Cerpen
by Nanda Risanti
“Hay
senja selamat pagi?”
“hay
senja selamat malam?”
“hay
senja, kamu dimana?”
“hay
senja, kenalin ini aku pelangi?”
“hay
senja, aku kangen kamu”
Bahkan
cinta tidak pernah serupa dengan tokoh utama perjuangan yang memperjuangkan
negaranya, bukan aku yang mencintai kau lebih, tapi aku yang terlalu lama
menyatakan perang. Perang melawan hati, perang melawan rasa takut, perang
melawan semua orang yang berusaha mendekatimu.
Ini
tentang aku dan senja yang muncul secara tiba-tiba tanpa pernah aku undang…
***
Aku
bergerak menyusuri koridor kampus besar itu, langit gelap, mendung. Tidak ada
sinar matahari dan waktu sudah menunjukkan pukul 17. 45 WIB. Aku mempercepat
lariku. Ku hentikan langkahku tepat di sebuah tempat wudhu.
“Sial,
bahkan tempat wudhu pukul segini pun masih penuh” gumamku dalam hati.
Aku
pergi berlari ke salah satu kamar mandi tepat di belakang gedung jurusanku. Tenang,
sepi. Tapi tetap saja, ada yang mengisi. Aku terdiam cukup lama. Hingga akhirnya
seorang lelaki berpakaian rapi, dengan kaos bercorak hijau putih bergaris, dan
celana tisu warna hitam. Wajahnya bersinar.
“Subhanallah,
sore ini bahkan senja tidak muncul karena mendung. Tapi di hadapanku sekarang,
ini senja” kataku kagum dalam hati.
Pria
itu tersenyum. Dia memakai jam tangan merk positif di tangan kanannya. Alu, ada
sesak di rongga dada paling dalam di tubuhku saat dia melayangkan senyum
kepadaku.
“maaf,
lama. Airnya keluarnya gak deres. Agak sedikit lama” jelasnya.
Aku
hanya tersenyum.
***
Ada
sebuah pengumuman di mading. Tentang semua calon pemimpin SEMAF. Dari semua
foto itu, ada foto dia, ya dia yang mengantikan senjaku sore hari itu. Senjaku yang
tidak muncul karena mendung merenggutnya.
“Fatan
syahputra. Dia temen SMP aku dulu nis, dulu tuh anaknya cengo abis. Gak gaul. Aslik,
dia tuh pokoknya kucel dah. Mana kecil banget dulu, gak tahu sekarang kenapa
bisa jadi ganteng, keren, pinter, dan calon SEMAF. Kenapa, tuh jari telunjuk
gak pindah-pindah dari fotonya” resya berbicara panjang lebar.
“gak
kenapa-kenapa” aku berhalau pergi. “Fatan.. fatan.. jurusan bahasa inggris, dan
smart. Gak cocok banget sama aku. “ kataku sambil terus berpikir dalam hati.
Saat
aku sedang sibuk memikirkan lelaki yang biasa aku panggil senja itu, ada sebuah
tangan besar merangkul bahuku. Dia sahabat yang sangat memahamiku. Resya.
“jadi,
apa kamu mau cerita ? kamu naksir dia ya.. hayo ngaku. Mau aku kenalin?”
ledeknya.
Mulai
sejak saat itu, aku tidak bisa mengelak dari Resya. Dia terlalu pintar untuk
sekedar aku bohongi. Bahkan dia yang paling peka dengan keadaanku.
***
“hay
senja.. selamat pagi. Haha.. lucu ya kalau aku nyapa kamu pagi-pagi tapi aku
panggil kamu senja. Kan senja munculnya sore-sore. Haha. Hari ini kamu cute
banget deh, pake batik. Selalu suka kalo kamu udah pake kemeja. Jangan pernah
baca hati aku ya, kalo kamu baca, aku malu..” tulisku di notebook yang tiap
hari aku bawa kemanapun.
***
Sebuah
suara dari jauh mengagetkan aku. Dari awal aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya
menyayangi seseorang yang hanya bisa aku pandangi dari kejauhan. Tidak untuk
semua rasa yang bahkan selalu menyimpan sesak tiap kali aku berpapasan
dengannya. Tidak untuk semua kekecewaan dan rasa sakit tiap kali melihatnya
dengan wanita lain. Tidak untuk rasa tawa dan bangga tiap kali aku melihatnya
sibuk berkampanye di koridor kampus. Dan tiap kali aku memperhatikannya dari
kejauhan, aku selalu berkata “jadikan aku jodohnya ya Allah, atau jadikan dia
jodohku. Impas dan adil kan. Hehehe” kataku dalam hati.
“Anisa..
“ teriak Resya dari kejauhan.
“itu
Fatan tuh, pake jaket PSD warna hitam. Keren deh” jelasnya.
Aku
mencari dimana keberadaan Fatan karena pemberitahuan Resya. Namun saying, aku
tidak menemukannya. Aku tahu Resya sedang meledekku.
“ciee
nyariin berarti naksir beneran. Jodohin ah.. “ katanya. Lalu tiba-tiba dia
terdiam. Aku bingung dengan tingkahnya saat itu, dia kemudian melayangkan
senyum. Aku berbalik arah ke belakang, dan betapa kagetnya aku, karena lelaki
itu berjalan berlawanan arah dari aku dan Resya. Seperti kebiasaanku, aku hanya
bisa menunduk.
Fatan
adalah lelaki yang tidak pernah berbicara banyak. Dia bertindak sesuai dengan
kapasitasnya. Tanpa pernah menggurui. Fatan tidak pernah merasa paling benar,
jikapun dia sudah merasa kesal karena orang lain, dia hanya akan tersenyum
untuk membalas perkataan orang lain tersebut. Jika dia benar-benar sudah bisa
mengontrol perasaannya, maka apapun yang dia katakana akan membuat sakit hati
yang membaca. Dia lelaki yang bertanggung jawab. Jangan Tanya kenapa aku bisa
begitu mengenalnya. Dia lelaki yang pantas untuk dicari tahu.
***
Bahagia
itu ketika aku tahu namanya, dia tinggal dimana, dia orangnya seperti apa. Dan yang
paling membuat aku bahagia adalah, begitu banyak teman dan sahabatku yang
mengenal dia sangat baik. Langit mendung sore hari itu telah menjadi saksi
bahwa pertemuan pertama itu adalah pertemuanku dengan cinta yang tidak pernah
merasakan cinta itu sendiri..
Aku
sama sekali tidak pernah menolak untuk apapun yang membuat aku sakit. Bahkan jika
lelaki itu telah memiliki kekasih. Karena hati ini tanpa permisi telah jatuh
cinta pada lelaki yang sama sekali belum aku kenal. Bukankah cinta tidak pernah
permisi pada siapa dia tujukan, pada siapa dia jatuhkan. Dan cinta tidak pernah
meminta. Lelaki yang aku pandangi dari kejauhan tidak pernah meminta untuk aku
cintai sedalam ini..
***
“gak..
gak mungkin. Resya tolong, dia berjalan ke arahku. Kita harus lari, kita harus
lari. Aku tidak ingin dia membaca hatiku..” kataku gugup
Namun
resya sama sekali menghiraukan ajakanku. Dia hanya terdiam mematung. Bahkan Resya
tersenyum dengan Fatan. Fatan, berjalan semakin mendekat. Lalu aku…….
“jadilah cinta yang tidak pernah
sadar pada siapa kita mencinta. Karena cinta tidak pernah rela hati ini terluka
ketika kita menyadarinya, bahwa yang kita cintai adalah semu belaka”