Total Pageviews

Tuesday, November 26, 2013

Tulisan Diandra..

Pagi itu, mendung untuk sekian kalinya mengerti bahwa aku tidak ingin beranjak dari tempat tidur ini. Aku baru menyelesaikan tulisanku hingga pagi menyapa pukul 05.00 pagi tadi. Dan sekarang, suara kokoan ayam dari jam beker kesayanganku telah menggemakan suaranya tepat diatas kepalaku. Bising… aku langsung mematikannya dan mulai mengucek-ngucek mataku.
#
“jadi gitu die.. aku sayang dia. Tapi dia bahkan gak pernah perduli. Aku bingung. Dia bilang sayang sama aku, tapi dia gak pernah bilang kita pacaran. Bingung kan?” cerita seorang gadis berusia 20 tahun itu.
Sosoknya yang manja seakan memancarkan kekhawatiran berlebih terhadap hubungannya dengan seorang lelaki yang sudah 5 tahun dikenalnya. Ada tangis di pelupuk matanya, saat dia benar-benar menceritakan tentang kisahnya bersama lelaki itu.
“kamu udah bilang sayang sama dia? Atau sitilahnya gini deh, kamu udah pernah nanya gak, perasaan dia ke kamu , atau dia sengaja mungkin ngegantung hubungan kalian supaya kamu lebih penasaran dan dia bisa tahu perasaan kamu yang sebenarnya. Al,, kamu sama dia udah sama-sama dewasa. Udah gak cocok lagi untuk ambek-ambekkan kayak gini.”
“ya masalahnya die.. dia selalu jadiin aku tempat pelampiasan nafsunya aja. Dia gak pernah mikirin atau nanya perasaan aku gimana dia perlakuin kayak gitu”
Aku mulai bingung, nafsu.. benarkah. Tetapi, kenapa dia tidak memperlihatkan malunya kepadaku disaat dia menceritakan hal itu. Aku mengerti perasaan Alya. Sore itu, hujan menjadi penghantar tangisan yang meleleh lurus tepat di lekukan pipinya. Sementara dia masih terus memainkan selembar tisu yang sudah tidak beraturan lagi bentuknya. Aku memainkan sendok kecil dari cangkir coffe yang aku pesan. Setelah, lama aku berpikir. Aku menggenggam tangan Alya dan tersenyum. Kamu tidak sendiri Al, ada aku disini yang ngertiin kamu.
#
4 tahun lalu..
“kamu suka gak sama aku? “ Tanya seorang cowok berkacamata di hadapanku
Suasana kelas sedang sepi. Jam istirahat dimanfaatkan para siswa untuk sekedar membeli makanan, nongkrong, dan baca buku. Tapi aku, aku hanya berdiam diri di kelas, sambil terus menuliskan ceritaku. Tapi, aku menemukan sesosok pria yang tiba-tiba hadir lalu menyanyakan kepadaku apa aku suka dengannya atau tidak. Aku hanya terdiam. Sambil mengangkat daguku, dia menatap mataku jauh, “aku ngomong sama kamu, kamu denger gak sih? Kamu suka gak sama aku?” tanyanya lagi.
“okeh.. kalau kamu diam berarti kamu suka sama aku.  Kita pacaran. Jam 7 malam minggu. Sms aku ke no ini.” Dia mengambil buku harianku dan menuliskan no handphonenya. Tapi aku masih diam terpaku mendengar semua perkataannya. Ada gelak tawa, ada keanehan yang terpancar saat aku benar-benar masih melongo di hadapannya.
#
“selamat ulang tahun sayang, Jakarta – inggris jauh. Tapi aku gak pernah jauh kok. 24 juli. Semoga kamu semakin sayang, dan semakin setia sama aku. Love.. Diandra rahmat. Dari pacar kamu yang selalu sayang sama kamu. “ Bagas
Dia tidak pernah lupa..


#Bersambung..


