“karena apa yang aku rasakan,
tidak pernah sama sekali mereka rasakan….”
Aku Cuma
bisa diam, Cuma bisa menangis, Cuma bisa menganggukkan kepala, Cuma bisa
melawan tapi hanya beberapa kali perlawanan, Cuma bisa tersenyum, Cuma bisa
bicara dan marah dalam hati, Cuma bisa berontak dalam hati, Cuma bisa
marah-marah dan ngelawan lewat tulisan yang kayak sekarang aku lakukan, nulis
di blog.. dan ini baru pertama kali aku lakukan. Baru pertama kali juga aku isi
blog aku dengan kisah pribadi aku..
Mungkin
jika kalian yang melihat aku sebagai nanda, akan selalu mengatakan jika aku
bawel, aku drama queen, aku cengeng, aku manja, aku sok tahu.. aku tidak akan
pernah meralat perkataan itu, karena memang begitulah aku adanya…
Kalian
yang belum pernah lihat aku, dan sering lihat aku hanya dari segala-gala twit
aku di akun twitter aku @Nandarisanti mungkin
akan kaget jika kalian lihat aslinya aku gimana. Aku emang bawel, aku rada
gesrek, iya. Di twitter hanya orang-orang tertentu yang bisa benar-benar
memahami aku.
Tapi
bukan itu yang ingin aku bagi atau aku ceritakan. Tapi masalah aku dan kenapa
aku harus merasa dan berkata bahwa aku ini introvert, padahal aku di segala
akun sosmedku begitu bawel dan selalu banyak berbicara atau banyak bertingkah
aneh.
Aku anak
pertama dari dua bersaudara, aku memiliki seorang adik lelaki. Aku tahu,
bagaimanapun aku, aku seorang anak perempuan yang sebenarnya harus benar-benar
dijaga (Kata mereka-orang tua) tapi, terkadang aku berpikir, pernahkah mereka
menyadari apa yang mereka lakukan kepada anak mereka tanpa sadar. Orang tuaku,
begitu memperhatikan aku, ya memperhatikanku. Mereka lebih sering
memperhatikanku daripada memperhatikan adikku. Mereka bilang “Karena nanda anak
perempuan, sementara adik nanda itu lelaki” masalahnya, bukankah di zaman
seperti ini laki-laki dan perempuan itu sama saja, sama-sama bisa berada
didalam bahaya, sama-sama bisa terjerumus didalam pergaulan bebas, sama-sama
harus dijaga. Kenapa hanya aku yang merasa jika aku saja yang terlalu di
perhatikan. Dan bukannya semua itu kembali pada individunya masing-masing.
Bagaimana dia menjaga dirinya sendiri. Bagaimana dia berprilaku di depan orang
banyak agar tidak ada orang yang berani macem-macem dengannya. (Koreksi aku jika pandangan aku salah)
“sini
uanganya, biar ibu aja yang nyimpan”
“jadi,
uang segitu banyak kemana semua? Mana sisanya, sampe gak Nampak semua uangnya
habis kemana?”
“ngapain
pergi-pergi kalo gak ada yang penting kali”
“ngapain
ke kampus? Alah, kalo Cuma untuk main-main gak usah lah”
“ngapain
ikut-ikut komunitas teater kayak gitu, hari sabtu itu mendingan dirumah.
Ngapain ke kampus. Dikampuspun gak ada orang”
“nanda
itu terlalu boros, makanya kan udah sering ayah bilang, uang itu disimpan
bagus-bagus”
“kapan
skripnya siap? Jadi kapan wisuda. Lihatlah, kawanmu aja bisa wisuda bulan 10”
“alah,
deka aja kerja bisa nyusun skripsi sekalian. Kenapa nanda gak bisa?”
