru wanita ini, yang membahas masalah pekerjaan, hingga mengajakku keluar kantor.
“maaf aku mengajak kamu makan ini tiba-tiba airin.”
“tidak apa-apa mbak, tumben.”
“ku dengar kau akan menikah ya, dan sekarang sedang menyiapkan pertunangan dengan pacarmu? Kenapa tidak pernah mengenalkannya kepada mbak?”
“aku.. haha.. sebenarnya bukan tidak mau. Aku ingin memperkenalkan dia disaat hari pertunaganku mbak.”
“siapa lelaki yang beruntung itu airin?”
“namanya andi, dia teman kerjaku mbak. Anaknya baik.”
“kamu mencintainya?”
Aku mulai mengernyitkan keningku. Ku tatap wanita itu penuh dengan rasa curiga. Kenapa dia mempertanyakan hati seorang wanita yang sudah menyiapkan pertunangan, sudah barang tentu wanita itu mencintai lelakinya.
“airin. Aku kenal andi. Dia adalah salah satu pegawai ku dikantor, 4 tahun yang lalu. Dan kau perlu tahu airin, kau terlalu baik dan terlalu cantik untuk pria brengsek seperti dia” mbak ambar menjelaskan dengan terbata-bata
Kenapa wanita ini menghina lelakiku. Kenapa dia bisa seperti begitu menganal lelakiku. Kenapa? Aku masih diam. aku ingin tahu lebih banyak lagi, aku ingin berkomentar, tapi lidahku seakan keluh. Jantungku mulai tidak dapat diajak berkompromi. Detaknya semakin tidak beraturan.
“andi dan aku pernah menjalani hubungan yang special. Bahkan kami sudah pernah tidur airin. Dan aku, aku pernah mengandung anaknya. Anak itu ada di salah satu panti asuhan. Aku menitipkannya disana karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Kau ingat, 3 tahun yang lalu, aku memutuskan untuk pindah keluar negeri, itu dikarenakan aku sedang mengandung anakku. Itu hasil perbuatan andi. Dan kau tahu, dia jahat. Setelah dia tahu aku hamil, dia pergi meninggalkanku. Dia hanya mau hartaku airin. Aku tahu, kau wanita yang cantik dan juga baik, maka dari itu aku ingin kau mendapatkan seorang lelaki yang baik pula.”
Wanita 35 tahun itu berceloteh panjang lebar mengani lelakiku. Mengenai andi yang menjadi seorang pangeran dihatiku. Tidakkah ini kenyataan yang begitu pahit yang harus aku terima. Kenapa dia bisa begitu jahat. Dan kenapa andi tidak pernah menceritakan ini kepadaku.
Aku hanya diam. aku tahu, diam tidak bisa menyelesaikan masalah apa-apa. Kenapa dia bisa begitu terlalu menyakiti dan menohok hatiku dengan begitu juga mudahnya. Tangisanku pun akhirnya pecah. Siang itu, seakan nasipun sudah tidak bisa aku telan. Makanan yang aku pesan terbuang sia-sia.
#
Andi menjelaskan panjang lebar, dia tidak berbohong. Sama sekali tidak. Dia menceritakan dengan sangat detail. Sama seperti yang diceritakan wanita itu. tidak ada kebohongan. Kenapa dia bisa begitu terbuka kepadaku. Andai saja aku menanyakan hal ini dari dulu, mungkin tidak akan sesakit ini.
“maafkan aku airin” andi tertunduk
“lalu, kau mau aku melakukan apa ndi?” tanyaku pelan
Andi seakan mendapat tamparan keras dari pernyataanku. Dia menolehkan wajahnya, dia mengambil tanganku, dipegangnya erat.
“lakukanlah apa yang harus kau lakukan.  Lakukanlah apa yang hatimu kehendaki. Aku tahu kau lebihdewasa dari pemikiranku airin. Kau wanita yang selalu bisa membuat aku menjadi satu-satunya pria paling beruntung dalam hidupku.”
Aku terdiam, aku memeluk erat tubuhnya. Aku menangis di pelukannya. Dan dia, menangis di bahuku. Dia seakan benar-benar menyesal tidak pernah menceritakan masalah ini. Dia seakan-akan benar-benar membutuhkan bahuku.