Monday, November 25, 2013

Wanita Penikmat Sapa

Aku tepat duduk dibelakang bangku yang menghadap lurus kedepan. Masih sama, dia begitu sederhana dan mempesona. Ada jiwa kepemimpinan dalam dirinya, yang memang benar-benar tidak bisa aku jelaskan. Ada satu kekaguman dari dirinya yang memang aku simpan dan hanya aku yang tahu kenapa aku tiba-tiba mengaguminya. Andai dia tahu bahwa aku ingin sekali bisa dekat dengannya seperti teman-teman yang lain, yang bisa dekat dengannya. Tapi, sayang aku tidak punya keberanian dalam diriku. Tanganku seakan tahu jika ada getar yang berbeda dalam hatiku. Mulutku pun seraya ikut terkatup, aku sama sekali tidak bisa menegurnya, tidak bisa menyapanya, padahal hatiku ingin sekali saja aku menyebutkan namanya atau sekedar memanggilnya. Sekedar menyapanya, “selamat pagi..” tapi semua itu tidak bisa aku lakukan.
Lelaki berwajah sendu, yang selalu mengalihkan setiap pandanganku. Seperi saat ini. Saat dimana seharusnya ada bahagia, ada tawa. Namun, dia senantiasa memberikan luka.
#
Lelaki itu tertunduk lunglai. Di antar semuanya dial ah yang menjadi perhatianku untuk pertama kali. Disaat semuanya sibuk berdebat untuk memutuskan dimana kita akan tinggal, dia hanya terdiam sambil memegang dagunya, sesekali mengangguk tanda dia mengerti, atau sesekali menepuk pundak teman di sebelahnya yang sedang berkomentar. Ntahlah.. satu kata didalam benakku menggambarkan dia adalah “aneh”.
“perkenalan aja dulu” ucap seorang pria disampingku
Semuanya sibuk dengan memperkenalkan dirinya. Tiba giliran lelaki aneh itu, dan saat dia memperkenalkan namanya, “aku bayu..” semua pada tertawa. Iya, mereka tertawa dikarenakan suaranya yang sedikit cempreng seperti suara Donald duck. Haha.. aku hanya tersenyum, padahal yang lain sudah jelas sekali tertawa terbahak-bahak. Disaat semua menertawakannya, dia hanya menegakkan badannya dan membenarkan kerah beju kemeja putihnya. Gagah. Jelas, dia berkuliah di jurusan olahraga.
Hampir 2 jam kami bercengkrama, aku dan semua teman-teman baruku, sibuk membicarakan kapan dan apa yang harus dilakukan untuk kelompok kami. Aku pulang dengan keadaan taas yang berat dikaraenakan aku membawa laptop kesayanganku, sibuk dengan almamaterku, aku ribet. Saat aku menuruni anak tangga dengan segala keribetanku , lelaki aneh itu menepuk pundakku “eh, aku duluan ya” aku hanya bengong, sambil melihat tatapan dan senyumnya. Ahh, ini hari yang luar biasa. Aku memang bukan menyukainya, hanya masih penasaran.
#
Pagi itu, aku datang dengan tergesa-gesa, itu hari kedua setelah hari pertama perkenalanku di sekolah itu. Aku takut terlambat, rok hitam kebesaran, almamater kebesaran, sepatu higheels 5cm, aku merasa itu adalah saat menyebalkan karena aku harus menjadi bukan diriku. Aku memasuki sebuah rumah yang kami sebut posko, ada suara aneh itu sedang sibuk bernyanyi. Aku hanya tertawa dalam hati, dia lucu. Tapi aku masih belum berani untuk menegurnya. Salah satu teman perempuanku berteriak dari dalam kamar..
“bayu.. ini ada telpon. Dari umi”
“jangan diangkat, dibiarin aja. Ntar dikira kalian pacar aku.” Teriaknya dengan suara anehnya dari dalam kamar mandi.