“ngapain
nanda dirumah aja, mending kan kerja. Udah terima aja kerjaan itu. Itung-itung
cari pengalaman”
“ya udah,
lihat aja nanti nanda urus sendiri kuliah nanda”
Aku sudah
hamper hapal dengan semua perkataan itu. Kalian bisa lihat kan bagaimana orang
tuaku terlalu memperhatikan aku. Begitu perhatiannya sampai aku tidak bisa
bergerak kemanapun aku mau. Aku tidak pernah ditanya terlebih dahulu untuk
mengambil keputusan. Dan jika aku memberanikan diri mengambil keputusanku,
keputusanku selalu salah mereka anggap. Padahal, keputusan mereka kadang tidak
sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tidakkah itu begitu sangat tidak adil?
Ntahah..
Aku
mungkin terlalu berlebihan menanggapi apa yang mereka katakana. Typical seorang
nanda risanti yang tidak bisa sama sekali tibentak atau dimarahi, kalau
dimarahi langsung dipikirkan pa kata-kata yang keluar dari mulut orang tua.
Aku
pernah melawan mereka. Tapi setelah itu aku sadar jika apa yang aku katakana
itu secara tidak langsung menyakiti mereka.
“teater
itu perlu yah, untuk melatih kepercayaan diri nanda. Supaya banyak temen juga
di kampus. Sabtu gak ada orang di kampus namanya libur. Ya, paling ada
orang-orang di komunitas itu lah”
“uang
nanda habis untuk keperluan kuliah yah, dan banyak biaya tak terduga. Ayah
tahu, uang 50rb aja dalam sehari bisa habis hanya untuk ngeprint dan fotocopy
sana sini”
“ibu gak
tahu, nanda yang tahu. Nanda yang menjalani perlualiahan itu kayak gimana. Ibu
kan Cuma lihat nanda dirumah ketawa-ketawa kayak gak ada masalah dikampus kan?
Jadi ya udah. Karena percuma nanda kasih tahu pun ibu gak akan ngerti”
“ya udah.
Banding-bandingin aja terus nanda bu. Ibu kayak gitu seakan-akan ibu gak pernah
percaya sama nanda”
“nanda
keluar juga Cuma sekali-kali yah. Udah gitu pun perginya izin kan, dan ayah
sama ibu tahu nanda pergi sama siapa. Kemana. Ya udah lah..”
“adik
dika aja yang gak pernah ada dirumah, sepulang sekolah langsung keluar terus
plg maghrib habis maghrib pergi lagi. Kayak gitu tiap hari. Kenapa gak ibu sama
ayah marahin. Karena dika anak laki-laki. Justru sekarang harusnya ibu lebih
waspada sama kelakuan dika diluar sana, daripada sibuk mikirin nanda”
“nanda
pulang tiap hari selasa itu am 6 dari kampus yah. Ya udah lah gak usah di
telpon-telpon nanya kok belom pulang. Padahal lagi kampus. Malu-maluin aja ayah
ini”
“nanda
Cuma minta tolong anggap nanda anak ayah sama ibu yang udah besar, udah umur 21
tahun. Bukan anak-anak kecil lagi yang umur 13 atau 15 tahun yang masih harus
diawasi terus. Apa mau sampe nanda udah tua ayah sama ibu kayak gini”
“kasih
nanda kelonggran dan ruang untuk privasi nanda yah, nanda Cuma mau ayah sama
ibu percaya kalo nanda bisa urus hidup nanda sendiri sekarang. Cuma mau ayah
percaya kalo nanda udah bisa nentuin mana yang baik mana yang buruk. Toh nanda
selama ini juga kalo ngelakuin kesalahan jujur sama ibu atau ayah. Minta maaf
juga”
Dan
ketika setiap pembelaan-pembalaan seperti itu keluar dari mulutku, kalian tahu.
Wajah mereka yang tadinya seperti ingin menerkamku mendadak pilu. Ada sendu
yang tak terbaca. Mereka seperti takut kehilangan anak mereka. Seperti tidak
menyangka jika anak mereka sekarang sudah besar. Aku ingat betul ada seorang
tetangga ku yang mengatakan hal ini “kalian lucu lah (menunjuk ke orang tuaku)
nanda ini kan udah besar. Kalian anggap aja dia masih kecil. Cemana sikapnya
gak kayak anak kecil”
Aku
percaya, kasih sayang orang tua sepanjang masa, mereka melarang aku ini itu ada
alasannya. Mereka tidak pernah mempercayaiku mungkin karena tanpa sengaja atau tanpa
sadar aku pernah membohongi mereka dan membuat mereka tidak bisa menaruh
kepercayaan lagi terhadapku. Tapi satu hal yang beanrbenar bisa aku tangkap
adalah, bahwa sepertinya mereka belum siap jika anak mereka sudah akan bisa
meninggalkan mereka sewaktu-waktu. Ayah pernah bilang sesuatu dan menurutku ini
sukses membuat aku menangis.