#
Hari itu menjadi hari dimana aku dan andi memutuskan untuk tetap melaksanakan pertunanganku. Aku yakin, masa lalunya hanya menjadi sebuah polemic pengalaman yang mengajarkan kedewasaannya. Karena selama ini, dia lelakiku tidak pernah membuat aku kecewa. Bahkan secuil dan setetes tangis. Lelakiku menjadi penyebab bahagia dan tangis yang timbul. Dan wanita itu, dia hanya sebagai penguji dan menjadi pembelajaran untukku. Karena cinta yang aku maknai sangat sederhana. Cinta tidak pernah memandang siapa dia dahulu, tapi siapa dia yang mau melangkahkan kakinya ke depan bersamaku. 

Wednesday, October 16, 2013

Malaikat Hitam


Subuh itu semua tidak sama lagi. Aku masih termenung dengan apa yang aku lihat. Tatapannya tajam. Matanya merah bagaikan orang yang benar-benar marah. Aku takut melihat itu semua. Tapi dia orang yang sangat aku cintai. Aku tidak akan mungkin membiarkannya sendiri.  Selama hampir 3 tahun aku dan dia merenda kasih. Bahkan dia menjadi satu-satunya orang yang tidak pernah membuat aku minder dengan keadaanku. Dialah orang yang selalu mau menerima kondisiku. Dia tidak pernah malu untuk mengakuiku sebagai kekasihnya. Bahkan, tidak pernah malu mengenalkan aku dengan teman-temannya. Sekarang, dia berubah. Dia bukan lagi Aldrian yang aku kenal 3 tahun lalu. Bukan lagi Aldrian yang menjadikan aku permaisuri. Tetapi, aku tetap mencintainya.
Langit masih gelap, dan hujan yang turun tadi malam masih senantiasa setia turun dengan derasnya. Sepertinya awan hitam enggan beranjak dari gelap malam itu. bahkan petir dan kilat yang menyambar masih terus bergemuruh mengawali hari itu.
“selamat ulang tahun Aldrian” kataku sambil mendekap fotonya.
Ku tepis semua bayangan-bayangan wajahnya tatkala dia menyakitiku. Ingin kugantikan dengan bayangan-bayangan dari kenangan yang sempat aku urai bersamanya. Hari ini tepat Aldrian berulang tahun yang ke 22 tahun. 3 tahun lalu aku mengenalnya, dengan dia yang masih mencintaiku melalui hatinya yang rapuh.
“aku cinta kamu casandra, dan kamu?” menatapku dengan penuh cinta
“aku jauh lebih mencintaimu… “
Kebiasaannya yang selalu tertidur dipundakku, atau sekedar mencium aroma tubuhku dibagian leherku, sehingga aku kadang merasa geli. Jika sudah seperti itu, tangannya pun selalu ikut berkontraksi untuk sekedar menggelitik perutku, hingga aku tertawa terpingkal-pingkal. Dia sama sekali tidak pernah menyakitiku. Dia selalu menjagaku. Dia seorang lelaki yang mau menjadi kekasihku disaat orang-orang banyak mencibirku, dikarenakan aku hanya seorang wanita yang berasal dari panti asuhan. Aku hanya seorang pekerja di salah satu rumah singgah. Dari donatur-donatur yang berbaik hati aku bisa berpenghasilan dan hidup. Dialah orang yang tidak pernah memandang cinta dari status sosialnya. Untuk apa aku mencintai wanita kaya, jika aku sudah kaya. Untuk apa aku mencintai wanita cantik, jika dihadapanku, aku sudah terlalu jatuh hati pada wanita cantik sepertimu. Katamu kepadaku jika aku sesekali menanyakan kenapa kau bisa begitu mencintaiku. Senyummu masih terasa, masih sulit aku lupakan.
Mataku sudah semakin sayu, hanya karena aku tidak pernah bisa tidur tenang selama beberapa waktu belakangan ini. Itu semua karena aku terlalu mencintai lelaki sepertimu Aldrian. Sungguh, ingin sekali rasanya kubuang perasaan ini dan kulimpahkan kepadanya.
#
Rumah sakit jiwa menjadi saksi aku dan kamu dipertemukan. Rumah sakit jiwa menjadi saksi dimana aku salah telah mencintaimu. Rumah sakit jiwa menjadi saksi dimana aku menjadi wanita paling bodoh kenapa bisa jatuh cinta kepadamu.