“umi… masih pagi. Udah di telpon. Anak mami.. hahaha” celetukku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri. Lelaki itu, aahh.. dia pasti lelaki baik, lelaki yang penuh perhatian. Tapi, apa ini.. kenapa dengan perasaanku, kenapa tia-tiba aku tersenyum ketika menggerutu tentang dia. Sudahlah, mungkin karena dia terlalu sweet untuk ukuran mahasiswa jurusan olahraga yang pagi-pagi sudah ditelpon leh ibunya.
#
2 bulan, kejadian itu masih sama. Masih dengan ketidak beranianku untuk menyapanya. Terkadang, aku bingung, harus dengan apa aku menyapanya disaat pagi, apalagi sekarang aku tahu dia sedang menyukai salah seorang perempuan. Perempuan itu cantik, bahkan jauh lebih cantik dari aku. Aku minder pasti, dan kabarnya mereka sudah sering jalan bareng.
Semua berlalu tanpa kenangan-kenangan yang tersaji. Ada duka setiap aku hadir di sekolah namun aku tidak menemukan sosoknya, khawatir pun selalu menggantung bebas di pikiran. Sudah, semuanya sudah berakhir. Perasaan apa ini, ini Cuma rasa penasaranku kepadanya kenapa aku tidak bisa dan berani mennyapanya. Ahh,, baiklah. Aku harus bisa menyapanya, pikirku.
“bayu… tolong ambilkan pena itu donk. Itu punya aku.” Kataku kepadamu
“oh, bentar ya. Ini,” bayu menjulurkan sebuah pena sambil tersenyum kepadaku
Ya Allah, dia tersenyum. Apa ini, kenapa ini. Aku sudah berani menyapanya dan dia, dia tersenyum kepadaku.
“absen yuk..”ajakmu
Dia mengajakku absen, ini lebih gila dari yang aku bayangkan. Namun, dia tetap cuek. Cuek dan sama sekali tidak pernah bercandaan denganku seperti yang dia lakukan dengan teman-temanku yang lain. Kenapa, apa salahku, kenapa dia tidak bisa melakukan hal yang sama dengan teman-teman wanitaku yang lain. Ada bulir kesedihan dari raut wajahku ketika dia dengan santainya bermesraan atau bercanda riang dengan teman-teman wanitaku.
Kenapa dia gak pernah sadar, ada aku yang memperhatikannya. Kenapa dia tidak tahu, ada aku yang selalu sakit kalau tahu dia menjahili atau menggoda-goda teman wanitaku yang lain. Dia jahat. Tidak, tentu tidak. Dia tidak pernah tahu. Jadi dimana salahnya..
#
Ada cinta yang tersirat dalam diamku selama ini. Ada mendung yang tergambar dengan jelas dimataku saat tahu bahwa kau dengan dia. Sudah lama, bahkan selama ini aku rajin datang kesekolah, atau sekedar bahagia karena aku bisa mendapatkan jadwal piket yang harinya bersamaan denganmu, aku bahagia. Tentu. Karena aku yakin, kita bisa berada berdekatan tanpa jarak, di meja piket. Namuan, semua yang aku inginkan dan aku bayangkan seakan menjadi pecah. Karena semua kekhawatiranku menjadi nyata. Saat sore itu, kau dengan gagahnya maju ke depan, mengambil sebuah mic.
“jadi, teman kita ini ingin mengutarakan perasaannya terhadap salah satu teman kita juga”
Hah,. Sudah bisa aku pastikan kau ingin mengatakan dan mengutarakan perasaanmu terhadapnya. Aku mulai muncur teratur. Dari kursi itu. Aku sembunyi di balik panggung. Sambil seraya memainkan handphoneku. Aku masih mendegar temanku berucap. Tiba-tiba, duara aneh itu berbicara. Aku mulai panik. Jantungku berdegup kencang, ada tangis yang pecah. Dan tidak ada yang tahu. Aku merasa sendiri, padahal teman-temanku yang lain sudah sibuk berteriak “cie..cie..bayu..”
