Total Pageviews

Friday, November 7, 2014

Sekedar Tulisan Tanpa Pena



“karena apa yang aku rasakan, tidak pernah sama sekali mereka rasakan….”

Aku Cuma bisa diam, Cuma bisa menangis, Cuma bisa menganggukkan kepala, Cuma bisa melawan tapi hanya beberapa kali perlawanan, Cuma bisa tersenyum, Cuma bisa bicara dan marah dalam hati, Cuma bisa berontak dalam hati, Cuma bisa marah-marah dan ngelawan lewat tulisan yang kayak sekarang aku lakukan, nulis di blog.. dan ini baru pertama kali aku lakukan. Baru pertama kali juga aku isi blog aku dengan kisah pribadi aku..
Mungkin jika kalian yang melihat aku sebagai nanda, akan selalu mengatakan jika aku bawel, aku drama queen, aku cengeng, aku manja, aku sok tahu.. aku tidak akan pernah meralat perkataan itu, karena memang begitulah aku adanya…
Kalian yang belum pernah lihat aku, dan sering lihat aku hanya dari segala-gala twit aku di akun twitter aku @Nandarisanti mungkin akan kaget jika kalian lihat aslinya aku gimana. Aku emang bawel, aku rada gesrek, iya. Di twitter hanya orang-orang tertentu yang bisa benar-benar memahami aku.
Tapi bukan itu yang ingin aku bagi atau aku ceritakan. Tapi masalah aku dan kenapa aku harus merasa dan berkata bahwa aku ini introvert, padahal aku di segala akun sosmedku begitu bawel dan selalu banyak berbicara atau banyak bertingkah aneh.
Aku anak pertama dari dua bersaudara, aku memiliki seorang adik lelaki. Aku tahu, bagaimanapun aku, aku seorang anak perempuan yang sebenarnya harus benar-benar dijaga (Kata mereka-orang tua)  tapi, terkadang aku berpikir, pernahkah mereka menyadari apa yang mereka lakukan kepada anak mereka tanpa sadar. Orang tuaku, begitu memperhatikan aku, ya memperhatikanku. Mereka lebih sering memperhatikanku daripada memperhatikan adikku. Mereka bilang “Karena nanda anak perempuan, sementara adik nanda itu lelaki” masalahnya, bukankah di zaman seperti ini laki-laki dan perempuan itu sama saja, sama-sama bisa berada didalam bahaya, sama-sama bisa terjerumus didalam pergaulan bebas, sama-sama harus dijaga. Kenapa hanya aku yang merasa jika aku saja yang terlalu di perhatikan. Dan bukannya semua itu kembali pada individunya masing-masing. Bagaimana dia menjaga dirinya sendiri. Bagaimana dia berprilaku di depan orang banyak agar tidak ada orang yang berani macem-macem dengannya. (Koreksi aku jika pandangan aku salah)
“sini uanganya, biar ibu aja yang nyimpan”
“jadi, uang segitu banyak kemana semua? Mana sisanya, sampe gak Nampak semua uangnya habis kemana?”
“ngapain pergi-pergi kalo gak ada yang penting kali”
“ngapain ke kampus? Alah, kalo Cuma untuk main-main gak usah lah”
“ngapain ikut-ikut komunitas teater kayak gitu, hari sabtu itu mendingan dirumah. Ngapain ke kampus. Dikampuspun gak ada orang”
“nanda itu terlalu boros, makanya kan udah sering ayah bilang, uang itu disimpan bagus-bagus”
“kapan skripnya siap? Jadi kapan wisuda. Lihatlah, kawanmu aja bisa wisuda bulan 10”
“alah, deka aja kerja bisa nyusun skripsi sekalian. Kenapa nanda gak bisa?”
“ngapain nanda dirumah aja, mending kan kerja. Udah terima aja kerjaan itu. Itung-itung cari pengalaman”
“ya udah, lihat aja nanti nanda urus sendiri kuliah nanda”