“Aldrian..” kau mengulurkan tangan
“casandra..” membalas uluran tanganmu
Kau memberiku senyum yang paling indah Al, begitu panggilan sayangku untukmu. Tapi, kenapa sekarang kau merubah senyum itu menjadi takut untukku. Kau seakan menjadi srigala yang siap menerkam orang-orang yang berada dihadapanmu.
kondisimu yang semakin menakutiku jika kau sudah menggigil dan membutuhkan itu. aku tidak kuasa untuk sekedar memelukmu. jika aku sudah memelukmu, kau hanya berontak. kau marah, kau berteriak-teriak sambil terus berucap kau butuh barang itu. dan aku, hanya menjadi saksi betapa aku kalah dengan beberapa pasienku. namun, pasien khususku malah seorang pria yang sangat aku cintai sepertimu.
mataku masih kosong, saat aku duduk di meja jaga. pekerjaanku sebagai perawat dipanti rehabilitasi.mataku menerawang lurus kedepan, masih mencoba mengingat semua hal yang sangat indah untukmu. Aku ingat betul 3 tahun lalu, kau yang baru mengenalku, langsung mau menceritakan semuanya. Menceritakan semua tentang dirimu. Tidak habis rasanya kejadian itu selalu kuingat.
“mau ngapain kesini?” tanyamu
“melakukan penelitian” jawabku singkat
“oh.. “ katamu sambil memutar-mutarkan kunci mobil
“kamu?”
Panjang lebar kau menceritakan tentang apa yang sedang kau lakukan sore hari itu. kau menangis, aneh. Tidak segan kau menangis dihadapan wanita yang baru kau kenal. Padahal, kau lelaki. Kau harusnya bisa kuat dan lebih kuat dari aku. Tapi, mendengar ceritamu, wajar kau menangis, sangat wajar.
#
“ampun pa. mama yang salah, mama yang salah”
Lelaki itu tidak berhenti memukuli wanita malang itu. dia semakin menjadi-jadi memukulinya. Ntah karena dipengaruhi alkohol, atau memang sudah tidak ada cinta lagi dari dia untuk wanita malang itu. disaat sang lelaki sedang memukuli dengan kasar wanita itu, seorang anak lelaki langsung memukul ayahnya.
“brengsek !! apa yang sedang kau lakukan kepada ibuku hah !!”
“kau, anak sepertimu, minggir kau !!”
“tidak akan kubiarkan kau menyakitinya, pergi !! jangan ganggu kami !! kami bisa hidup tanpa harta dan uang harammu. Pergi kau dengan wanita brengsek yang sama brengseknya denganmu!!” bentakannya semakin keras
“cuihh… kau bisa hidup tanpa uangku. Silahkan coba, jangan berani-berani lagi kau memakai semua barang-barangku.dan dia, bawa saja dia, dia sudah tidak berguna lagi untukku!” sambil menendang-nendang wanita itu yang sedari tadi sudah terluka parah karena pukulan-pukulannya
“anjing… jangan perlakukan ibuku seperti itu.” anak lelaki itu tanpa sadar mengambil sebuah guci hias dan di pecahkannya ke kepala lelaki tua itu. masih tidak terima dia mengambil pecahannya yang paling runcing dan menancapkannya di perut lelaki tua yang sudah memukuli ibunya itu.
Darah… darah ada dimana-mana, darah menjadi saksi betapa malam itu sangat suram. pembantu rumah tangga mereka pun hanya bisa terdiam dari kejauhan melihat semua kejadian itu.  Seorang anak lelaki yang baru berusia 15 tahun, bisa membunuh ayahnya sendiri. Malam itu menjadi malam yang sangat suram, menjadi malam yang sangat kelam untuknya. Meski pihak polisi sudah menyusuri dan menyelediki kejadian itu, dan menetapkan aldrian sebagai tersangka, tetapi pembantu Aldrian yang menjadi salah satu saksi kejadian tersebut mengakui bahwa aldrian dan mamanya adalah korban dari kekejian ayahnya. Lagipula, usia Aldrian yang masih 15 tahun, tidak mengharuskannya dipenjara.

#
Sejak kejadian itu, aldrian dan mamanya pindah ke bogor. Disana dia dan mamanya menghuni rumah baru. Namun, mamanya mulai bertingkah aneh. Mengurung diri dikamar, selalu menangis histeris, selalu tertawa-tawa sendiri. Aldrian semakin bingung. Saat dokter datang ntuk memeriksa mamanya, dokter langsung menyarakankan agar Aldrian membawanya ke psikiater, untuk memeriksa mental dan psikis mamanya. setelah Aldrian membawa mamanya ke psikiater, akhirnya sang psikolog tersebut mengharuskan Aldrian membawa mamanya keruamh sakit jiwa.