“aku suka sama dia, dari awal kita ketemu. Dari awal aku tahu dia anaknya gimana. Dari awal aku tahu, dia manja, dia cengeng, dia panikan, dia lucu. Tai itu semua gak penting. Aku suka sama dia karena dia ramah. Aku gak pernah tegur-teguran sama dia, gak pernah berbicara, aku gak pernah menyapa dia karena aku takut, yang aku tahu, dia udah punya pacar. Tapi, udah 3 minggu ini, dia putus sama pacarnya. Dan aku merasa, ada kesempatan untuk aku. Meskipun aku sama dia gak pernah berbicara, bercandaan bareng, tapi aku tahu tentang dia lewat sahabat-sahabatnya, tanpa dia tahu aku selalu nanya tentang dia.”
Aku bingung, mulai bingung, dan dengan kebingunganku itu, tanpa sadar, sudah ada banyak mata yang memperhatikanku. Mereka tersenyum kepadaku, aku semakin bingung. Dengan berlinangan airmata, aku menutup mulutku. Seakan aku tidak ingin mereka tahu, bahwa aku sedang takut. Aku sedang sedih karena akan tahu cowok yang selama ini aku kagumi mau mengutarakan perasaannya ke perempuan yang sedang dia dekati.
“Cewek itu bernama Andara ralinesyahputri. Atau biasa dipanggil dara. Dara, aku tahu kamu dibelakang panggung, kalau kamu gak mau nemuin aku di depan, aku yakin kamu denger aku. Dan aku akan tetap bilang”
Salah satu teman terdekatku, wina, dia memelukku. Dia tahu perasaanku, dia bingung. Tapi aku jauh lebih bingung, dan akhirnya semua teman-temanku menyruhku ke depan panggung. Dengan mata yang sudah memerah di karenakan tangisanku yang pecah, dia .. ada apa dengan dia. Kenapa dia. Semua itu berkecamuk di pikiranku.
“kamu, maaf. Di depan semua orang yang masih ada di sini. Sore ini, aku mau bilang. Kamu mau gak jadi pacar bayu?”
Aku hanya terdiam, sementara teman-temanku sudah sibuk dengan berteriak-teriak “terima” sedang aku masih berdiri kaku. Wina, seraya memegang tanganku. Tanpa pernah meninggalkanku.
“aku, kenapa aku. Bukannya kamu sama ..”
Belum sempat aku meneruskan kata-kataku, dia mengahmpiriku, dengan semakin dekat kearahku.
“aku sama dia gak ada apa-apa. Aku Cuma minta tolong dia soal tugasku. Sekarang kamu jawab aja. Kamu mau atau gak jadi pacar aku?”
Sekali lagi, tangisanku pecah. Aku hanya bisa menunduk. Menunduk malu. Menunduk karena kenapa aku bodoh sekali. Tidak pernah menyadari perasaannya. Saat aku tengah menangis, dia maju selangkah dan memelukku.
“kok kamu nangis sih, kan kamu Cuma tinggal jawab. Cengengnya kelewatan deh..” sambil mengelus kepalaku
Saat dia melakukan hal itu, teman-temanku yang lain yang masih berada di pekarangan sekolah, karena acara sebenarnya sudah selesai dan tinggal ada beberapa puluh orang, semakin menyorakin ku. Saat dia tengah memelukku, aku hanya bisa memukul-mukul pundaknya dengan manja.
“kamu kenapa gitu, selama ini cuek sama aku.. selalu goda-godain temen-temen cewek kita, aku cemburu sebenarnya. Tapi, kamu gak peka. Jahat banget tahu gak”
“aku takut, kan kamu masih punya pacar kemaren-kemaren. Tapi dari wina aku tahu, kamu punya perasaan sebenarnya dengan aku. Di hari ini, hari terakhir ini, aku Cuma mau bilang, aku mau kamu jadi pacar aku. Dan jawab sekarang”
“kayaknya gak perlu aku jawab juga kamu udah tahu.. iya aku mau..”