“salah
rupanya orang tua ingin jaga anaknya. Salah rupanya orang tua mau yang terbaik
untuk anaknya. Salah rupanya orang tua ingin anak mereka membanggakan mereka.
Sebelum kakak nikah, apa gak boleh rupanya ayah masih kayak gini sama kakak”
Aku
mengerti, sangat mengerti. Aku benar-benar memahami. Tapi aku tidak suka. Aku
ingin diberi privasi sedikit saja. Kalian tahu, bahkan orang tuaku masih sering
mengecek handphone atau tas milikku.
Aku akan
selalu memberikan yang terbaik untuk kedua orangtuaku. Itu janjiku. Dan sampai
kapanpun, aku ingin membanggakan kedua orangtuaku, menaikkan derajat mereka
dihadapan orang lain. Itu janjiku. Tapi apa yang aku kerjakan, aku tidak bisa menceritakannya
pada mereka. Aku tidak mau membuat mereka susah. Biarkan apa yang menjadi
masalahku, cukup aku yang tahu dan merasakannya…
Ayah sama
ibu itu akan selalu aku bahagiakan semampuku. Tidak akan pernah aku lupa
bagaiman kalian mengangkatku ketika aku terjatuh. Tidak akan pernah lupa apa
yang telah kalian lakukan untukku.
Tapi sekarang,
aku sudah mulai paham. Sudah mulai mengerti. Kalian hanya tidak mau aku
kenapa-kenapa, kalian hanya tidak mau merasakan khawatir jika aku pulang
terlambat, kalian hanya tidak mau terjadi sesuatu denganku jika aku menggunakan
uang terlalu berlebihan, biarpun tetep menurut nanda cara ayah sama ibu terlalu
berlebihan. hehe
Aku
sayang kalian, dan aku tahu kalian menyayangiku teramat. Mungkin aku yang masih
belum bisa menerima kasih sayang kalian, masih belum bisa mengartikan sikap
kalian. Tapi, percayalah.. Allah tahu yang anak kalian lakukan tanpa pun harus
aku ucapkan.. bersabarlah untuk kebahagiaan itu ayah.. ibu.. aku akan
membanggakan kalian di Gedung Serbaguna Unimed, dengan pulang membawa gelar
sarjana. Setidaknya derajat kalian naik setingkat kan.. dan aku ingin melihat
bagaimana kalian sekali lagi membanggakan aku dihadapan banyak orang, seperti
waktu kalian begitu bangga terhadapku karena aku bisa lulus masuk ke
universitas negeri di medan dan menerima beasiswa tanpa perlu membebankan kalian…
Maaf jika
aku belum bisa benar-benar mewujudkan itu untuk waktu yang dekat ini.. aku
masih juga harus menjalankan kamauan kalian juga kan,, bekerja..
Nanda
tidak akan pernah mau mengecewakan kalian, tidak akan pernah membuat kalian
bersedih, maka dari itu nanda tidak mau mengeluarkan apa yang menjadi keluh
kesah nanda selama ini..
Kalian…
yang baca blog ini. Semoga, bisa jauh lebih baik dari aku menyikapi hal yang
dilakukan orang tua kalian.. karena sebenarnya, justru hal-hal itulah yang akan
kalian rindukan pada saat kalian suatu saat akan kehilangan orangtua atau
kalian sudah menikah..
“sebaik-baiknya
mertua, lebih baik orangtua.. sesayang-sayangnya mertua, lebih sayang
orangtua,, sekalipun orang tua kita sering marahin kita…” hihihi..
“aku
mencinta kalian tanpa batas.. ayah.. ibu..”
No comments:
Post a Comment