“ma…. Ini Cassandra. Dia pacar aku. Dia wanita yang sangat aku cintai, dia wanita yang sangat aku sayang. Maa.. mama dengar aku kan?” Aldrian senantiasa menggoyang-goyangkan tubuh mamanya sambil terus memperkenalkanku. sementara mamanya hanya sibuk menekuk tubuhnya. Menggigit-gigit bajunya. Rambutnya acak-acakkan. Dia tidak mengenali Aldrian, anaknya. Sungguh, itu merupakan keadaan yang miris untuk kusaksikan.
Aku melihat dia menangis. tidak tega rasanya, Aku langsung mengelus-elus pundaknya. Dia menangis di pelukanku, dia seperti ingin mangadu soal apa yang dia rasakan. Kemudian dengan terbata-bata dia berkata..
“mama sudah gila hampir 4 tahun ini. Mama gila karena lelaki bajingan itu.” dia berkata sambil menekan kata-katanya, ada benci dan dendam yang sangat jelas dari penjelasannya.
Aku memahami, lelaki yang sangat aku cintai itu begitu menyayangi mamanya, aku sangat mengerti, lelaki yang aku cintai itu begitu tertekan, sejak kecil hingga dia sudah dewasa. apalagi setelah aku mendengar tentang kekejian ayahnya sendiri yang tega selingkuh di hadapan mamanya dan setiap malam memukuli mamanya dengan sesuka hatinya.
#
“Aldrian…” aku kaget begitu membuka pintu kamarnya
Aldrian sedang menghisap salah satu cairan yang ada didalam botol, ada gelembung-gelembung aneh yang ada didalam botol tersebut. ada sebungkus bubuk yang mirip dengan garam kasar, dan itu benda yang sedang dia hisap itu, benda apa itu. benarkah yang aku lihat, sabu beserta alat penghisapnya.
Aku langsung berlari keluar, dia mencoba mengejarku. Dia lelaki jahat yang pernah aku temui. Dia lelaki jahat karena sudah membuat aku seperti orang gila karena terlalu mencintainya. Aku mencintai dia tanpa batas dan celah, karena aku tahu dia begitu mencintaku dengan bukan apa yang aku punya. tetapi, kali ini, aku seperti dibohongi oleh seorang malaikat berwajah tampan. Dia, lelaki yang sudah menjelma menjadi abu-abu dalam setiap hitam putih kehidupannya. Dia, lelakiku………. 

Tuesday, October 15, 2013

Lelaki Pelukis Senja Itu Pergi


Dua bulan lalu, dia sempat menitipkan suatu barang kepadaku. Dah berkata, bahwa barang itu jangan dibuka sebelum aku dan dia bertemu lagi suatu saat nanti. Bahagia, pasti. Tidak semudah itu untuk melebarkan senyum dihadapannya, dikarenakan meman dia adalah sesosok pria yang paling kutakuti, bukan apa-apa karena sifatnya yang pendiam dan selalu berkata apa adanya.
Matahari siang itu selalu memercikkan terik yang terasa pekat dikulit. Dia datang dengan berapi-api. Diam. Hanya diam. Dia sama sekali tidak berbicara apapun. Sesekali menatapku. Ntah, apa yang ada di pikirannya saat itu. aku pun seketika mulai takut untuk menyapanya.
“jangan sentuh aku dulu”
Matanya berair. Dia sakit, tidak. Bahkan sebelum dia datang menghampiriku, dia masih sempat bercanda, masih sempat tertawa. Lantas, apa yang membuatnya terluka, apa yang membuatnya menangis. Aku pun tidak kuasa melihat kejadian itu. namun aku tidak boleh menyentuhnya. Lalu, apa yang harus aku lakukan. Ingin ku bantah perintahnya, sesekali saja. Biarpun dia selalu berkata bahwa jadilah seorang wanita yang menuruti apa yang lelaki mau, biarpun kau tidak perlu melakukannya. Hanya sedikit tersenyum untuk menolak.