Dia melepaskan pelukannya. Sambil memegang tangan kananku, dan menyodorkan mic ke arahku.
“coba ulangi, kamu jawab apa. Kamu mau gak jadi pacar aku”
Aku hanya mengangguk. Aku tahu, tidak akan ada kesalahan terbesar pun yang tidak bisa kita rubah. Termasuk hati, ketika aku salah dalam menafsirkan artinya, dia begitu mengerti bahwa tidak aka nada yang salah dengan pilihan dan kata hati. Hanya kita bingung memaklumi isinya. Cuma Allah yang tahu bagaimana aku bahagia memiliki dia dan tahu bahwa perasaan kami sama.


Sunday, November 3, 2013

Memory Kotak musik


Ada banyak cara untuk aku mengagumimu lebih dari sekedar sahabat, saat aku mulai tahu, perhatian-perhatian yang selama ini aku berikan itu bukan sekedar perhatian yang diberikan sahabat, melainkan perasaan seseorang yang sudah menganggapmu lebih dari sahabat. Aku marah saat tahu ada seseorang yang berusaha menyakitimu, aku sedih jika kau menangis memelukku bukan karena aku, ya aku menangis bukan karena apa-apa, tapi aku sedih karena tahu kau menangis untuk orang yang seharusnya tidak perlu kau tangisi. Sudah bertahan seberapa lama pun aku tetap menunggu kau menjawab rasa penasaranku untuk mau dibawa kemana hubungan kita. Malam semakin menunjukkan gelapnya yang pekat, saat aku berusaha untuk menelponmu. Tidak di angkat, aku khawatir. Itu pasti. Aku perempuan, dan aku lebih peka. Aku lebih sakit menahan perasaan ini. Aku tidak mengerti bagaimana caranya aku melupakanmu, bahkan setelah aku berpacaran dengan orang lain pun aku sama sekali tidak pernah mencintai orang tersebut, aku jahat. Ntahlah. Tapi itu yang benar-benar aku rasakan.
“mikha.. kamu dimana? Aku kangen, butuh kamu”
Pesan terkirim. Lama aku menunggu balasanmu, bahkan kau tidak membalas pesanku, aku tetap merasa bersalah soal malam itu, aku bingung. Apa yang harus aku lakukan, sementara aku benar-benar tidak suka mikha melakukan hal itu. Waktu itu memang sudah menunjukkan pukul 01.45 wib. Tapi aku belum bisa tidur dikarenakan aku memikirkan mikha.
#
“kotak musik ini disimpan ya?” mikha memberikan kotak musik itu di waktu ulang tahunku yang ke 9 tahun, aku senang sekali. Dia sangat tahu aku begitu menyukai sesuatu yang berbau dengan musik, aku memang tidak bisa bermain alat musik seperti dia, tapi dia selalu menjadi orang yang paling berusaha untuk mengajariku bermain alat musik. Walaupun hanya sekedar pianika.
Dari kecil aku dan mikha memang sudah bermain bersama, tertawa bersama, mikha marah sekali jika tahu kalau aku menangis dan ada yang mengganggu. Dia akan sangat khawatir jika aku sakit. Tiap pagi, dia selalu menjemputku dengan sepedanya, dia bersedia memboncengku di belakang.
Pernah suatu ketika, hujan turun dengan derasnya. Di jalan, mikha sibuk dan khawatir aku sakit. Akhirnya kita berhenti di salah satu pohon besar. Mikha memberikan jaketnya yang sebenarnya juga sudah hampir basah semua ke tubuhku, mikha memegang tanganku, dia bilang jika tanganku di usap-usap seperti itu, dinginnya tidak akan terlalu terasa, mikha berkilah dia di ajarkan oleh mamanya. Lucu, itu lucu. Seorang bocah umur 9 tahun. Mentary seakan enggan untuk muncul dan digantikan oleh awan hitam yang dipayungi hujan, dia sekan memberi restu pada kami untuk menikmati aroma hujan yang turun diantara beberapa pohon cemara.