Aku sudah hamper hapal dengan semua perkataan itu. Kalian bisa lihat kan bagaimana orang tuaku terlalu memperhatikan aku. Begitu perhatiannya sampai aku tidak bisa bergerak kemanapun aku mau. Aku tidak pernah ditanya terlebih dahulu untuk mengambil keputusan. Dan jika aku memberanikan diri mengambil keputusanku, keputusanku selalu salah mereka anggap. Padahal, keputusan mereka kadang tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tidakkah itu begitu sangat tidak adil? Ntahah..
Aku mungkin terlalu berlebihan menanggapi apa yang mereka katakana. Typical seorang nanda risanti yang tidak bisa sama sekali tibentak atau dimarahi, kalau dimarahi langsung dipikirkan pa kata-kata yang keluar dari mulut orang tua.
Aku pernah melawan mereka. Tapi setelah itu aku sadar jika apa yang aku katakana itu secara tidak langsung menyakiti mereka.
“teater itu perlu yah, untuk melatih kepercayaan diri nanda. Supaya banyak temen juga di kampus. Sabtu gak ada orang di kampus namanya libur. Ya, paling ada orang-orang di komunitas itu lah”
“uang nanda habis untuk keperluan kuliah yah, dan banyak biaya tak terduga. Ayah tahu, uang 50rb aja dalam sehari bisa habis hanya untuk ngeprint dan fotocopy sana sini”
“ibu gak tahu, nanda yang tahu. Nanda yang menjalani perlualiahan itu kayak gimana. Ibu kan Cuma lihat nanda dirumah ketawa-ketawa kayak gak ada masalah dikampus kan? Jadi ya udah. Karena percuma nanda kasih tahu pun ibu gak akan ngerti”
“ya udah. Banding-bandingin aja terus nanda bu. Ibu kayak gitu seakan-akan ibu gak pernah percaya sama nanda”
“nanda keluar juga Cuma sekali-kali yah. Udah gitu pun perginya izin kan, dan ayah sama ibu tahu nanda pergi sama siapa. Kemana. Ya udah lah..”
“adik dika aja yang gak pernah ada dirumah, sepulang sekolah langsung keluar terus plg maghrib habis maghrib pergi lagi. Kayak gitu tiap hari. Kenapa gak ibu sama ayah marahin. Karena dika anak laki-laki. Justru sekarang harusnya ibu lebih waspada sama kelakuan dika diluar sana, daripada sibuk mikirin nanda”
“nanda pulang tiap hari selasa itu am 6 dari kampus yah. Ya udah lah gak usah di telpon-telpon nanya kok belom pulang. Padahal lagi kampus. Malu-maluin aja ayah ini”
“nanda Cuma minta tolong anggap nanda anak ayah sama ibu yang udah besar, udah umur 21 tahun. Bukan anak-anak kecil lagi yang umur 13 atau 15 tahun yang masih harus diawasi terus. Apa mau sampe nanda udah tua ayah sama ibu kayak gini”
“kasih nanda kelonggran dan ruang untuk privasi nanda yah, nanda Cuma mau ayah sama ibu percaya kalo nanda bisa urus hidup nanda sendiri sekarang. Cuma mau ayah percaya kalo nanda udah bisa nentuin mana yang baik mana yang buruk. Toh nanda selama ini juga kalo ngelakuin kesalahan jujur sama ibu atau ayah. Minta maaf juga”
Dan ketika setiap pembelaan-pembalaan seperti itu keluar dari mulutku, kalian tahu. Wajah mereka yang tadinya seperti ingin menerkamku mendadak pilu. Ada sendu yang tak terbaca. Mereka seperti takut kehilangan anak mereka. Seperti tidak menyangka jika anak mereka sekarang sudah besar. Aku ingat betul ada seorang tetangga ku yang mengatakan hal ini “kalian lucu lah (menunjuk ke orang tuaku) nanda ini kan udah besar. Kalian anggap aja dia masih kecil. Cemana sikapnya gak kayak anak kecil”