Aku bangkit dari tempat dudukku. Kemudian, dengan seketika, dia menarik tanganku sehingga aku terjatuh tepat di atas tubuhnya. Dia memelukku erat. Dia menangis. Dia membelai wajahku. Dia menciumi bibirku dengan basah. Asin, pasti. Dia menangis sambil menciumi bibirku. Sesekali dia mengambil nafas panjang dan mulai tidur di pundakku. Tangan lembutnya hanya sekedar mengelus-elus kepalaku.
“sakit..” katamu
Aku tidak tahu bagian mana yang sakit. Aku sama sekali tidak tahu, kenapa kau bisa merasakan sakit. Dengan hati-hati aku yang tadinya hanya diam merasakan semua sentuhanmu, mencoba melawan. Aku mulai menaikkan tanganku ke atas ppunggungmu, ku elus-elus dengan lembut punggungmu. Kau diam. Bagus, pikirku.
Seorang lelaki yang selama ini kuat dihadapanku, kini menangis. Selama ini dia yang menjadi penghapus dari segala tangisku. Sekarang, wanitamu yang lemah ini tidak sengaja melihatmu menangis.
#
“tolong rega.. hentkan kebiasannmu untuk melukis. Ikuti saran dokter, lakukan kemoterapi.” Bentak seorang lelaki yang sudah berumur dan berkumis tebal itu
“aku tidak akan pernah menghentikan ini semua yah, tolong beritahu dokter itu, diagnosa dia salah. Buktinya aku masih hidup sampai saat ini” katanya ketakutan sambil melindungi sebuah kanvas dan kuas-kuas
“tolong sekali lagi rega, pahami apa yang kami mau. Kami Cuma ingin kamu hidup lebih lama lagi”
“tidak akan kubiarkan siapapun untuk mengambil kesenanganku” rega terduduk di bawah jendela kamar, dia berlutut memohon kepada ayahnya untuk tidak sama sekali mengahcurkan lagi semua peralatan melukisnya
“kau benar-benar tidak tahu di sayang rega, untuk apa semua ini. Untuk apa semua cat-cat warna ini, dan ini, untuk apa ini” ayah rega kalap, menghancurkan sekali lagi alat-alat melukis rega.
“ayah jangan, jangan lakukan itu. ku mohon ayah, jangan lakukan itu” rega terus menarik kaki ayahnya sambil tersungkur.
“rega kasuari.. sejak kapan kau menjadi anak pembangkang seperti ini hah !!” bentak ayahnya sekali lagi
Rega hanya terdiam. Dia menangis sambil meratapi cat-cat warna yang sudah berserakan dilantai. Bajunya pun seakan penuh dengan warna-warna cat tersebut. dia menagis sejadi-jadinya. Tubuh lemahnya, seakan tidak bisa menampung semua beban yang sudah dia rasakan.
Rega hanya mau menikmati hidupnya yang di vonis dokter sudah tidak akan bertahan lama lagi. Semenjak mengidap leukemia, stadium 3, dia menjadi seorang lelaki yang tidak mau mengenal dunia luar lagi. Hanya kepada alea dia mau berbagi. Kekasih hatinya yang sudah 8 tahun menjalin kasih dengannya.
#
8 tahun yang lalu,.
“maaf ya, aku gak punya alas an untuk gak nerima kamu rega” alea tersenyum
“serius, jadi kamu nerima aku jadi pacar kamu”
“serius.. “
“makasih ale..”
21 juni 2005, menjadi hari bersejarah untuk aku dan rega. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 2, sementara rega adalah kakak kelasku yang merupakan tim basket putra di sekolahku. Dia keren, baik. Semua siswa cewek banyak yang naksir dia, tidak terkecuali seorang anak guru sepertiku. Diantara banyaknya wanita yang jatuh cinta kepadanya, dia memilih aku. Bahagia, pasti. Mungkin tidak bisa terlukiskan lagi. Rega menjadi satu-satunya pria dalam hidupku, untuk aku mengenal cinta.
Cinta itu tidak akan pernah dipertanyakan, kenapa kita bisa jatuh cinta kepadanya. Rega selalu berkata hal itu, setiap kali aku ngambek gak jelas karena banyaknya wanita-wanita yang selalu menggodanya. Bahkan tidak sedikit dari mereka tahu, aku dan rega adalah sepasang kekasih.