“nanti kalo udah besar, kita bakalan ketemu lagi disini. Eh, kamu harus satu sekolahan terus sama aku” mendengar kata-kata mikha aku terdiam. Ya jelas sekali, aku tidak akan bisa bersekolah terus bersama-sama dengannya, dikarenakan selesai sekoah dasar, aku harus bersekolah di jerman. Aku hanya tersenyum, tanpa mengiyakan perkataannya.
#
“kamu kenapa harus bohong, kenapa harus pegi diem-diem gitu. Kenapa harus nitipin kotak musik itu lagi ke aku. Kenapa kamu gak mau bawa kotak musik itu, kenapa kamu selalu mengambi keputusan sendiri tanpa biang dulu sama aku. Dan sekarang, kamu mau tunagnan, kenapa gak bilang, kamu itu kayak hantu tahu gak, kamu pergi dengan diam, kamu datang dengan diam, kamu pergi lagi sekarang dengan diam.”
“pergi kemana?” tanyaku
“pergi ke hati orang lain, sementara kamu gak tahu kalau selama ini aku bener-bener setia nunggu kamu. Ntahah, aku bingung. Sepertinya perasaan ini yang udah lama aku pendem Cuma aku aja yang ngerasa, kamu gak tahu. Dan gak akan pernah tahu. Kamu lemah, untuk semua kepekaan ini. Kamu menjadi mawar merah yang indah tetapi sebenarnya kamu nyakitin dengan segala duri yang ada disekelilingmu”
Plakk… sebuah tamparan keras mendarat di pipi mikha. Dengan sigap tanganku seakan tahu jika semua perkataan mikha itu terlalu sakit untuk didengar. Mendung menjadi teman terbaik sore hari itu. Aku masih dengan kekakuanku. Melibatkan sekelumit janji yang pernah terurai. Airmata membuncah hadir dengan sangat derasnya di lekukan pipiku. Mikha hanya diam, memegangi pipinya yang memerah. Ada mendung yang juga sangat terasa di wajahnya, lembayung yang menjadi saksi juga marah dengan stuasi itu. Senja yang memancar juga marah dan tidak ingin memperihatkan warnanya.
Aku marah dengan mikha, tidakkah dia tahu seberapa besar aku menahan rasa ini selama hampir 11 tahun kami berpisah, tidakkah dia tahu aku menunggu ucapannya kali ini. Aku menunggu dia mengutarakan dan mengucapkan perasaannya terhadapku. Kenapa disaat Aga saudah dengan hatinya yang tulus muncul dihadapanku dia baru mengutarakan perasaannya dan seakan menjadi maaikat yang selama ini menungguku.
#
Mikha menangis di depan rumahku, dia membawa gitar kecil yang tidak lain adalah ukulele kesayanganya dan sebuah pianika kecil. Aku keluar, aku merasa aneh melihat tingkah mikha pagi itu.
“main ini bareng aku ya, kita nyanyi lagi. “
“kamu kenapa? Nangis kenapa? Nyanyi.. somewhere over the rainbow lagi”
“iya, terus kita nyanyi lagu sheila, sahabat sejati”
“hapal?”
Mikha tersenyum, aku menyuruhnya duduk di depan beranda rumahku. Aku mulai memainkan pianika mengeluarkan nada-nada lagu somewhere over the rainbow, mikha menangis. Ntah apa yang membuatnya menangis. Aku masih bingung, tapi aku terus memainkan lagu itu, setelah itu mikha juga memainkan ukulelenya menyanyikan lagu sahabat sejati.