Aku percaya, kasih sayang orang tua sepanjang masa, mereka melarang aku ini itu ada alasannya. Mereka tidak pernah mempercayaiku mungkin karena tanpa sengaja atau tanpa sadar aku pernah membohongi mereka dan membuat mereka tidak bisa menaruh kepercayaan lagi terhadapku. Tapi satu hal yang beanrbenar bisa aku tangkap adalah, bahwa sepertinya mereka belum siap jika anak mereka sudah akan bisa meninggalkan mereka sewaktu-waktu. Ayah pernah bilang sesuatu dan menurutku ini sukses membuat aku menangis.
“salah rupanya orang tua ingin jaga anaknya. Salah rupanya orang tua mau yang terbaik untuk anaknya. Salah rupanya orang tua ingin anak mereka membanggakan mereka. Sebelum kakak nikah, apa gak boleh rupanya ayah masih kayak gini sama kakak”
Aku mengerti, sangat mengerti. Aku benar-benar memahami. Tapi aku tidak suka. Aku ingin diberi privasi sedikit saja. Kalian tahu, bahkan orang tuaku masih sering mengecek handphone atau tas milikku.
Aku akan selalu memberikan yang terbaik untuk kedua orangtuaku. Itu janjiku. Dan sampai kapanpun, aku ingin membanggakan kedua orangtuaku, menaikkan derajat mereka dihadapan orang lain. Itu janjiku. Tapi apa yang aku kerjakan, aku tidak bisa menceritakannya pada mereka. Aku tidak mau membuat mereka susah. Biarkan apa yang menjadi masalahku, cukup aku yang tahu dan merasakannya…
Ayah sama ibu itu akan selalu aku bahagiakan semampuku. Tidak akan pernah aku lupa bagaiman kalian mengangkatku ketika aku terjatuh. Tidak akan pernah lupa apa yang telah kalian lakukan untukku.
Tapi sekarang, aku sudah mulai paham. Sudah mulai mengerti. Kalian hanya tidak mau aku kenapa-kenapa, kalian hanya tidak mau merasakan khawatir jika aku pulang terlambat, kalian hanya tidak mau terjadi sesuatu denganku jika aku menggunakan uang terlalu berlebihan, biarpun tetep menurut nanda cara ayah sama ibu terlalu berlebihan. hehe
Aku sayang kalian, dan aku tahu kalian menyayangiku teramat. Mungkin aku yang masih belum bisa menerima kasih sayang kalian, masih belum bisa mengartikan sikap kalian. Tapi, percayalah.. Allah tahu yang anak kalian lakukan tanpa pun harus aku ucapkan.. bersabarlah untuk kebahagiaan itu ayah.. ibu.. aku akan membanggakan kalian di Gedung Serbaguna Unimed, dengan pulang membawa gelar sarjana. Setidaknya derajat kalian naik setingkat kan.. dan aku ingin melihat bagaimana kalian sekali lagi membanggakan aku dihadapan banyak orang, seperti waktu kalian begitu bangga terhadapku karena aku bisa lulus masuk ke universitas negeri di medan dan menerima beasiswa tanpa perlu membebankan kalian…
Maaf jika aku belum bisa benar-benar mewujudkan itu untuk waktu yang dekat ini.. aku masih juga harus menjalankan kamauan kalian juga kan,, bekerja..
Nanda tidak akan pernah mau mengecewakan kalian, tidak akan pernah membuat kalian bersedih, maka dari itu nanda tidak mau mengeluarkan apa yang menjadi keluh kesah nanda selama ini..
Kalian… yang baca blog ini. Semoga, bisa jauh lebih baik dari aku menyikapi hal yang dilakukan orang tua kalian.. karena sebenarnya, justru hal-hal itulah yang akan kalian rindukan pada saat kalian suatu saat akan kehilangan orangtua atau kalian sudah menikah..
“sebaik-baiknya mertua, lebih baik orangtua.. sesayang-sayangnya mertua, lebih sayang orangtua,, sekalipun orang tua kita sering marahin kita…” hihihi..

“aku mencinta kalian tanpa batas.. ayah.. ibu..”

No comments:

Post a Comment