“tuhan itu adil ale,, dia menitipkan gadis kuat, manja, cengeng, suka ngambek, bawel sama aku sekarang”
“tuh kan, dimana letak adilnya kalo gitu, ga?” tanyaku manja
“ya adil, soalnya disamping perempuan itu, ada cowok tangguh, perhatian, setia kayak aku” rega mengedipkan matanya, kebiasaannya jika dia ingin iseng terhadapku
Rega memang selalu tahu, bagaimana caranya membaut aku tidak marah lagi. Selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hatiku. Membuat aku selalu berpikir bahwa Tuhan sama sekali tidak akan pernah tidur untuk suatu bahagia yang sudah dia ciptakan ini. Aku masih ingat, rega pernah hampir berantem dengan salah seoran teman kampusku. Saat itu, aku dan rega sudah berpacaran 3 tahun. Aku mahasiswa baru, saat itu hujan deras, aku menunggu hujan itu reda di salah satu halte bus di dekat kampusku. Lalu, setelah itu, ada seorang pria yang merupakan  kakak kelasku datang dihadapanku untuk menawarkan tumpangan kepadaku. Tanpa banyak berpikir panjang, aku langsung menerima tawarannya.
Tanpa disadari, rega melihat kejadian itu. dia marah, dia menyelip mobil kakak kelasku, dan memaksa kakak kelasku untuk membuka mobilnya. Padahal saat itu hujan pun masih setia turun dengan derasnya. Ketika kakak kelasku keluar dari mobil, rega memukulinya, tanpa sadar. Aku pun keluar untuk melerai dia dan kakak kelasku. Aku menarik tangan rega dan menamparnya sekeras mungkin. Aku tidak suka dengan apa yang sudah dilakukan rega. Aku marah. Tapi, sekaligus itu tamparan pertama yang aku layangkan kepadanya.
Setelah mendapatkan tamparan keras itu, rega langsung masuk ke mobil, sambil terus mengklakson mobilnya, yang menandakan aku harus masuk ke mobilnya. Aku meminta maaf kepada kakak kaelasku terlebih dahulu sebelum aku masuk ke mobilnya.
Setelah berada di dalam mobil, tiba kami diujung jalan. Sepi. Hanya ada beberapa mobil terparkir. Aku menangis. Rega pun mengerem mobilnya dengan sekeras mungkin. Dan aku tetap menangis sambil menutup wajahku.
“maaf” katanya
Aku masih menangis. Rega mulai mengambil kedua tanganku. Aku menunduk. Masih tertunduk sambil menangis terisak. Aku bukan marah pada rega, hanya kecewa kenapa dia bisa bertindak sebodoh itu. tanpa memikirkan penjelasku terlebih dahulu. Tiba-tiba, tanpa kusadari, ada sesuatu yang dingin yang melumat bibirku. Aku diam. aku masih menutup mata. Aku menikmati sesuatu yang lembut itu. seketika, rega berkata..
“aku cinta kamu lebih dari yang kamu tahu, aku takut kehilangan kamu, itu pasti. Aku marah wajar bukan. Aku tahu kamu kecewa ale, tapi jujur, aku hanya ingin bersanding denganmu”
Aku gemetar mendengar kata-kata itu. masih terdiam. Sulit untuk tersenyum. Itu ciuman pertamaku. Rega kasuari, mungkinkah. Aku memelukmu erat, aku juga takut kehilanganmu pikirku dalam hati.
#
“sakit.. apa yang sakit?”  tanyaku
“semuanya..”
“rega.. ada apa? Apa yang kamu sembunyikan dari aku?”
“pokoknya, aku mau kamu jangan beranjak dari sini”
“tapi, itu tidak mungkin. Kalau ayah sama ibu pulang, dan melihat kita seperti ini.” Jelasku sambil terus mengelus-elus kepalanya
“tidak akan lama. Kupastikan tidak akan lama.”
Kutarik tubuhnya agar semakin mendekat ketubuhku. Kuraih tangannya dan ku kecup mesra. Sesekali dia memalingkan wajahnya dan mencium keningku. Ada luka disana. Ya, biarpun tidak secara kasat mata aku menemui luka tersebut. aku tahu rega sedang terluka. Lelaki pelukis senja ku sedang berduka benarkah. Begitu banyak warna yang harus kau lukis lagi rega, jangan biarkan itu semua semu dan menjadi abstrak.
#
Aku berdiri tepat di sbuah pintu masuk pemakaman. Kupandangi semua orang yang sedang berkerumunan itu. bendera kuning, pakaian yang serba hitam. Wajahku pucat. Langit seakan mendung karenanya. Bukan hanya langit, tapi juga hatiku.