#
“makasih buat selama ini udah jadi temen terbaikku. Ini kotak musiknya aku titipin ke kamu. Kamu jaga ya, suatu saat kita ketemu, kamu harus tetap simpan ini dan bakalan aku minta lagi. Gonne miss you mikh.. .. –Fatin “ 
Mulai sejak aku menuliskan surat itu, aku dan mikha tidak pernah berkomunikasi lagi. Sampai 4 bulan lalu aku kembali, ke rumah itu. Rumah dimana pernah aku tempati. Untuk beberapa minggu aku tinggal disitu, aku belum berani menemui mikha. Hanya mengintipnya dari balik jendela. Setiap mikha pulang kuliah, setiap mikha keluar dengan membawa gitarnya.
Hal itu terus aku lakukan, sampai suatu ketika, aku sedang asyik mengintipnya dari balik jendela dan tiba-tiba, ada sosok mikha tepat di hadapanku, tepat di depan kaca itu. Dia tersenyum. Aku menangis dan langsung keluar memeluknya. Dia membelai mesra rambutku, sesekali dia menarik nafas panjang, mengatur suaranya yang mulai tersendat dikarekan menahan tangis. Saat aku melepas pelukannya betapa kagetnya aku, dia membawa kotak musik yang selama ini aku minta dia untuk menjaganya.
Mikha…..
#
Aga seorang pria yang dengan segala ketulusannya selalu membuat hari-hariku bahagia selama kami berkuliah di jerman. Dia menjadi satu-satunya pria yang sama sekali mengerti keadaanku. Tapi untuk kali ini, aku marah karena dia sudah ketahuan berselingkuh dengan wanita lain. Mikha mengetahui hal itu dan mulai menjadi seorang superhero di depanku.
“brengsek, kau apakan fatin. Ini untuk semua yang sudah kau lakukan dengannya. Untuk sebuah pengkhianatan” satu buah tinju melayang keras ke wajah aga. Aku yang melihat kejadian itu hanya menangis, aku jelas membela mikha. Dia sahabatku. Tapi aku marah dengannya dikarenakan dia selalu menjadi orang yang sok benar dan sok paling tahu dengan keadaanku.
Sesampainya dirumah emosi itu tidak tertahankan lagi, kotak musik itu aku banting di hadapannya. Dan mikha langsung terdiam, dia menangis dan keluar dari rumahku.
“mikha..” aku menjerit memanggil namanya. Tetapi, mikha tidak menggubris semua teriakanku. Mikha pergi dengan segala amarahnya. Dan aku hanya bisa menangis sambi terus mengutip bagian dari kotak musik kesayangan kami menjadi satu. Kotak musik itu hancur. Dan mikha, hati mikha juga pasti hancur melihatnya.
#
“tadi malam aku udah tidur, aku mau ketemuan sama kamu”
Mikha membalas pesanku. Sesuai kemauannya aku dan mikha bertemu. Dia membawakan sebuah kotak musik baru, dia memberikannya lagi kepadaku. Kali ini ada seuah surat didalamnya, dan beberapa not lagu. Hasil ciptaannya.
“kamu tahu aku marah, kamu tau selama ini aku udah berusah untuk jaga perasaannku, aku tahu selama ini aku sama sekali tidak berarti apa-apa di hati kamu. Tapi itu tidak berlaku dihatiku. Kamu tetap menjadi fatin resya yang selalu ada di hati aku. Will you marry me?”
Aku memeluknya, aku menangis sekuat-kuatnya, ternyata perasaan kagum yang berubah menjadi butir-butir cinta yang manis itu memang tidak sia-sia dan dia memberikan hatinya juga untukku. Terima kasih oleh waktu yang tetap menjaga alurnya untuk tetap indah. Awal yang dimulai dari ketidak tahuan oleh mega, menjadi warna dalam gelap. Akan ada satu lukisan indah yang kami beri nama ketulusan dan akan ada satu kata yang tidak akan pernah terpisah oleh apapun bernama kesetiaan.
#