Aku berjalan gontai, pelan. Sangat pelan. Sementara mama dan papa rega masih terus terisak. Aku, dan aku hanya bersandar pada pegangan kedua orang tuaku. Menangis pun sudah tidak bisa lagi. Airmata seakan telah habis untuk menangisi kepergiannya tadi malam.
“rega meninggal” dokter itu berkata
Setelah hampir 1 bulan rega melawan sakit kerasnya dirumah sakit. Tapi, rega kuat. Dia menutupi tentang sakitnya hampir dua tahun terakhir kami berpacaran. Padahal ada secuil janji yang akan kami bangun di tahun depan. Menikah, punya anak, punya keluarga yang bahagia, 2 anak lebih baik kan sayang. Katamu tersenyum. Namun kemana semua itu. kau pergi rega. Kau tidak mau melukis semua senja itu lagi untukku. Rega kasuari, kenapa kau pergi. Kenapa kau tidak pernah sedikit saja menceritakan sakitmu.  Aku berontak, tidak tahu harus apa.
Setelah pemakaman, aku hanya terdiam sendiri di sudut kamar, marah, kesal, kecewa, sedih, semua berkumpul jadi satu. Jahat. Rega jahat. Kau sama sekali tidak pernah berpikir aku sakit dan emrasa bersalah. Kenapa kau harus jadi superhero disaat hatimu masih menjadi hello kity.
Aku duduk dilantai sambil menekuk kedua kakiku. Semua gelap. Kenangan itu masih terasa. Aku yang selalu menemani hobbymu melukis, disetiap sore di taman.
“kenapa selalu senja ga?” tanyaku
“kenapa, sini.. aku jelasin” rega menhentikan sebentar kegiatannya melukis, dan mengambil tanganku
“kenapa senja, coba perhatikan deh baik-baik sayang. Senja itu indah. Dia hanya muncul sekali dalam sehari. Dia muncul di antara siang dan malam. Sore kan. kamu tahu, yang lebih istimewa adalah, senja itu setia. Biarpun kadang hujan muncul di saat dore hari. Tapi, setelah hujan berhenti, senja tidak segen untuk muncul. Bukankah senja yang muncul setelah hujan akan jauh lebih indah bukan?” lanjutmu
Aku tersenyum. Menatap senja yang dia maksud. Aku kembali meneliti senja yang dimaksud rega.
“dan satu lagi, senja itu indah. Dia tterdiri dari dua warna, orange dan biru elap. Kalau kejadiannya sudah seperti itu, aku suka sekali memadukannya dalam sebuah lukisan.”
“iyaa, ya. aku baru ngeh sayang. Ohya, kenapa kamu selalu membuat inisial di bawah lukisan kamu?”
“ARK.. pasti tanpa aku kasih tahu kamu udah tahu lah, kepanjangannya”
“gak..” aku menggeleng-gelenggkan kepalaku
“Alea Rega Kasuari..” jelasmu sambil mencium keningku
Aku masih terisak. Masih tidak mau menatap ke depan. Aku masih menutup mataku. Belom bisa rasanya aku menerima semua ini. Lelaki pelukis senja itu telah pergi. Dia tidak akan pernah kembali. Regaa….
#
“Leaaa.. “ teriak seorang lelaki dari kejauhan
“hay sayang…”
Aku tersenyum.. Rifki… dia yang sudah berkenan menggantikan senjaku yang hilang dengan senjaku yang baru.. “bukankah senja yang muncul sehabis hujan jauh lebih indah bukan, Rega”
Kadang cinta menjadi sangat rumit bila kita masih diam ditempat untuk memahaminya, adakalanya kita harus berlari untuk maju. Adakalanya kita harus berlari untuk bisa benar-benar melupakan apa yang pernah membuat kita terluka. Namun, sakit rasanya bijak. Dia menjadi satu alas an kenapa aku harus bangkit.
“udah lama ya, nih bunganya.” Rifki sambil memberikan bunga tulip putih yang aku menjadi kesukaan rega
aku meletakkan bunga tulip putiih itu tepat diatas pusara rega yang tidak pernah sedikit saja tidak aku kunjungi. Selamat datang cinta, selamat tinggal rega. Aku bukan tidak mencintaimu lagi, aku masih mencintaimu, bahkan terlalu mencintaimu, tapi dia ada untukku. Lalu, jahatkah aku??